10

2.9K 186 10
                                    

Kehadiran pria itu dalam hidupnya memang tiba-tiba. Dia datang lalu pergi sesuka hati. Pertama kali berkunjung hanya karena rencana perjodohan konyol kedua orang tua mereka, tetapi pertemuan pertama kali sebenarnya terjadi beberapa jam sebelumnya.

Seorang pria penuh pesona dengan gadis cantik yang bergelayut manja di lengannya. Ya, Rinjani mengingat jelas laki-laki itu. Ditambah dengan informasi awal tentang pria itu dari Wisnu, kakak iparnya, Rinjani langsung tahu harus bersikap apa. Menolaknya!

Lalu bagaimana akhirnya ia berani menerima keinginan pria itu melamarnya? Hatinya tersentuh dengan kesungguhan dan ketulusan. Siapakah dirinya sehingga berani memvonis baik buruknya seseorang? Bukankah dalam diri setiap orang selalu berada diantara dua sisi, baik dan buruk? Setiap orang memiliki sisi gelapnya sendiri, tetapi jangan pernah lupa bahwa dalam relung hati setiap manusia juga selalu ada setitik cahaya. Cahaya yang dititipkan Pencipta sebagai fitrahnya ketika menjadi manusia.

Ketika cahaya itu ditemukan, dirawat, dan ditumbuhkembangkan, maka akan terang benderanglah hatinya. Sebaliknya, ketika titik kegelapan yang merajai hatinya, yang terjadi adalah tertutuplah segala jalan cahaya yang berusaha menerebos hatinya.

Dan pemuda itu telah berhasil membukakan satu jalan cahaya. Ia sedang berjalan menjemput hidayahnya.

Seperti kisah Abu Thalhah, laki-laki perlente nan kaya raya yang jatuh cinta kepada Ummu Sulaim. Perempuan cantik itu membuatnya patah hati hanya karena kemusyrikannya. Ummu Sulaim tidak tertarik dengan emas dan dinar yang ditawarkannya. Ia hanya menginginkan islam sebagai maharnya. Bersama Ummu Sulaim dan bimbingan langsung Sang Nabi, jadilah Abu Thalhah salah satu sahabat terbaik di zamannya. Pria itu pernah menjadi perisai Rasulullah dalam perang uhud.

***

Rinjani tidak bisa menyembunyikan kesedihan ketika Papah menyampaikan berita pemutusan khitbahnya. Sekuat tenaga gadis itu menahan buliran bening yang sudah menggenang di kelopak matanya.

“Menangislah kalau itu bisa membuatmu lega. Kau tau kenapa umur perempuan lebih panjang daripada kami, kaum pria? Karena perempuan lebih bisa melepaskan kesedihannya dengan air mata.”

Air mata itu pun akhirnya tumpah ruah. Papah memeluk anak gadisnya itu tanpa kata-kata. Gadisnya memang telah dewasa, tapi ia adalah tipe ayah yang merasa bahwa anak-anaknya, setua apapun usianya, di matanya tetaplah hanya seorang anak kecil.

“Papah kemarin mendatangi Malik ke perusahaanya,” ucapnya setelah Rinjani melepaskan pelukannya. “Kata sekretarisnya, Malik sedang berada di Singapura. Dia sakit parah, Nak. Mungkin itulah alasan Gibran memutuskan lamarannya denganmu. Saat ini, prioritasnya adalah kesembuhan ayahnya. Bagaimanapun ayahnya telah menemaninya sepanjang usianya, sedangkan anak Papah yang cantik ini baru kemarin datang memasuki hatinya. Kalau kau pada posisinya, pasti juga akan melakukan hal yang sama kan?”

Itulah yang disukai Rinjani dari Papahnya. Ia benar-benar hadir sebagai seorang ayah untuk anak-anaknya. Kalau semua ayah seperti itu di dunia, mungkin tidak perlu lagi seorang anak perempuan mencari kenyamanan laki-laki lain sekadar untuk menemani masa remajanya. Wajah itu pun terlihat lebih ceria. Ia meminta izin untuk kembali ke kamarnya.

Untuk kali ini Rinjani merasa sangat bodoh. Menangisi pria yang memang belum menjadi haknya. Apa berarti ia mulai menyukai pria menyebalkan itu? Hatinya hanyalah milik dari perempuan biasa. Melihat sikap manis dan perlakuan istimewa yang beberapa kali pria itu lakukan, telah melemahkan sisi hatinya.

Setiap kali pria itu memandangnya lembut, setiap itu pula ia ingin lari. Tidak boleh hatinya jatuh begitu saja. Setiap malam ia adukan itu kepada Rabb-nya. Meminta sebuah kekuatan untuk menjaga hatinya. 

Aku Layak Untukmu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang