11

2.9K 186 16
                                    

Dua lembar kertas berisi biodata lengkap Raihan Alfatih masih digenggam erat Rinjani. Sebelum beranjak tidur, berulang-ulang lembaran itu dibacanya.

Informasi pribadinya lumayan lengkap. Pekerjaan, penghasilan, riwayat penyakit yang dimiliki, hobi, yang disukai dan tidak disukai, juga tentang visi misi pernikahan.

Tidak ada cacat pada pria itu, justru itu yang membuat gadis itu gusar. Padahal, beberapa tahun sebelumnya, Raihan adalah orang yang selalu ia tanyakan kepada Mba Rahma.

"Mba, kajian nanti sore Mas Raihan bukan yang ngisi?"

Kalau jawabannya 'iya', dia akan melompat kegirangan dan memastikan berada di barisan depan.

"Bukan, Dek. Tetap bagus kok yang ngisi. Jangan lupa datang, ya!"

"Tapi Mas Raihan ikut jadi peserta kan?"

Selalu seperti itu. Pria itu berwajah lembut dengan senyum sehangat mentari. Tak pernah banyak berkata kecuali hal-hal penting saja. Prilaku dan tutur katanya sangat terjaga.

Kekaguman gadis itu berlipat saat mengetahui hafalan Raihan juga lumayan banyak, 15 juz. Suaranya yang lembut dan merdu saat melantunkan ayat-ayat-Nya, mampu menggetarkan siapapun yang mendengar.

Dulu, diam-diam Rinjani menyimpan asa ingin mendengarkan suara itu dalam shalat malamnya, dan itu untuknya saja.

Sebelum akhirnya, dia menyadari ada yang salah dengan niatnya. Lambat laun perasaannya hanya berbentuk kekaguman saja. Salahkah ia yang berharap pendampingnya kelak bisa seshalih Raihan?

Kepada Mba Rahma, gadis itu meminta waktu untuk mempertimbangkan. Tak sekalipun ia mengira akan mendapat tawaran menikah dari pria yang pernah menjadi seniornya di kampus.

Hatinya gamang memutuskan. Bukankah seharusnya ia gembira? Ada pria shalih yang mengajaknya bersama membangun cinta bernama pernikahan.

Tidak mau terus menerus dalam kebingungan, Rinjani pun memutuskan untuk pergi menuju kamar adiknya.

"Dek, Kakak ikut masuk ya. Mau ikut salat. Di kamar hawanya ga enak."

***

Santri Al-Hikmah mendapat banyak kejutan hari ini. Pesantren mendapat banyak kiriman barang. Sembako, pakaian, makanan ringan, peralatan mandi, Alquran, dan berbagai macam alat tulis.

Mobil-mobil pembawa hadiah itu dipimpin oleh seorang pria bernama Anwar. Ustadz Arman menerima kehadiran pria itu dengan wajah heran.

"Ini semua dari Bapak sendiri?"

"Ini dari bos saya. Saya hanya mengantarkan pesanannya"

Masih dengan keheranannya, sebuah pesan whatsapp masuk melalui gawainya.

'Ustadz, mohon maaf saya pergi tanpa pamit. Anggaplah kiriman dari saya permohonan maaf sekaligus ucapan terima kasih, walaupun yang sudah Ustadz dan Al-Hikmah berikan tidak akan pernah bisa dinilai dengan uang berapapun besarnya.

Saya sudah mentransfer sejumlah uang untuk pesantren. Sepertinya kamar mandi perlu diperbaiki bahkan ditambah lagi. Biar anak-anak tidak terlalu mengantri waktu pagi.

Kalau masih kurang, Ustadz silakan hubungi Pak Anwar.

Doakan saya bisa istiqomah dimana pun berada. Salam untuk semuanya. Insyaallah setelah urusan saya selesai, saya akan kembali menjumpai Ustadz di Al-Hikmah.

Gibran Zain Malik'

Rona wajah Ustadz Arman terlihat bahagia sekaligus terharu, murid kilatnya itu telah menemukan kembali mutiara iman di dalam dadanya. Allah telah memilihnya.

Aku Layak Untukmu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang