11
S.A.H; Sudahi Atau Halalkan
"Perempuan itu rentan, mudah terluka, kayak kaca, mudah retak. Jadi, jangan coba-coba. Kalau kalian tidak berniat mengikatnya, jangan bermain dengan hatinya. Kalau memang cinta, buktikan dengan pinangan."
🎈🎈🎈
.
Bandung, Januari 2014
Hari itu, Risa menemani Fatimah pulang bahkan menginap di kosannya. Ia tidak tega melihat kondisi Fatimah yang tampak sangat kacau. Usai Fatimah menceritakan kejadian siang tadi, Risa ngamuk-ngamuk dan terus merutuki Fathir.
"Hus! Gak boleh ngumpat," tegur Fatimah saat umpatan-umpatan keluar dari mulut sahabatnya.
"Abis yaa! Apa sih maksudnya tu orang?" Risa mengerang frustasi, tak habis pikir dengan yang Fathir lakukan pada Fatimah. Ia memukul-mukul bantal saking kesalnya. Lalu menghela napas. "Maafin aku ya, Fat ...," Risa terlihat menyesal. Karena dulu dia yang mendorong dan mendukung Fatimah bersama pria itu. Jadi, secara tidak langsung, ia juga ikut andil menjadi penyebab Fatimah sakit hati.
Fatimah segera menggeleng, tahu betul maksud sahabatnya. "Bukan salahmu, Ris."
"Arghh! Coba aja aku tahu bakal kayak gini, aku gak bakal pernah setuju kamu hubungan sama tu cowok! Mending aku comblangin kamu sama Kak Fahmi!" Risa masih bersungut marah.
Fatimah mengerutkan kening. "Kenapa Kak Fahmi?"
"Soalnya dia udah terakreditasi 'A'!"
Fatimah tertawa kecil sambil geleng-geleng, ada-ada saja sahabatnya ini, pikirnya geli. Lalu ia teringat sesuatu yang membuatnya bertanya-tanya.
"Oh ya, Ris. Kenapa kamu bisa tiba-tiba balik ke kampus? Terus, tahu dari mana kalau terjadi sesuatu dan tahu aku sedang di taman?" Fatimah menatap menyelidik, ia benar-benar penasaran. Karena sahabatnya tiba-tiba datang dengan napas terengah. Meninggalkan pacarnya hanya untuk menemuinya. Jujur, ia cukup terharu dengan tingkah Risa hari ini. Jadi ia tidak akan bermuram durja agar sahabatnya tak perlu ikut bersedih.
"Ya tahu doong, Risa gitu! Punya mata batin!"
Fatimah mendengkus, "Nggak percaya. Pasti ada orang yang bilang ke kamu, kan?" tuduhnya menyipit curiga.
Risa gelagapan lalu tertawa sumbang. "Udaah, soal itu mah nggak penting!" tukasnya lalu berdeham. "Yang penting itu..., siapa orang yang ngasih sapu tangan sama sepucuk surat cinta itu?" Risa mengerling jahil.
"Mengalihkan pembicaraan." Fatimah memutar bola mata. "Itu bukan surat cinta, kali Ris!"
"Yaah, apa pun itu. Dia so sweet banget, tahu! Kamu beneran nggak nyadar ada yang naruh itu?"
Fatimah menggeleng. Saat itu ia tidak memperhatikan sekitarnya, ia hanya fokus pada dirinya sendiri. Kalau Risa tidak datang saat itu, pasti ia tidak akan sadar ada sapu tangan dan secarik kertas tergeletak di sampingnya.
Di kertas itu, tertulis sebuah ayat suci yang merupakan janji Allah dalam surah al Insyiraah, ditulis dalam huruf arab yang sangat rapi,"Fainna ma'al 'usri yusraa. Inna ma'al 'usri yusraa." Dan sebuah kalimat "Bersabarlah. Janji Allah itu pasti."
Hati Fatimah bergetar kala itu, betapa ia merasa begitu bodoh dan berdosa. Dibutakan oleh perasaan bertopeng cinta. Lalu, Risa memeluknya meski ia belum tahu apa yang terjadi. Fatimah pun kembali menangis di pelukan sahabatnya. Bukan karena Fathir menyakitinya, tapi karena ia sadar ia lalai selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)
General FictionRasa, memang begitu hebatnya. Cinta, memang begitu dahsyatnya. Bisa menjadikan sumber harapan, atau sumber keputusasaan. Ketika hadir, cinta di atas cinta. Sekeping rasa yang tak seharusnya ada. Sekeping rasa yang ia biarkan tumbuh namun malah meni...