[12] Melody

1.4K 83 0
                                    

PRAAKK.....

Ayla langsung masuk ke kamarnya begitu mendengar ada yang dibanting.

Tepat saat pintu terbuka,

Matanya terbelalak, ia menadapati biola milik Melody hancur tak berbentuk.

"Papa!" Teriaknya. Cewek itu langsung berlutut, memunguti bagian-bagian biola itu. "Apa yang Papa lakukan?" Tanyanya dengan mata berlinangan.

"Apa yang Papa bilang?!" Bentak Papa Brata.

Cewek itu terdiam.

"Apa yang Papa bilang?!" Ulang pria paruh baya itu. "Jawab! Papa bilang apa sama kamu?!"

"Pa,"

"Gak ada musik! Gak ada gunanya!" Bentak pria paruh baya itu. "Kamu dengar Papa atau tidak?!"

"Tapi kan, Pa...."

"Gak ada tapi-tapian."

Ayla langsung mengumpulkan kepingan-kepingan biola itu, kemudian berlari keluar. Matanya merah sembab, ia berusaha keras untuk menahan agar air matanya tidak sampai jatuh.

"Ayla,"

Langkah cewek itu terhenti karena suara itu. Ia memejamkan matanya kuat-kuat, memaksa air matanya keluar. Baru kemudian menoleh dengan senyum yang dipaksakan.

"Nangis lagi?"

Mendengar itu, tangis Ayla semakin menjadi. Isakannya terdengar cukup kencang dan tubuhnya sudah mulai bergetar.

Cowok itu mendekat, lalu menarik tubuh Ayla dalam dekapannya. Membiarkan cewek itu menumpahkan air mata di pelukannya.

"Ak-aku.... KakYudhis, aku..." Racau cewek itu.

"Ush, ush, ush." Yudhis melepaskan pelukannya, kemudian menangkupkan kedua tangannya pada wajah Ayla. "Jangan nangis lagi ya." Ia mengusap lembut pipi cewek itu.

"Kak, anterin aku ke suatu tempat."

"Boleh." Jawab cowok itu."Tapi sayaratnya lo harus hapus dulu air mata lo."

Ayla langsung mengusap wajahnya dengan tangan kirinya.

Yudhis melirik sejenak kotak yang berada di tangan kanan cewek itu. "Itu apa?"

"Nanti aku jelasin semuanya."Jawab Ayla. "Sekarang kita pergi."

***

Ayla berhenti di dekat salah satu makam yang sudah dirapikan dengan semen. Ia memetik beberapa bunga kamboja yang tumbuh di belakang batu nisan makan tersebut, kemudian menaburkannya.

Sedang Yudhis berdiri tak jauh dari posisinya, menatap dengan bingung. Kalau dilihat dari ukiran nama dan tanggal lahirnya, sepertinya ini adalah makan teman atau saudaranya.

“Hai, Mel.” Sapa Ayla getir. Ia lalu berlutut di sebelah makam itu. “Maaf baru bisa datang sekarang. Akhir-akhir ini aku sibuk banget soalnya.”

Ayla meletakkan kotak yang dipegangnya pada bagian atas makam tersebut. “Maaf banget, Mel. Aku udah rusakin biola kamu.” Cewek itu menyusut hidungnya yang mulai berair. “Serius aku gak sengaja. Beneran.” Ia mengatur napasnya yang sudah mulai naik turun karena tangis. “Tadi biolanya jatuh dan....”

Yudhis berjalan mendekat, lalu berlutut di sebelah Ayla. Tangannya terangkat, melayang cukup lama di udara, ragu untuk sekedar menepuk pelan punggung Ayla yang sudah mulai berguncang. Namun akhirnya ia tetap mendaratkan tangannya pada punggung cewek itu, memberinya usapan lembut. Ia turut merasakan kesedihan cewek itu.

AILYRA [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang