Malam yang kelam menyelimuti kota Jakarta. Angin malam terus berhembus dan membuat orang yang terkena nya pasti akan kedinginan. Begitu juga yang dirasakan Adis. Ia harus berjalan dari rumah nya sampai ke rumah jingga, ya meskipun tidak terlalu jauh tapi Adis tetap capek.
Kali ini wajah nya terlihat sangat murung dan kesal. Bagaimana tidak? Abang nya Satya tidak mau mengantarkan Adis ke rumah jingga dan malah lebih memilih malam mingguan dinner bersama Fio, kekasihnya. Adis jadi berpikir sebenarnya lebih penting dirinya atau Fio sih!
Tak membutuhkan waktu yang lama, mungkin hanya 5-7 menitan ia sampai ke rumah Jingga. Adis mulai membuka gerbang dan mengetok pintu rumah Jingga yang memang tidak terlalu besar.
Terlihat seorang wanita paruh baya membuka kan pintu, itu adalah Bu Iyem asisten rumah tangga di rumah Jingga.
"eh mbak Adis, masuk dulu mbak" ucap nya yang ramah membuat Adis tersenyum dan sedikit melupakan kekesalan nya.
"iya bi, ngomong-ngomong Jingga mana ya? biasanya kalo aku dateng langsung nyamperin" ucap Adis bertanya dan segera duduk di sofa ruang tamu.
Ia celingukan dan mencari keberadaan Jingga, biasanya jika malam hari ia akan bermain PS di ruang keluarga yang memang letak nya bersebelahan dengan ruang tamu. Namun kali ini Adis tidak melihat nya.
"oh, mas jingga tadi habis pulang sekolah langsung ke kamar terus belum keluar sampe sekarang, mungkin ketiduran mbak. Mau saya panggil kan?" Jelas Bi Iyem.
"gausah bi, biar aku aja yang langsung nyamperin. Oh ya ini kue dari mama soalnya tadi dapet pesenan banyak" Ucap Adis kemudian menyerahkan kue nya dan segera menuju kamar Jingga yang berada di samping dapur. Memang aneh jingga lebih memilih kamar sebelah dapur katanya jika malam-malam kelaparan bisa langsung ke dapur.
Bi Iyem mengangguk dan membawa kue tersebut ke dapur.
Adis menghela nafas nya karena baru kali ini Jingga mengunci pintu kamar nya.
"Ga, Lo ada didalem kan?" Tanya Adis.
"......."
"gue tahu kali kalo lo di dalem, bukain pintu Napa gue capek berdiri" kesal Adis.
"......."
Tiba-tiba Adis mengingat sesuatu, Yap jingga kan masih marah dengan nya. Adis berdecih dalam hati, seperti anak kecil saja. Namun Adis sebenarnya tak mengira kalo jingga akan marah sampai sekarang padahal itu hanya masalah kecil.
"lo masih marah sama gue, ga?" Tanya Adis dari luar kamar Jingga.
Jingga yang ada didalam hanya memandangi foto yang ada di handphone nya. Sosok ayah yang sangat ia rindukan, sosok ayah yang sangat ia sayangi sekarang terbayang di ingatan nya. Ia mengabaikan Adis yang terus saja bicara.
Jingga sekarang benar-benar merasakan kesendirian. Jika biasanya Adis dan Satya akan menemani nya, namun kali ini tidak ada satupun yang ada di samping nya. Jingga tersadar bahwa Adis itu hanya lah sepupunya yang memang tidak berhak untuk ia campuri urusan pribadinya. Jika saja Jingga bisa meminta kepada Tuhan, ia sangat ingin memiliki kakak yang selalu ada untuknya seperti Satya dan Adis.
Jingga masih terus menatap foto Papa nya yang ada di handphone nya. Air matanya mulai menetes. Namun ia berusaha untuk kuat dan menahannya.
Sampai saatnya Adis bisa membuka pintu dan masuk mendapati keadaan jingga yang terlihat kusut dan sembab. Adis bisa masuk kamar Jingga karena ia menggunakan kunci cadangan yang diberi oleh Bi Iyem.
Dengan cepat Adis langsung menghampiri Jingga dan duduk di hadapannya. Adis meraih tangan Jingga dan menggenggam nya, namun dengan cepat Jingga melepaskan tangan Adis. Ini kedua kalinya Adis melihat Jingga menangis. Namun tangisan nya ini tidak sekencang pada saat orang tua nya kecelakaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ADISTYAKSA
Teen Fiction"Gue gak tahu apakah hati gue pernah suka sama orang, dan gue juga ga pernah ngerasain gimana cinta dan dicintai orang lain" "Karena lo gue lupa sama masa lalu yang menyakitkan dan lo juga yang udah ngebuat gue fokus satu titik buat ngejar lo, gue g...