2.

74 9 3
                                    

"Penasaranku dibuat olehmu,
ntah apakah ini sebuah awal dari perasaanku terhadapmu?"

-Eva

Subang, 03 September 2015

Suara lantunan Asmaul Husna yang dibawakan oleh sekelompok perwakilan kelas. Itu sudah menjadi kebiasaan bagi sekolah SMPN 2 SUBANG. Semua berduduk rapih di lapangan upacara setelah selesai kami mulai membiasakan kebiasaan kedua yaitu literasi yah benar memang wajib bagi siswa siswi di sini untuk membawa buku apa saja asal mengandung pembelajaran di dalamnya.

30 menit sudah berlalu...

Waktu sudah menunjukan pukul 07:30 itu tandanya kami semua harus kembali ke dalam kelas. Kelasku yang berada di pojok bangunan dan menyempil seperti upil namun bukan menyempil di hubungan orang yah. Hehe..

"Va nanti istirahat beli baso kumis yuk," ajak Rika.

"Aku pengen baso cilok si bibi biasa aja. Ahh kamu belum juga belajar udah mikirin makanan mulu," celotehku kepada Rika.

Aku dan Rika mulai duduk di barisan depan dan mulai siap menyimak pelajaran.

Rikania Sari, aku sering memanggil dirinya dengan nama panggilan Rika. Dia adalah teman sebangku dan sekaligus sahabatku dia teman curhatku juga segala unek-unek yang aku rasa langsung selalu ku ceritakan kepadanya. Dia orang yang tepat untuk diajak curhat kita selalu berbagi cerita dan pengalaman masing-masing. Tapi ada kekurangannya tentang dia yaitu dengan sifatnya yang keras kepala.

Guru matematika mulai memasuki kelas dan menerangkan beberapa rumus di papan tulis. Guru ini adalah wali kelas di kelasku yaitu kelas VIII-B. Memang sedikit malas jika diceritakan harus menyimak rumus di jam pelajaran pertama di pagi hari.

•••

Bel sudah berbunyi itu tandanya jam istirahat sudah berlangsung...

Tri sudah menunggu di depan kelasku. Mungkin sedikit kesal karena kelasku telat keluar lebih dari 5 menit. Memang diantara aku dan Rika, Tri lah yang berbeda dan tidak sekelas dengan kami tapi kami selalu bertiga kalau kemana-mana. Seperti ada lem melekat diantara kami.

Trimurni Simamora, atau seringku panggil Tri, temanku yang satu ini sudah ku anggap seperti saudara kandungku sendiri. Dia sangat pengertian atas segala keadaanku. Yang sedikit keras kepala dan tertutup kalo masalah cowo.

"Lama banget sih," ketus Tri dengan wajah yang menandakan bahwa dia lapar ingin makan.

"Maaf tadi tanggung guru neranginnya."

Kita sudah menenteng makanan yang sudah kita beli sesuai selera. "Hey, nanti anterin aku dong ke orang yang kemarin nyapa itu kan katanya satu sekolahan sama kita,"

"Ciee kayanya kamu mulai ada perasaan deh kayak nya," sinis Rika.

"Apaan sih! Aku cuman penasaran bukan perasaan."

"Penasaran sama perasaan beda tipis kok."

Kami berjalan menyelusuri lorong dan sampai di depan ruang guru yah memang kelas Vano tak jauh dari ruang guru. Tiba-tiba ku melihat Putri. "Put mana orang yang kemarin itu?" Tanyaku kepada Putri.

"Bentar kayanya dia lagi ke kantin deh," jawab Putri.

"Khmm," suara deheman kompak Tri dan Rika.

Tuh...tuhh...dia lewat (Putri yang menunjuk ke arah Vano yang hendak melewat ke arah kami dan dia berjalan mengarah ke kelasnya).

"Ini dia," kata Putri dengan memegang tangan Vano dan menunjukannya ke arahku.

Vano Alfian, dengan wajah yang sedikit kecoklatan seperti sawo matang, dengan jambul yang disisir rapih, juga gigi yang nampak putih bila tersenyum lebar terlihat begitu menawan. Yah benar Vano Alfian namanya.

Vano tersenyum cengengesan malu saat ditunjukkan keberadaanku oleh Putri dan dia pun mulai berjalan dan masuk ke dalam kelasnya.

"Nah sekarang udah gak penasaran lagi kan? Tinggal perasaan yang bentar lagi timbul," kata Rika dengan wajah polos.

"Di," teriakku kepada teman sekelas Vano yang memang dia tetangga rumahku.

Ferliandi, dia cukup dekat denganku walaupun dia laki-laki tapi dia masih mau berteman denganku. Dia ku anggap seperti temen cowo terbaik.

"Wett," sahut Ferliandi.

"Sekelas sama Vano?"

"Kenapa emang? Iyah gue sekelas."

"Ohh oke thanks."

•••

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang