6.

78 9 1
                                    

"Bunga Mawar plastik yang dulu pernah menjadi simbol berakhirnya hubungan kita.
Hingga kau bilang bahwa cintamu terhadapku tak sepalsu bunga yang kau beri dan itu belum ku temukan penawarnya."

Subang, 18 Januari 2016.

Hubunganku dengan Vano tak terasa sudah berjalan kurang lebih 2 bulan. Namun, tak ada perubahan seperti biasa hubungan kita layaknya seorang bocah. Di sekolah pun tak berani untuk mengobrol berdua apalagi bertemu bagaikan melihat seekor monster.

Sakit sih jelas, ku melihat teman-temanku di sekolah begitu dekat dengan pacarnya mengobrol layaknya seseorang yang sedang berbincang dengan penuh rasa diantara satu sama lain. Berbeda dengan ku bertemu pun seperti tak kenal, namun mencuri pandang secara diam-diam dan melemparkan senyuman singkat.

Hari ini langit terasa teduh dan mendung. Ditambah lagi aku harus menjalani rutinitas latihan paskibra. Nampak tak ada semangat dalam diri seperti kurang enak hati ditambah tubuh terasa tidak fit. Ku berniat berjalan menuju WC sekolah untuk berganti baju dengan ganti pakaian kaos latihan, namun seketika di jalan ku terhambat oleh seseorang yang memang menghentikan jalan langkah ku.

"Va, tunggu bentar," kata Ferliandi yang hendak menghentikan jalan ku.

"Kenapa?"

"Ini ada titipan dari Vano," Ferliandi membuka lesleting tas dan mengeluarkan sebatang mawar pink dengan kertas yang berisi bertulisan.

Hah, tumbenan Vano ngasih beginian padahalkan Month Save tanggal jadian kita udah kelewat. (Tanyaku dalam hati)

"Oke, bilangin ke Vano makasih yah."

"Siap," Ferliandi pun berjalan meninggalkan aku tanpa jejak.

Saat aku sudah sampai di tempat berganti baju, ku langsung membuka isi surat tadi. Di saksikannya aku oleh teman paskibra seangkatan ku yang lain saat membuka surat.

Ku tahu memang ini salahku, bukan berarti ku tak mencintaimu lagi. Ku takut kau bosan dengan apa yang sudah aku kasih walau itu hanya ucapan sederhana seperti mengucapkan semangat bahkan selamat pagi.

Kau menjadi penyemangat dalam keseharianku. Ku tak tahu apa jadinya bila ku tak bersamamu lagi. Namun, akhirnya aku harus terpaksa untuk meninggalkanmu.

Maaf jika aku mempunyai salah terhadapmu atas perlakuanku. Maafkan aku bila tak membuatmu nyaman saat bersamaku. Maaf jika aku menyakitimu.

Aku hanya bisa memberimu sebatang mawar plastik ini. Tapi, kamu harus tahu bahwa cinta aku terhadapmu tak pernah sepalsu bunga yang aku kasih ke kamu.

Salam,
Vano Alfian.

Tak kuasa saat aku membacanya pun sampai menetaskan air mata hingga membasahi pipiku tanpa ku sadari.

"Ciee di kasih bunga sama doi," celetuk Amel.

"Bukannya seneng kenapa nangis Va?" Tanya Rika.

"Va, kamu gapapa kan?" Tanya Tri dengan penuh khawatir.

Aku beranjak dari duduk dan langsung memeluk kedua sahabatku. Tak kuasa aku pun langsung menangis sejadi-jadinya dibahu mereka.

"Ke..naa...paaa dia harus ninggalain aku," tanyaku dengan nada isak tangis dan terbata-bata.

"Kamu putus Va?"

"Kok bisa?"

"Va sabar yah," kata Tri sambil mengelus punggungku.

"Udah Va udah yang sabar yah, mungkin dia bukan yang terbaik buat kamu," kata Rika sambil menyemangatiku.

Semua anggota paskibra pun berkumpul dan sudah berjajar rapih di lapangan basket untuk latihan.

Aku terpaksa harus duduk dan melihat saat mereka latihan. Karena pesan Tri dan Rika sebaiknya aku beristiraat dulu untuk memulihkan mood ku.

•••

Dear diary,

Kenapa dia begitu tega untuk meninggalkan aku dengan sebatang mawar dan sepucuk surat?.

Kenapa hubunganku dengannya berbeda tak seperti orang lain yang diberi mawar saat annive sedangkan aku diberi mawar tanda berakhirnya suatu hubungan.

Padahal dia tak pernah membuat kesalahan apa pun, dan kenapa dia seperti meragukan perasaan aku terhadapnya?.

Kenapa dia tak percaya diri dalam mencintaiku?.

Kenapa dia bilang 'bahwa dia tak tahu apa jadinya bila tak bersamaku'. Jelas-jelas dia sekarang lebih memilih meninggalkan aku.

Hanya tulisan ungkapan dari hati yang bisa aku ungkapkan lewat buku diaryku. Ku tak habis fikir dengan hari ini, mengapa hari ini begitu menyakitkan bagi ku.

Ku menatap langit gelap yang bertanda hari sudah mulai malam lewat jendela. Tak hentinya dia selalu memusingkan fikiranku, kenapa di kepalaku seperti terngiang-ngiang nama dirinya yang jelas sudah menyakitiku tanpa dia sadari.

Mungkin dengan tidur dan bermimpi aku bisa melalui hari ini dan tak sabar untuk menjalani hari esok walau tak lagi bersama dirinya.

•••

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang