Sudah menjadi kebiasaan Ayla untuk berhenti sejenak di depan ruang latihan musik. Sekedar untuk melihat-lihat cowok itu berlatih. Entah kenapa, ia masih saja datang meskipun berulang kali Nadia dan Jessy melarangnya kesana.
Dan bukan hanya sekali dua kali ada yang memergokinya, bahkan ada yang sampai memarahinya habis-habisan. Tapi itu sama sekali tidak membuatnya jerah. Cewek itu tetap datang kesana, lagi dan lagi. Ia terlanjur jatuh hati pada permainan gitar cowok itu, juga suara serak basahnya. Semua itu benar-benar menciptakan ketergantungan baginya, seperti halnya heroin.
Meski pun sebenarnya ada hal lain...
"Masih kesini aja?"
Suara cowok itu langsung membuat Ayla tersentak. Ia kemudian menoleh perlahan, sambil tetap meringis lebar memamerkan deretan gigi putihnya.
"Eh, Kak Gerry, udah lama disini?"
Gerry menghela nalas berat. "Harus berapa kali gue bilang, jangan lihatin Ydhis kalo lagi latihan. Dia gak bakal suka itu."
"Itu kan kalo Kak Yudhis tau. Kalo enggak, gak apa-apa kan?" Debat Ayla. "Ayolah, Kak. Kak Gerry ganteng deh. Bolehin Ayla disini ya. Ayla janji gak bakalan ganggu."
"Kagak." Putus Gerry. "Mending lo balik deh sekarang."
Cewek itu mencebikkan bibir, "Kak Gerry pelit. Gak jadi ganteng deh kalo gitu."
"Berisik. Bisa diem gak?! Ganggu aja." Ucap seorang cowok yang entah sejak kapan sudah berada di ambang pintu dan menyaksikan adu mulut kedua makhluk itu.
Ayla meringis, "Hehe, maaf, Kak. Tadi itu cuma..."
Cowok itu memajukan wajahnya ke arah Ayla, dengan tatapan tajam menusuk. "Lo punya kuping itu masih dipake apa cuma dibikin pajangan doang?"
"Masih dipake." Ayla mengerjap-ngerjap, ngeri sendiri melihat raut garang cowok itu.
"Lo gak dengerin temen-temen lo ngomong apa?" Ucap Yudhis. "JANGAN GANGGUIN GUE PAS LAGI LATIHAN! Kuping lo emang budeg apa sengaja lo bikin budeg?"
"Kenapa, Kak?" Tanya Ayla polos. "Kenapa gak ada yang boleh lihat? Padahal kan suara sama permainan gitar Kakak bagus banget."
"Kalo gue bilang enggak, ya enggak." Putus cowok itu.
"Kalo iya atau enggak kan pasti ada alasannya." Tatapan Ayla beralih ke mata cowok itu yang semakin menyorot. "Maaf, Kak. Aku udah lancang banget ya?"
Cowok itu langsung membuang muka, menderu napas kasar. "Lo udah gak ada urusan kan disini? Cepetan pergi!"
"I-iya." Cewek itu langsung pergi meninggalkan tempat.
Dari arah belakang, Yudhis merasakan ada yang menepuk pundaknya. "Jangan kasar-kasar sama dia." Ucap orang itu.
***
"Gila, Ay. Lo kesana lagi kemarin?" Pekik Jessy tidak percaya.
Hari masih pagi, dan mata cewek itu juga masih mengantuk. Tapi berita yang barusan didengarnya pagi ini benar-benar membuat matanya langsung terbelalak.
"Seriusan?" Tanya Nadia.
Ayla mengangguk, membenarkan dugaan kedua temannya itu.
"Sumpah. Lo bandel banget sih kalo dibilangin. Udah berapa kali lo kesana?" Kesal Jessy.
"Baru juga dua minggu ini." Jawab Ayla.
"Dua minggu sejak lo masuk sekolah ini." Nadia membenarkan.
"Lo udah ketahuan dan kena marah lebih dari lima kali. Masih belum kapok juga?" Jessy memutar matanya. "Gue heran sama lo. sebenernya apa sih yang lo cari dengan terus dateng kesana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AILYRA [Sudah Terbit]
Fiksi RemajaLari bukanlah cara yang dewasa untuk menghadapi masalah. Alih-alih menyelesaikan masalah, justru membuat masalah semakin gemas memburumu. Namun, Memangnya siapa yang sanggup bertahan ketika masalah tiada henti mendatangi? Bukankah lebih baik pergi...