Sekolah baru. Apa kira-kira yang ada dipikiran kalian tentang sekolah baru? Yang pasti teman-teman baru, guru-guru baru, lingkungan belajar baru dan suasana yang baru juga pastinya. Benar-benar kegiatan yang melelahkan sekaligus mengasyikkan.
Tapi rasanya semua itu sama sekali tidak berlaku bagi Ayla.
Kepindahannya ke sekolah baru baginya hanyalah pelarian. Bentuk pelarian dari masalah di sekolah lamanya. Hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang.
“Ayo, Ay. Gue tunjukkin dimana kelas lo.” Nadia menggandeng tangan Ayla menuju ruangan yang ia maksud.
“Tapi kita gak ketemu sama kepsek dulu?”
“Udah, gak perlu. Om Brata udah ngurus semuanya, termasuk administrasi, kelas, kegiatan ekstra sama jam tambahan. Pokoknya lo tinggal terima beres aja?”
Ayla langsung mengukuhkan langkahnya. Kegiatan ekstra dan jam tambahan sudah diatur? Yang benar saja? Ini akan jauh lebih mengekang dibanding di sekolah lamanya.
Rasanya cewek itu ingin kabur saat itu juga.
“Belain aja terus, Ma, anak ini. bisa ngelunjak lama-lama kalau begini.”
Ucap seorang pria paruh baya yang entah sejak kapan sudah berada di pintu utama. “Darimana kamu? Jam segini baru pulang.”
Ayla meremas jarinya sambil terus menunduk. Ia sudah ketakutan sendiri mendengar suara Papanya.
“Mas, jangan terlalu keras sama Ayla.” Bela Mama Siska.
“Kalau Papa tanya, dijawab!”
“Itu, Pa. Habis dari tempat les, Ayla mampir dulu ke toko buku.” Jawab cewek itu gugup. “Beneran, Pa. Ayla gak bohong.”
Semoga saja Papanya kali ini mau menerima penjelasannya dan tidak memperpanjang urusan.
“Surat rekomendasi kamu sudah siap?” Tanya Papa Brata.
Cewek itu sontak mendongak. “Surat rekomendasi, Pa?” Tanyanya memastikan. Ia masih tidak percaya kalau Papanya benar-benar akan memidahkan sekolahnya. “Tapi kenapa, Pa? Ayla udah nyaman di sekolah lama Ayla.”
“Pokoknya kamu harus nurut sama keputusan Papa. Papa sudah pilihkan sekolah yang terbaik buat kamu. Supaya kamu bisa belajar dengan serius dan gak buat ulah lagi.”
“Tapi, Pa...”
“Keputusan Papa sudah bulat. Titik.” Tegas Papa Brata. “Sekarang kamu masuk kamar.”
“Eh, kenapa malah berhenti? Ayo buruan. Udah mau bel.” Ucap Nadia. “Lo tenang aja. disini anak-anaknya baik semua kok. Gue jamin, lo pasti betah sekolah sini.”
Ayla mengangguk, menurut pada Nadia. Mungkin ini tidak akan terlalu buruk, setidaknya ada Nadia, teman masa kecilnya, disini. Jadi sedikit banyak, ia bisa curhat padanya.
“Aduh, Pak Zacky udah dateng.” Nadia mulai gelagapan, ia buru-buru menemui Pak Zacky sebelum memasuki kelas.
“Permisi, Pak.” Sapa Nadia.
“Iya, kamu kelas ini kan? Kenapa belum masuk?”
“Um, gini, Pak. Saya diminta untuk mengantarkan murid baru ke kelas ini. namanya Ayla, Pak.” Nadia menunjuk orang yang ia maksud.
Pak Zacky mengangguk takzim, “Ya sudah. Nadia, kamu masuk ke kelas dulu.” Pak Zacky menoleh ke arah Ayla. “Dan kamu Ayla, ikut saya.”
“Baik, Pak.” Ayla mengangguk, lalu mengekor di belakang Pak Zacky.
Sementara kondisi kelas yang semula rusuh, mendadak berubah senyap setelah Pak Zacky datang bersama dengan murid baru.
“Selamat pagi anak-anak.” Sapa hangat Pak Zacky.
“Pagi, Pak.”
Seperti biasa. Setiap ada siswa baru, pasti akan diminta untuk memperkenalkan diri di depan kelas. Begitupun dengan Ayla. Cewek itu cukup tanggap, ia langsung mengerti maksud begitu Pak Zacky memberinya isyarat.
Ayla tersenyum singkat sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas, “Perkenalkan nama saya Ayla Nadira. Kalian bisa panggil saya Ayla. Saya pindahan dari SMA Pelita. Salam kenal semuanya.”
“Salam kenal.” Seru siswa-siswi itu bersamaan.
“Cantik ya anaknya, secantik namanya.”
“Ini sih gak terima cantik. Cantik banget malahan.”
“Kayak bidadari.”
“Selendangnya ilang dimana, Neng? Ntar Abang bantu nyariin.”
“Ayla udah punya pacar belum?”
Cewek itu tertawa tertahan, geli sendiri mendengar celotehan-celotehan teman-teman barunya.
“Sudah, sudah.” Tenang Pak Zacky. “Kalian bisa lanjut berkenalan saat jam istirahat. Sekarang kamu bisa duduk di kursi yang kosong.”
Ayla mengangguk. Ia kemudian berjalan menuju kursi kosong nomor tiga bagian tengah, bersebelahan dengan Nadia.
“Sekarang kita lanjutkan pelajaran yang kemarin.” Pak Zacky membuka kegiatan belajar-mengajar.
***
“Buruan, Ay.”
“Eh, tunggu dulu bentar.” Ayla buru-buru merapikan alat tulisnya di atas meja. Bel istirahat baru saja berbunyi, dan suasana kelas juga masih ramai.
“Ayo cepetan. Keburu bel lagi.” Nadia langsung menyambar tangan Ayla, buru-buru mengajaknya pergi.
“Emang mau kemana sih?”
“Keliling sekolah.” Jawab Nadia. “Gue mau ngajak lo lihat-lihat sekolah ini. Biar nanti gak nyasar-nyasar lagi.”
Ayla mendengus, tentu saja Nadia akan melakukan itu. Ini hari pertamanya sekolah dan Nadia sangat antusias karena bisa satu sekolah lagi dengan teman lamanya.
Nadia mengajak Ayla berkeliling sambil menjelaskan tempat-tempat apa saja itu dan apa kegunaannya. Mulai dari gedung kelas, laboratorium, perpustakaan,kantin, ruang TU, ruang kepala sekolah, gedung olahraga sampai tempat pelatihan ekstra.
“Trus yang ini tempat...”
“Tunggu dulu, Nad.” Ayla menghentikan penjelasan Nadia, “Kamu denger sesuatu gak?”
Nadia mengerutkan kening, “Enggak tuh. Gue gak denger.”
“Ih, masa kamu gak denger sih.” Ayla mencondongkan telinganya ke arah yang ia duga sebagai sumber suara. “Kayak ada yang nyanyi sama main gitar. Dari arah sana.” Ia menunjuk sebuah ruangan paling ujung di deret gedung pelatihan ekstra yang tampak kumuh dan tak terawat.
“Nyanyi? Main gitar?” Nadia tampak berpikir. Ia baru menyadari sesuatu.
“Ayla! Tunggu! Jangan kesana!”
Terlambat. Ayla sudah sampai di ambang pintu dan hendak membukanya.
“Aduh, bisa panjang urusannya kalo gini.” Gumam Nadia.
Cklekk...
Pintu ruangan tersebut dibuka. Yang otomatis membuat cowok itu menghentikan permainan gitarnya dan mendongak.
Matanya membulat sempurna,
“Ayla,,,”
“Kamu kan-”
KAMU SEDANG MEMBACA
AILYRA [Sudah Terbit]
Teen FictionLari bukanlah cara yang dewasa untuk menghadapi masalah. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru membuat masalah semakin gemas memburumu. Namun, Memangnya siapa yang sanggup bertahan ketika masalah tiada henti mendatangi? Bukankah lebih baik pergi...