Dia tidak pernah merasa berjalan seringan ini sebelumnya. Ada beban yang terangkat begitu jauh ditelan angkasa, tidak akan pernah dilihatnya lagi sesuatu yang menyakitkan itu. Tidak akan.
Bruk! Seseorang menabrak bahunya kasar, dan sosok itu berlalu acuh. Jingyi menggeleng tak habis pikir, tapi tidak berniat menghardik perilakunya. Dia hanya ingin terus berjalan, sesekali bersenandung, menggerakkan badan di antara orang-orang yang berlalu-lalang di sekitar. "Ramai sekali apartemen Sunbae."
Dia berbelok mencari lift, tapi yang ditemukan adalah ruangan dengan pintu berkaca. "Aku menyesal sok tahu begini!" dia meruntuk atas tindakannya yang terlalu bersemangat pergi tanpa bertanya pada Yoongi.
"Eh?"
.
.
.
."Sepulang dari ATM aku kembali ke toko, menyimpan beberapa uang di sana. Aku berniat membangunkannya, tapi aku dihubungi adikku, dia mengabari kalau istriku hendak melahirkan." Jimin menarik napas dengan berat. "Aku tidak bisa tinggal lebih lama dan aku menyesal."
"Sejak hari itu dia bercerita lebih banyak tentang Yoongi dan semakin sering munghubungiku. Aku mencoba membujuknya agar berpikir jernih, tapi dia selalu bersikeras bahwa Yoongi bisa saja kembali," Jimin menambahkan.
"Jadi ... sudah sejak empat bulan lalu." Lawan bicaranya menulis di atas kertas.
"Puncaknya, malam itu kami bertengkar di telepon karena aku yakin bahwa yang merusak tokonya bukan siapa pun, itu adalah Jingyi sendiri yang bergerak di bawah pengaruh obat, dan dia tidak dapat menerima."
"Ya ... aku paham."
"Malam itu hujan turun deras untuk pertama kali... dan aku mendengar kabar bahwa dia mengalami kecelakaan saat menyeberang."
"Apa lukanya serius?"
"Kurasa tidak. Mobil yang menabraknya tidak terlalu cepat, dan Jingyi hanya mengalami luka ringan. Dia jatuh pingsan ketika orang-orang mencoba membawanya ke rumah sakit terdekat." Jimin tersedak oleh kesedihan, sesuatu yang mirip pecahan kaca di tenggorokannya melesak makin dalam, membawa lebih banyak luka. "Saat sadar dari pingsan, dia sudah seperti itu."
"Semua yang kuperkirakan benar ... semua cerita tentang Min Yoongi ... hanya halusinasinya." Jimin meremas jemarinya dengan kuat.
"Tidak!"
Jimin dan Namjoon menengok dengan tersentak ke arah pintu berkaca yang sudah terbuka. Ju Jingyi sudah berdiri dengan napas terengah. "Aku tidak berhalusinasi! Yoongi benar-benar masih hidup! Peti yang dikremasi hari itu hanya peti kosong, dan dia selama ini melakukan penyembuhan di Amerika! Dia menceritakan semuanya padaku!"
"Ji ... itu semua hanya kau yang mengarang, kau tidak pernah bisa menerima!" Jimin menyerah pada dirinya, dia berhenti memikirkan dampak dari apa yang dia ucapkan.
"Tidak, Jimin! Dia ada di kamarnya!"
.
.
.
.Jimin memejamkan mata erat-erat dengan Namjoon yang meremas bahunya pelan. Duka dari dalam dirinya mungkin sudah mendesak keluar, dapat dia rasakan sesuatu yang basah di bulu mata. Suasana kamar sempit serba putih ini membalut dirinya dalam kesedihan mendalam.
"Dia tidak ada, Ji."
"Lihat, itu Yoongi!" Jingyi menunjuk ke satu titik, di mana hanya ada sepasang kursi yang kosong dan aroma hujan.
RSJ Seoul, 24 Agustus 2018
END
Untuk salah satu anak yang pernah mau aku aborsi, Petrichor.
Nak, kamu istimewa untuk aku-aku yang kebiasan lebay, tapi aku sedang serius dengan sesuatu yang kupenjarakan di ruang terdalammu.
Terimakasih sudah hidup di saat aku mendapati seorang gadis yang nyaris mati. Gadis yang berjalan gontai dari tempat konseling psikologi menuju perpustakaan. Dia terlalu sakit untuk menerima bahwa: Pria yang dia cintai, tidak tinggal selama yang dia butuh-selamanya.
Aku dengar, pria yang dia suka pergi karena bentuk takdir yang sama kuatnya dengan maut, yaitu cinta. Rasa yang katanya tidak pernah bisa dipaksa. Gadis itu duduk kaku saat dia diharuskan membunuh perasaan yang sebenarnya masih ingin hidup. Maka dari itu ... dia memusuhi realita habis-habisan. Dia berimajinasi banyak tentang semua jalan kejutan yang memungkinkan prianya bertahan.
Begitulah kamu-Petrichor, mengerling minta disambut ... minta diadopsi dan didandani.
Terimakasih sudah mencipta hujan saat keran di kamar-kamar kost Jatinangor dibuat kerontang akibat kemarau panjang. Kamu membasahkan wajahku tanpa harus cuci muka. Kamu tidak harus pura-pura manis sayang, kepahitanmu yang jujur ... aku suka.
Kamu pernah mau aku aborsi karena aku terpukul oleh kajian psikoanalisis anak sastra yang dengan nekad aku ikuti, tapi kehadiran seorang Ikoh telah mencegah aku menjahatimu. Hari itu aku mau menangis melihatmu sudah setengah berdiri tapi aku malah takut kamu jatuh saat berjalan keluar dari folder fanfiksi pribadiku, maaf, Nak.
Jika ada sesuatu yang salah, atribut PUEBI di baju atau wajahmu, itu urusanku. Akan aku perbaiki agar kamu semakin baik-baik saja. Jika ada yang menganggapmu tidak sempurna, maka kekurangan itu adalah milikku ... aku sebagai titik utama dalam percabangan dalam tubuhmu.
Sekarang,kamu sudah berlari ke tangan mereka yang berkenan menghabiskan waktunya untuk mendengarmu berbisik tentang sesuatu yang hilang, tentang bagaimana kenyataan dapat menghancurkan hati semudah angin menyibak susunan rumah kartu.
Anakku yang sederhana, Petrichor.
Berterimakasihlah pada mereka yang selalu menenggenggam tanganmu sampai kamu sampai pada titik, "Aku berakhir sampai di sini. Terimakasih sudah berjalan bersama. Ibuku menitipkan salam cinta untukmu." Katakan itu pada mereka. Katakan bahwa komentar mereka adalah bidan dan multivitamin yang membuatmu kuat hingga akhir perjalanan. Ucapkan terimakasihku pada sosok-sosok istimewa itu.Petrichor, suatu hari nanti ... aroma hujan akan ingatkan si gadis pada perpisahan tempo hari, tapi hari itu ... dia tak akan lagi merasa sakit, sebanyak apa pun dia mengingat.
Terimakasih.
Ditulis ketika hujan seolah tak pernah reda.
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR (Min Yoongi | Ju Jingyi) ★COMPLETED★
Romance"Cinta, apa sebanyak gerimis hari ini?" "Tidak. Dia melebihi jumlah butiran hujan pertama hingga hujan terakhir di dunia." "Sebanyak itu ... untukku? Kenapa?" "Mana aku tahu, Ji. Tuhan yang menciptakanmu untuk aku cintai." Penggambaran pria itu sing...