Meja makan itu nampak lenggang, tidak berisi terlalu banyak makanan. Agak kurang relevan dengan kondisi pemilik apartemen yang sebenarnya punya cukup banyak uang.
“Kau benar-benar hanya punya sereal dan telur?” Jingyi menggigit bibir bawahnya, melihat semangkuk sereal yang kering kerontang tanpa siraman susu. Melirik ke arah 45 derajat dari mangkuknya, dia melirih, “Dan ... air putih? ”
“Bahkan biasanya aku tidak punya apa pun selain air mineral,” jawab Yoongi santai. Dia mencomot sebiji sereal dari mangkuk gadis di hadapannya, mengunyahnya dengan ekspresi yang seolah berkata, ‘Begitulah’.
Jingyi menggeleng tak habis pikir, dia meremas jemari Yoongi yang sedari tadi digenggamnya di atas meja. “Kau lebih menyedihkan dari aku yang hanya bekerja di toko parfum.”
Tawa Yoongi pecah tanpa menanggapi. Pandangannya tak pernah melepaskan Jingyi walaupun hanya sedetik. “Maaf aku keluar dari topik, tapi kau lebih cantik dari yang bisa aku bayangkan selama merindukanmu dari jauh.”
“Padahal aku tidak pernah punya cukup uang untuk melakukan perawatan.” Jingyi meneguk air di gelasnya. “Bahkan kalau hari itu kau tidak menyimpan uang pengganti untuk parfum yang kau pecahkan, aku sudah jadi gelandangan sekarang.” Gadis itu mengenang.
“Uang ganti? Parfum pecah?” Yoongi mengernyit, bingung dengan arah pembicaraan.
“Kau tidak ingat? Tiga bulan lalu kau mabuk dan memecahkan banyak parfum di tokoku. Kau berteriak ingin parfum beraroma hujan.”
“Aku empat bulan yang lalu, tapi itu sungguhan bukan aku ....”
Kunyahan Jingyi terhenti, matanya mengerjap curiga. “Kau serius?”
“Ya. Aku tidak pernah mabuk lagi setelah kau menemukanku di ruang orkestra dengan Moonlight Sonata.” Yoongi kembali mencuri beberapa biji sereal. Dia mungkin merasa agak lapar juga sekarang.
Gadis itu meringis, merasakan perasaan malu dan kesal yang bercokol di ulu hati. “Jadi ... malam itu aku benar-benar sedang berhalusinasi. Aku tidak memelukmu, tapi ....”
“Itu Taehyung,” sambar Yoongi lugas.
“Ya?” Ada gelombang bening yang menerpa konsentasi Jingyi. Rasanya masih agak bingung. Dia benar-benar mengesampingkan mag dan sereal, atau air mineral yang agak menyedihkan di atas meja. “Ke-kenapa Taehyung?”
Yoongi mengurai senyuman datar. Diambilnya sesendok sereal dan mengangkatnya ke depan mulut Jingyi. Kepala pria itu bergerak mengisyaratkan agar gadis Ju-nya mendengarkan sambil makan. “Selama aku di akhirat, Taehyung mengawasimu untukku.” Jingyi memperhatikan sambil mengunyah kembali, tapi dia benar-benar tidak tahu kapan harus mulai menelan.
“Sejak kecelakaanku, dia menjadi sedikit terobsesi dengan hujan. Katanya ... hujan seperti aku—”
“Dan rasa bersalahnya padamu membuat dia ingin selalu melihat atau mencium aroma hujan?” potong Jingyi menebak arah perkataan lawan bicara.
Yoongi mengangguk ringan. “Sepertinya begitu.”
“Ini memalukan.” Gadis itu menggeleng untuk kesekian kali, mencoba mengaburkan bayangan tentang dia yang memeluk Taehyung dengan tidak tahu malu. “Pantas dia bilang ‘Aku bukan Yoongi’.”
“Baik, lupakan saja. Kalian sama-sama tidak sadar hari itu.”
“Tapi kenapa Taehyung semabuk itu?”
“Mungkin karena dia baru saja kehilangan seseorang.”
“Siapa?”
“Entah, mungkin kehilangan pacar.” Yoongi beranjak dari kursi, mencoba membuka kulkas yang sebenarnya dia tahu tidak ada makanan yang cukup berharga atau bergizi di sana. “Akan lebih baik kalau kita menceritakan sesuatu yang lain.”
KAMU SEDANG MEMBACA
PETRICHOR (Min Yoongi | Ju Jingyi) ★COMPLETED★
Romance"Cinta, apa sebanyak gerimis hari ini?" "Tidak. Dia melebihi jumlah butiran hujan pertama hingga hujan terakhir di dunia." "Sebanyak itu ... untukku? Kenapa?" "Mana aku tahu, Ji. Tuhan yang menciptakanmu untuk aku cintai." Penggambaran pria itu sing...