Part 12

20 2 3
                                    

Damar terlihat tenang. Ditatapnya mata bening gadis itu. Rasa percaya dan keyakinannya tidak pudar sedikitpun meskipun permintaan gadis itu sedikit mencederai egonya.

"Apapun yang menurutmu benar, lakukanlah, aku percaya padamu." Senyum terbit diwajah gadis itu. Damar selalu mengerti dirinya. Dyan bernafas lega. Ia hanya ingin melakukan satu hal sebelum menikah dengan Damar. Menemui Danish, meskipun sampai saat ini ia tidak tahu dimana Danish berada. Beberapa waktu yang lalu akhirnya ia menghubungi orang tua Danish untuk meminta maaf. Sadar bahwa keputusannya meninggalkan Danish juga menyakiti orang tua pria itu. Tergugu Ibu Danish meminta maaf pada Dyan, ia mengetahui segalanya. Grace datang mencari Danish dan menceritakan segalanya pada orang tuanya.

"Danish sudah lama tidak pulang nak, bisakah tolong Ibu untuk mencarinya?." Suaranya terdengar bergetar, penderitaan seorang ibu.

Hatinya seakan dihantam sesuatu. Apa yang sudah terjadi? batinnya. Danish kehilangan karirnya karena menolak wanita itu, padahal ia tahu persis betapa kerasnya Danish membangun karir. Seluruh ruang hatinya berdenyut nyeri. Danish tak melakukan semua itu dengan sengaja, tapi seakan seluruh dunia menghukumnya, bahkan kekasih yang paling dicintai. Kemana kau Dan?

Dipeluknya calon suaminya itu.
"Aku janji tidak akan lama, sampai aku bertemu dengannya dan menyelesaikan semua urusan ini aku akan kembali padamu." Damar mengeratkan pelukannya dan mengecup puncak kepala kekasihnya. Ia menyembunyikan egonya yang terluka.

"Aku tahu." Suaranya membuat Dyan tenang. Meskipun hatinya belum genap mencintai Damar, tetapi Damar selalu penting baginya. Pada akhirnya hatinya luluh melihat semua perjuangan Damar. Tidak ada yang seperti Damar. Caranya menatap, caranya bersikap, caranya memperlakukan Dyan, menggambarkan cinta sekaligus rasa hormat yang besar pada Dyan. Mungkin tidak akan ada lagi pria seperti dirinya yang datang dalam kehidupan Dyan.

***

Bayangan Danish berkelebat dalam pikirannya. Terakhir kali dan itu sudah sangat lama baginya, mereka berpisah dengan tenang namun dengan hati hancur. Dyan masih mencintai Danish, maka ia harus menemuinya, berpisah untuk terakhir kalinya. Ia ingin menjalani kehidupan pernikahan yang tenang bersama Damar tanpa bayangan Danish lagi. Ada rasa bersalah yang kian menggelayut dalam hatinya, membayangkan Danish hancur berkeping-keping, ditinggalkan dan sendirian menghadapi semua masalahnya. Air mata menetes dipipinya. Baru setelah sekian lama ia merasa berbuat tidak adil pada Danish, hanya saja terlalu terlambat memperbaiki cinta yang terlanjur hancur. Cukup baginya memperbaiki apa yang salah dimasa lalu, tapi cintanya mungkin harus tetap tinggal dimasa lalu.

Dyan berjalan menuju kantor Danish dulu. Ia ingin mulai mencari Danish dari sana, tidak ada tempat lain yang mungkin dikunjunginya. Sosok Devin terlintas dalam pikiran.

"Mbak Dyan?." Seseorang memanggil namanya dari arah belakang. Dyan berbalik kearah suara.

"Devin," Dyan bernafas lega, ia tidak perlu mencari Devin ke kantor.

"Ada apa mbak Dyan kemari?." Devin bertanya hati-hati.

"Bisakah kita bicara sebentar Dev? Apa aku mengganggu waktumu?." Dyan malah membalasnya dengan pertanyaan.

"Ah tentu mbak, bagaimana kalau kita sekalian makan siang?." Dyan mengangguk. Dalam hati ia berharap segalanya akan dipermudah.

***

"Beberapa hari yang lalu aku sedang survey lokasi, dan tidak sengaja aku menemukannya tergeletak disebuah gang sempit, dalam keadaan mabuk dan tak sadarkan diri. Keadaannya sangat buruk, sangat kurus." Devin mengambil nafas panjang, menceritakan sesuatu yang buruk memang tidak mudah. Terlebih bagi gadis itu, mendengar keadaan Danish seburuk itu membuat tenggorokannya tercekat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang