13.

26 6 4
                                    

"Kesempatan memanglah sangat berarti. Namun, jika kita menyiakan kesempatan dan mengulangi kesalahan itu lagi betapa bodohnya menjadi dirimu."

***

Dengan setengah semangat aku pergi ke sekolah, sebenarnya sekolah tempat untuk menimba ilmu, dan Vano aku harus berusaha mempertimbangkannya.

Sekolah terasa masih sepi mungkin kedatanganku terlalu pagi. Di kelas pun masih terasa sepi hanya ada Rika yang sedang menyapu lantai dan kebetulan dia kebagian jadwal piket hari ini.

Rika pun datang menghampiri, dan langsung menempelkan telapak tangannya tepat di jidatku. "Kesambet jurig dari mana Va jam segini udah datang?" Tanya Rika.

"Baru juga jam 05:50, belum terlalu pagi Ka biasanya juga datang jam segini kok," kataku sambil melihat jam yang melingkar di tangan.

"Rajin sih, tapi kok mukanya kaya yang lagi banyak masalah aja gitu," tanya Rika dengan penuh curiga.

"Huftt, kaya nya sih." Keluhku.

"Oh iyah, kamu kemarin kemana? langsung pergi gitu aja gak balik lagi."

"Keburu di telfon Ayah suruh pulang," jawabku bohong.

"Yang bener? Tapi kamu gak lagi berantem sama Vano kan?"

Mengingat kejadian semalam aku udah gak mau inget itu lagi. "Gak juga," jawabku dengan enteng seperti tak ada masalah.

"Yakin? Soalnya pas Vano abis ngobrol berdua sama kamu, dia dateng langsung kaya orang yang frustasi gitu."

"Cuman salah paham aja Ka."

"Coba cerita deh intinya tuh gimana?"

"Jadi waktu malam itu Fajri chat aku nah aku balesin tapi gak balesin macem-macem dan ada seseorang yang aduin itu semua ke Vano dan jadilah kesalah pahaman."

"Kesalah pahaman gimana?"

"Vano nyangkanya kalo Fajri masih suka sama aku, aku rasa sih emang dia masih suka sama aku. Dan emang kebetulan pas Fajri chat aku waktu itu dia bilang kalo misalnya aku udah putus sama Vano Fajri bakal siap jadi pelarian cinta aku."

"Gila tu anak beraninya ngechat kamu kaya gitu, sekarang dia belum datang nih kaya nya. Ntar aku kasih pembelajaran sama dia."

"Jangan Ka, nanti tambah rumit. Lagian mau ngasih pelajaran apa? Matematika? Atau IPA?"

"Bodo amat gak dua-duanya."

Fajri pun datang dengan menggandong tasnya dan berjalan menuju bangku yang dia tempati.

"Tuh anaknya datang emang dasar pondok umur baru aja diomongin," kata Rika. (Pondok umur artinya pendek umur).

"Ishh kamu kalo ngomong tuh suka gak ada rem nya."

Rika pun berniat menghampiri Fajri yang tengah duduk mengobrol dengan temannya. Namun, masih ku bisa tahan Rika karena aku tak mau masalah ini tambah rumit.

***

Keadaan kantin makin ricuh dengan anak-anak yang memang sudah kelaparan. Namun, di keramaian ku tak melihat sosok Vano. Untunglah manusia itu tak ada di sini, karena aku hanya butuh waktu sendiri dan belum ingin melihat wujudnya.

NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang