14
Menyimpan Rasa
"Mereka sama-sama menyimpan rasa, untuk seseorang yang berharga bagi mereka. Untuk kemudian hari mereka wujudkan rasa itu."
***
.
Jakarta, Juli 2018
"ALL CREW, HOST, CAMERA, STAND BY, BUMPER IN, IN FIVE, FOUR, THREE, TWO, ONE, APPLAUSEE...!" Suara Fahmi sang floor director menggema seantero studio. Ruangan pun riuh dengan tepuk tangan.
Selain memberikan cue untuk memulai dan mengakhiri acara, seorang floor director juga bertugas mengatur ketertiban studio tempat pengambilan gambar. Bisa dibilang di dalam studio adalah wilayah kekuasaannya. Sebab, jika terjadi sesuatu di luar masalah teknis, para floor director lah yang bertanggung jawab.
Setelah acara usai, Fahmi turun dari panggung utama. Tak lupa sapaan ramahnya pada seluruh crew dan pihak yang terlibat di studio. Selain tampan dan berbakat, ia memang terkenal dengan kesopanan dan keramahannya hingga membuat banyak orang kagum terhadapnya.
Fahmi berjalan menuju seorang pria berkaos hitam yang sedang mengobrol dengan sutradara yang menangani acara tadi. "Fat!" Ia menepuk bahu pria itu hingga menoleh. "Udah selesai?" tanyanya lalu menunjuk arloji di tangan.
Fathir melihat arlojinya sendiri. "Astagfirulloh," gumamnya pelan. Lantas beralih pada pria paruh baya berkepala plontos di hadapannya. "Nanti kita lanjut lagi ya Pak Wis, saya mau duhur dulu," ujarnya.
"Oh, oke kalau begitu," balas Pak Wis.
"Bapak enggak mau ikut?"
"Nanti sajalah, masih lama ke ashar. Hahaha," tawanya lalu melengos pergi. Fahmi dan Fathir hanya geleng-geleng kepala lantas beranjak dari studio.
"Thir! Fathiiirr!" teriakan seorang perempuan menghentikan langkah kedua pemuda tersebut.
Bruk!
Fathir terbelalak, perempuan itu langsung menubruk tubuhnya begitu ia berbalik.
"Gue punya kabar bagus!" seru perempuan itu masih memeluk Fathir erat.
Fathir menarik napas. "Jooo.... lepas, nggak?!"
Perempuan bertubuh mungil itu langsung beringsut menjauh lalu menyatukan telapak tangan di depan wajah sambil menunduk, "Soriiiii..., aku lupa! Serius! Kebablasan! Janji nggak lagii!"
Fathir mendengus keras. Ia tampak kesal. Sementara Fahmi hanya meringis di sampingnya. Dia sudah biasa melihat pemandangan itu. Jovankaㅡsalah satu produser di N TVㅡmemang seringkali memeluk seseorang saat perasaannya sedang melambung tinggi. Ia saja pernahㅡhampirㅡjadi mangsa, untung saja ia gesit menghindar. Sejak saat itu ia selalu jaga jarak dan melihat situasi jika perempuan itu menghampirinya. Tapi pada Fathir, ia benar-benar sering melakukannya.
"Janji, janji, tapi tetap saja diulangi," ketus Fathir.
Fahmi melirik Fathir yang memasang wajah masam. Kentara sekali ia kesal, sejauh ini ia tahu Fathir berusaha menjaga diri; tidak bersentuhan dengan lawan jenis. Ia memang sudah banyak berubah sejak tiga tahun terakhir. Ia pun tidak malu bertanya tentang agama padanya. Ia selalu bilang, ingin menjadi seseorang yang lebih baik. Karena itulah, mereka jadi dekat. Padahal dulu saat kuliah, meski mereka satu fakultasㅡbahkan satu kelas, mereka tidak begitu dekat. Karena kegemaran dan aktivitas yang mereka ikuti sangat bertolak belakang.
![](https://img.wattpad.com/cover/120294384-288-k729606.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)
General FictionRasa, memang begitu hebatnya. Cinta, memang begitu dahsyatnya. Bisa menjadikan sumber harapan, atau sumber keputusasaan. Ketika hadir, cinta di atas cinta. Sekeping rasa yang tak seharusnya ada. Sekeping rasa yang ia biarkan tumbuh namun malah meni...