Part 7

21 2 0
                                    

Author PoV

"Senja ini bolehkah kau biarkan aku bersamanya? aku tidak akan menghalangimu  untuk mencoba mendapatkan hatinya, tapi aku minta senja ini saja supaya kau tidak mengganggu," Danish mencoba bicara dengan Damar.

"Kenapa tidak biarkan dia saja yang memilih," 

"Aku harus memenuhi janjiku dulu, setelah pulang ke kota kita bisa bersaing dengan sehat,"

"Aku tidak akan mengganggu kalau memang dia bersedia, dengar aku tidak akan mengalah padamu apapun tentang dia,"

"Kalau begitu kita sama," lalu keduanya hening tanpa mengucap apapun, hanyut dalam pikiran masing-masing.

Dyan memandangi kedua pria itu dari sekitar tenda. Berdua bersama Viny mereka sedang menyiapkan makan siang.

"Aku heran dengan para pria, beberapa jam yang lalu mereka seakan ingin membunuh satu sama lain, tapi sekarang mereka bicara seolah tidak terjadi apa-apa sebelumnya," Dyan bicara sambil mengemasi piring kotor.

"Ya, begitulah sifat para pria, itu bagus kan? omong-omong siapa yang akan kau pilih?," Ujar Viny.

"Itu bagus, tapi lebih bagus kalau mereka lebih bisa mengontrol emosi kan?," Dyan mendengus.

"Aku tidak tahu siapa yang akan kupilih, atau bahkan apakah aku akan memilih atau tidak,"

"Maksudmu?," Viny berhenti mengaduk masakan, mengalihkan pandangan pada Dyan.

"Aku masih sangat mencintai Danish Vin, tapi aku sudah terluka sangat parah olehnya, meskipun jika aku kembali lagi padanya, hubungan kami tidak akan pernah sama seperti dulu, aku akan terus mengingat bagaimana dia melukaiku, itu tidak akan berjalan baik, sedangkan Damar, aku memang menyayanginya, membutuhkannya seperti morfin, penghilang rasa sakit saat aku mengingat Danish, tapi aku tidak mencintainya, aku tidak tahu apa sebutan yang tepat untuk hubunganku dan Damar, tapi aku tidak bisa melanjutkan hubungan kami sebagai pasangan kekasih," Viny mendengarkan lalu mengaduk lagi masakannya dan menaruhnya di sebuah wadah setelah matang.

"Jadi, kau tidak akan memilih?,"

"Aku belum memutuskan Vin,"

"Kalau kau tidak memilih, kehidupanmu akan lebih buruk dibanding dulu, kau akan kehilangan dua orang sekaligus, aku takut kau akan semakin parah, bermimpi lagi, menangis dalam tidur, hidup yang hambar," 

"Kurasa tidak persis begitu Vin, aku sudah bertemu dengan Danish itu akan membuat perbedaan, setidaknya aku akan lebih merelakannya karena kali ini semua ini adalah berasal dariku, aku sudah mengatakan semua yang ingin kukatakan padanya, tapi aku tidak tahu dengan Damar, mungkin aku akan tetap dihantui rasa bersalah, karena tidak membiarkannya pergi dan malah memintanya tetap tinggal untuk alasan yang egois, untuk perasaanku sendiri,"

"Aku tahu Damar akan mengerti apapun keputusanku, tapi justru itu yang membuatku merasa bersalah karena tidak bisa membalas semua sikapnya padaku,"

"Kalau begitu kenapa kau tidak memilih Damar saja, dan cobalah untuk mencintainya,"

"Cinta tidak bisa seperti itu Vin," Dyan menggeleng, sementara  Viny diam saja menyadari kebenaran perkataan Dyan.

***

"Aku pernah berjanji kita akan melihat matahari terbit dan tenggelam berdua, aku berusaha menepatinya, meskipun aku sangat terlambat untuk itu,"

"Kau tahu aku tidak pernah mempermasalahkan waktu, selama apapun harus menunggu," Dyan tersenyum, Danish lega melihat senyum itu.

"Maukah kau melihat setiap matahari pagi dan senja bersamaku?," senyum gadis itu mengendur.

"Jangan memutuskan sekarang, setidaknya biarkan aku berusaha lebih dulu," Danish segera menyela sebelum mendengar jawaban Dyan.

Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang