6

3.1K 204 5
                                    

Beberapa pasang mata memperhatikan sosok pelantun lagu tersebut. Mereka berbisik-bisik dan dengan cepat banyak diantaranya mendekati stage untuk menyaksikan langsung.

Suara Gibran tidak sebagus Afgan atau Judika, tapi cukup menghibur dan terasa enak didengar.

"Ya ampun, itu Gibran?" Danisha baru menyadarinya lalu segera membaur dengan banyak wanita yang sudah melingkar di sana.

Tepuk tangan mengiringi Gibran turun. Bahkan ada yang memintanya untuk bernyanyi kembali.

"Tak menyangka suaramu bagus juga. Masih ingat aku kan?" kata seorang gadis berambut panjang bergaun merah.

"Gibran, ke mana aja selama ini? Nanti datang ke pesta ulang tahunku ya?" Belum sempat menjawab, datang lagi sapaan dan pertanyaan dari gadis-gadis lain.

Gibran berbasa-basi sebentar, sementara matanya terus menyapu ruangan mencari seseorang. Gadis itu sempat meliriknya saat bernyanyi, Gibran tahu itu.

Dengan mencari alasan bahwa ia harus pulang, Gibran pergi menghindari kerumunan kecil gadis-gadis tadi. 'Di mana dia?'

"Gibran?" Suara Danisha memanggil setelah tadi dia kesulitan menjangkau posisi pria itu, "Mau ke mana?"

"Pulang. Sudah terlalu lama kita di sini," jawabnya sambil melangkah hendak meninggalkan gedung. Danisha segera mengekor di belakangnya.

"Aku senang mendengarmu nyanyi lagi. Terakhir aku melihatmu menyanyi sewaktu perpisahan SMA, dan itu sudah lama sekali."

Langkah Gibran berhenti seketika, hampir saja Danisha menabrak tubuh jangkungnya. Rupanya gadis yang dicarinya ada di halaman gedung. Rinjani menuju sebuah mobil di parkiran. Gibran setengah berlari mendekatinya.

"Rinjani tunggu!"

Gadis itu menoleh. Kedua temannya ikut memperhatikan.

"Ada apa?" tanya Rinjani setelah Gibran berhasil berdiri di depannya dengan napas tak teratur.

Danisha sempat terkejut, Gibran berlari untuk menyapa gadis itu.

"Kau kenal Maudy Alana?" Gibran sempat bingung mau berbicara apa, hanya itu yang akhirnya keluar dari mulutnya.

Rinjani mengangguk. "Dia teman sekelas. Sebelum terkenal seperti sekarang, kami teman dekat."

"Siapa dia, Ran?" Danisha tampak tak bisa menahan diri untuk mengetahui siapa gadis itu. Sepertinya dia pernah melihat gadis itu sebelumnya.

"Dia ... Rinjani. Calon istriku."

Danisha menutup mulutnya tak percaya. Kedua teman Rinjani juga tampak terkejut, sedangkan Rinjani menatap tajam seolah memprotes pengakuan Gibran.

"Saya bukan siapa-siapanya, Mba. Maaf kami duluan." Rinjani setengah menyeret tangan Ratih dan Andin untuk menjauh.

"Siapa cowok tadi, Rin?" tanya gadis berambut sebahu itu bingung.

"Nanti di mobil saja ceritanya."

Mereka bertiga buru-buru masuk mobil. Ratih menstarter mobil dan melajukan kendaraannya.

"Bener kamu calon istrinya? Aihh cakep banget sih Rin. Fedi Nuril lewat dah."

"Lagi nyupir gak usah bawel. Lihat jalan baik-baik," sewot Rinjani.

"Kalau gitu, Mas Raihan buat aku ya?" seloroh Andin yang sangat tahu bagaimana Rinjani dulu mengagumi sosok Raihan.

"Udah deh, kegilaan masa lalu ga usah diungkit-ungkit."

Aku Layak Untukmu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang