BAB 8 - Ketahuan

211 12 0
                                    


Awal Februari. Kami masih memiliki waktu sekitar dua bulan untuk menyiapkan Pekan Sastra. Sejak akhir Desember sampai  Januari, kami semua disibukkan oleh Ujian Akhir Semester sehingga kami tidak bisa terlalu banyak berkegiatan di kampus. Namun mulai hari itu, para panitia Pekan Sastra sepertinya akan lebih sering berkumpul.

Benar seperti dugaanku, kegiatan kepanitiaan serta kesibukan karena Ujian membuatku bisa melupakan Irna. Bahkan aku hampir tidak pernah melihatnya lagi, mungkin terakhir kali aku melihatnya saat sedang Ujian Agama, saat itupun aku tidak memiliki banyak waktu untuk memperhatikannya karena aku lebih fokus pada ujianku.

"Nanti perlengkapan kumpul sebentar ya di ruang 305?" ujar seseorang sambil menepuk pundakku dari belakang.

Dia adalah Martin, SC atau ketua dari divisi Perlengkapan untuk acara Pekan Sastra. Aku tidak terlalu sering mengobrol dengannya, tapi dia orang yang cukup bisa diandalkan.

"Siap, Bos!" balasku.

Devon dan Ricky masih sibuk mengerjakan desain selebaran bersama dengan divisi Humas. Sedangkan Widi saat itu sedang pergi meminjam beberapa perlengkapan olahraga dari beberapa Sekolah Menengah yang berlokasi di dekat kampus bersama dengan Reka dan Sugiono. Aku? Aku saat itu sedang tidak memiliki tugas apapun karena aku dan Martin baru saja selesai membeli beberapa perlengkapan seperti paku, papan dan lain-lain.

"Hei, bengong aja!" seru seorang anak perempuan bertubuh mungil di belakangku. "Mana yang lain?" tanyanya sambil memutar-mutar permen lolipop di mulutnya.

"Oi, Ran! Ngagetin aja lo!"

"Hahaha, lagian bengong aja sih!"

"Lagi pada sibuk yang lain, lo sendiri?" tanyaku sambil melihat beberapa lembar kertas yang dipegangnya.

"Nah, pas! Temenin gw, yuk!" pintanya sambil merangkul tanganku seakan tidak memberikan aku kesempatan untuk menolak.

Rani adalah SC dari divisi Kesehatan. Selain itu, walaupun dia masih mahasiswa tingkat pertama, dia juga aktif menjadi pengurus dalam salah satu klub di kampus itu. Akhir-akhir itu Rani memang sering berkumpul bersama kami, selain karena sebagian besar kebutuhan dari divisi Kesehatan disediakan oleh divisi Perlengkapan, sikap Rani yang seperti anak laki-laki membuat kami mudah bergaul dengannya.

"Lo ngumpul dimana nanti?" tanyanya.

"Ha? Oh! 305," jawabku setelah menyadari maksud dari pertanyaan Rani.

"Oh, yauda kesana aja kita sekalian!"

Kamipun tiba di depan ruang 305 yang ternyata masih digunakan untuk kegiatan belajar-mengajar. Akhirnya kami memutuskan untuk duduk di lorong di depan ruang tersebut.

"Lo lagi ngapain, sih?" tanyaku kepada Rani yang sedang sibuk memilah-milah kertas yang di genggamnya.

"Nih!" katanya sambil menyodorkan beberapa kertas. "Tolongin dong liatin, menurut lo, kebutuhan obat-obatannya udah sesuai, belom?"

"Ha? Kok gw? Kenapa bukan OC lo?"

"Mereka lagi sibuk, ah!" ujarnya dengan nada sedikit memaksa.

"Yeee, bocah!" kataku kesal sambil menempeleng kepala Rani perlahan.

"Hehehe! Lo emang paling baik, deh!" ujarnya sambil tertawa terkekeh.

Rani sepertinya sedang sibuk membuat naskah untuk kegiatan klubnya. Beberapa kali aku mengintip apa yang sedang ditulisnya sambil memeriksa daftar kebutuhan obat-obatan yang dia berikan padaku.

Beberapa kali wajahnya terlihat kusut dan merobek kertas yang baru saja digunakannya untuk menulis. "Kehabisan ide?" tanyaku.

"Iya, nih!" ujarnya kesal. "Lagian kenapa deadline-nya harus besok ya? Gw kan sibuk!" katanya lagi sambil memutar-mutarkan pulpen yang diapit jari-jarinya.

Cerita Horor Remaja - Kisah Di Pendopo EkonomiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang