1
Cinta kah?
"Cinta itu indah, bergairah, walau kadang berdarah."
-Arswendo Atmowiloto-***
Bandung, Desember 2013
Sepeninggal Pak Ali, dosen yang baru saja menjelaskan perihal Hubb dalam ilmu tasawuf, gadis berjilbab biru tua─yang hampir terlihat hitam─itu nampak masih termenung di bangkunya, lalu menelungkupkan kepala di atas meja; menghela napas beberapa kali.
"Fatimah!"
Gadis itu terkesiap saat seseorang menyerukan namanya. Ia sangat hapal suara orang yang memanggilnya itu. Lantang dan agak serak. Ia pun mengangkat kepala dan menoleh pada orang yang memanggilnya.
"Kenapa, sih, Ris...?" tanya Fatimah malas.
"Langsung pulang? Nggak ada kegiatan lagi, kan?" tanya gadis berkerudung pashmina hitam yang ujungnya ia sampirkan di bahu.
"Enggak ada, sih, langsung pulang kayaknya."
"Temenin ke kantin, yuk! Laper...." Risa mulai menarik-narik tangan Fatimah.
"Iya iya, jangan tarik-tarik! Bentar...,"─Fatimah membereskan alat tulis dan memasukannya ke dalam tas─"abis itu kita ke mesjid ya, terus pulang."
Risa hanya mengangguk. Lalu mereka berjalan beriringan menuju kantin. Selama perjalanan, Risa terus memerhatikan sahabatnya yang masih saja ia dapati melamun.
"What happen with you, Beib?" Risa menyenggol lengan Fatimah.
"Apa?" Fatimah menoleh dengan raut tanya.
"Akhir-akhir ini kamu sering ngelamun, tahu gak. Kenapa sih?"
"Ehm ... nothing," jawab Fatimah singkat.
Risa berdesis kesal. "Selaluu aja kayak gitu. Kalo punya masalah tuh ya cerita, bukan dipendem sendiri. Gak capek, apa?"
Fatimah menghela napas. Capek, Ris. Capek banget. Aku juga pengen bisa cerita sama orang lain, tapi, aku selalu nggak bisa. Ke kamu sekalipun. Batinnya.
"Tuh, ya, malah diem lagi deh ni anak."
Tiba-tiba Fatimah menghentikan langkah. Mencekal lengan Risa agar ia ikut berhenti.
"Ada apa?" tanya Risa heran.
"Ehm ... itu, aku nggak jadi ke kantin, ya. Sorry banget. Mau langsung ke mesjid aja. Aku duluan. Bye!" Fatimah berlalu begitu saja, mengabaikan Risa yang memanggilnya. Ia menoleh sekali lagi hanya untuk memastikan kalau orang itu tidak melihatnya.
Fatimah memelankan langkah ketika dikiranya sudah cukup jauh dari tempat ia melihatnya tadi. Ia menghela napas panjang, mengatur pernapasan agar kembali normal. Hingga seseorang menepuk pundaknya. Refleks, Fatimah menoleh terkejut dan lega saat tahu bahwa orang tersebut adalah sahabatnya.
"Ahh ... kamu Ris, bikin kaget aja." Fatimah begitu lega. "Kok malah nyusul aku? Katanya laper."
Risa mengatur napas sejenak. "Aku nggak mau kalo sendirian. Lagian kamu kenapa tiba-tiba lari gitu? Ngelihat hantu, heh?" tanya Risa memberinya tatapan curiga.
"Gak papa kok," jawab Fatimah melengos menuju masjid, mendahului sahabatnya yang hanya bisa berdecak sebal.
"Tungguin dong Faaaat, ih!"
Sesampainya di masjid kampus, Fatimah langsung menuju tempat wudu wanita diikuti Risa. Mengambil wudu meskipun waktu dzuhur masih lima belas menit lagi. Mereka segera naik ke lantai dua mesjid─tempat khusus untuk perempuan. Ada beberapa orang yang berada di sana, sengaja beriktikaf atau hanya untuk duduk-duduk tanpa maksud.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)
General FictionRasa, memang begitu hebatnya. Cinta, memang begitu dahsyatnya. Bisa menjadikan sumber harapan, atau sumber keputusasaan. Ketika hadir, cinta di atas cinta. Sekeping rasa yang tak seharusnya ada. Sekeping rasa yang ia biarkan tumbuh namun malah meni...