7.

67 8 1
                                    

"Hariku menjadi lebih redup tanpa adanya cahanya matahari. Yang harus kau tahu, kau bagaikan matahari dalam hidupku. Begitu hampa terasa tanpa adanya kehadiran dirimu dalam keseharianku. Dan kini ku harus terbiasa tanpa dirimu."


"Eva bangun nak, cepet turun sarapan dulu," suara bariton ibu mulai membangunkan tidurku di pagi hari.

Waktu sudah menunjukan pukul 07:00, sengaja ku bangun siang karena hari ini memang hari libur.

Aku bangun dan menggeliat dan mulai beranjak dari ranjang sambil membenarkan ikatan rambutku. Kaki ku mulai perlahan menuruni anak tangga. Di meja makan sudah menunggu ada ayah, kakak, juga adikku sedangkan ibu sedang mempersiapkan sarapan.

"Pagi semua," sapaku.

"Duduk sayang ayo kita makan bersama," ajak ibu.

Setelah selesai sarapan, aku memilih untuk kembali ke kamar tidurku lagi dan membuka ponselku. Dilihatnya tak ada chat satu pun dari Vano, ada rasa khawatir dalam hati ini. Sebegitu mudahnya Vano melupakan aku? Keluh dalam hatiku.

Ponselku pun bergetar tandanya ada pesan masuk. Ku harap itu dari Vano semoga saja.
Dilihatnya pesan nama dari Tri.

From: Trimurni.

Va, kamu lagi dimana?
Kita ketemuan yuk.

Dirumah. Kenapa?

Kita main yuk.

Kemana? Aku males kemana-mana
Kamu ke rumah aku aja.

Yaudah aku otw bareng Rika.

Iyah.

Selang beberapa menit mereka pun sampai di rumahku.

"Akhirnya disaat aku butuh seseorang kalian datang, ada yang mau aku curhatin ke kalian."

"Aku bete di rumah terus jadi aku ajak Rika sekalian kesini. Emang ada apa Va?."

"Kenapa sih Vano ngelepas aku gitu aja. Apa dia udah ada yang baru?"

"Positif thinking aja Va, mungkin dia bosen sama kamu, bukannya dia selingkuh Va."

"Kenapa saat putus langsung lost contact aku gak habis fikir," keluhku.

"Mawar ini...mawar ini yang dia bilang cinta dia ke aku itu gak sepalsu mawar yang dia kasih namun nyatanya secepat itu dia mutusin aku," sambil ku menunjukan mawar plastik yang diberi Vano.

Hanya isak tangis dan sakit dalam dada yang kini aku rasa. Sepi mungkin tidak karena saat ini aku mempunyai sahabat yang selalu ada buat aku dikala senang ataupun susah.

"Sabar Va... kamu harus sabar kalo dia yang terbaik buat kamu pasti dia balik lagi ke pelukan kamu," kata Rika sambil membangkitkan semangatku.

"Akan ku coba."

"Mending sekarang kita ke cafe aja yuk. Aku bayarin minuman kesukaan kamu deh."

"Beneran? Yaudah aku siap-siap dulu."

Dengan berpamitan aku kepada Ayah dan Ibu aku pun izin untuk keluar rumah.

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang