Part 8

17 2 0
                                    

"Hanya malam ini saja,"

"Aku tidak bisa membaginya dengan siapapun,"

"Jangan bodoh, dia bukan wanita seperti itu, aku tidak sedang minta izin padamu, aku memberitahumu agar tidak ada salah faham antara kau dan dia, adalah haknya untuk menolak atau datang malam ini, aku disini hanya karena aku menghargai seseorang yang dia cintai itu saja," Damar mendengus kesal. Danish bergeming dikursinya, tidak rela tetapi mengakui bahwa Dyan berhak memutuskan untuk pergi atau tidak.

"Kenapa kau tidak pergi saja dan menghilang dari hidupnya?." Danish mencengkeram gelas kopi dihadapannya

"Aku tidak sepertimu, meskipun posisiku tidak penting baginya aku akan pergi baik-baik, sebagaimana aku datang, astaga aku hanya akan membuat perpisahan dengannya, kau harusnya percaya padanya, bahkan saat kau tidak muncul dan menemuinya dia tidak pernah bisa menerimaku, kau konyol." Damar beranjak dari duduknya. Danish menggeram, tidak bisa menjawab perkataan Damar yang keseluruhan benar. Ditatapnya pria itu hingga menghilang dari pandangan, lalu membuang pandangannya ke luar melalui dinding kaca. Kopi dalam genggamannya berubah semakin dingin, tapi tak sedikitpun disesapnya.

Damar keluar dari kafe itu tergesa, masih ada waktu beberapa jam untuk bersiap.

***

"Ada titipan dari Damar." Viny meletakkan sebuah kotak persegi panjang diatas nakas milik Dyan lalu ikut merebahkan tubuhnya diranjang. Mereka berdua baru saja pulang bekerja. Dyan mengangkat kepalanya dan menoleh kearah Viny.

"Kapan dia memberikannya?."

"Tadi pagi setelah kau dijemput pangeranmu itu, dia datang, kau tahu, kukira kau sudah membuat kesalahan telah memilih Danish." Viny menghela nafas keras-keras, membuang beban dalam hati.

"Aku mencintai Danish Vin, itu saja, dan kukira kita sudah membahasnya berulang kali, aku tidak mau membahasnya lagi."

"Baiklah, aku akan membantumu berdandan, masih ada waktu untuk istirahat sebentar supaya nanti kau terlihat fresh." Dyan mengangguk-angguk, melirik ke arah kotak persegi panjang diatas nakas, penasaran dengan isinya. Viny beranjak pergi dengan gontai, kelelahan setelah bekerja seharian. Dyan menghela nafas berat, lalu ia duduk ditepian ranjang setelah menjangkau kotak itu, dibukanya perlahan.

"Astaga, ini?!," sebuah gaun selutut berwarna maroon, beberapa bulan yang lalu Damar pernah merancang sebuah gaun untuk kontes design, dan bahkan gaun itu sudah ditawar sangat mahal oleh istri seorang pejabat saat masih dalam bentuk design.

Dyan terkejut, gaun itu sangat spesial, karena ia pun jatuh cinta pada gaun itu sejak pertama design gaun itu ditunjukkan oleh Damar. Damar memang berbakat dalam banyak hal, meskipun penampilannya sungguh urakan. Ia mematut diri dihadapan cermin, menempelkan gaun itu ditubuhnya, gaun yang sangat cantik, tak disangka Damar akan memberikannya untuk dirinya.

"Astaga, itu cantik sekali!," Viny yang seperti biasa menyelonong masuk kekamar Dyan terpekik melihat Dyan mematut gaun itu dihadapan cermin.

"Ini gaun yang pernah kuceritakan itu,"

"Dia memang membuatnya untukmu, tapi aku tidak menyangka seindah itu ."

"Bagaimana kau tahu?."

"Kau selalu melupakan dia, kau sering berjanji akan pergi bersamanya lalu kau mengingkarinya dan pergi dengan Danish, aku benar-benar kesal padamu, dia bahkan sudah menyiapkan kejutan ulang tahun untukmu, tapi lagi-lagi kau pergi dengan Danish, kau mabuk cinta sampai lupa bahwa ada seseorang yang terus menerus kau lukai, jadi aku biasa menemaninya ngobrol." Viny bicara seolah dirinya yang terluka.

"Ulang tahunku?," Dyan mengingat lagi hari itu, Damar memang mengajaknya pergi dan bilang akan menjemput, tapi selesai dari kantor Danish langsung mengajaknya pergi, handphone nya lowbat dan akhirnya ia melupakan Damar.

Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang