13. Akhir yang Bukan Akhir

465 48 44
                                    

13

Akhir yang Bukan Akhir

Hargai setiap pertemuan, setiap kehadiran, karena kita tidak pernah tahu seberapa berharganya sesuatu hal sampai kita kehilangannya.

***

.

Bandung, September 2014

Suasana kampus UNINUS hari ini tampak lebih hidup. Senyum, tawa, tangis haru, aroma kebahagiaan pun tercium mendominasi. Hari ini adalah wisuda bagi mahasiswa akhir yang telah menyelesaikan pendidikannya. Kerabat dan keluarga pun hadir sebagai dukungan.

Fatimah tersenyum melihat pemandangan di depannya. Suatu saat nanti, ia juga akan seperti mereka. Lantas, matanya memindai; mencari sosok yang hampir satu tahun ini tidak pernah ia lihat. Setelah malam itu ... orang itu seperti menghilang dari kehidupannya.

Hingga ia pun menemukannya. Pria itu sedang bersama teman-temannya, tertawa dan bersenda gurau. Dia baik-baik saja ....

Fatimah menyentuh dadanya, ada rasa asing yang hadir di bagian sensitif tubuhnya. Ia merasa ... merindukannya.

Lalu ia memejamkan mata, tidak, bukan itu. Ia hanya merasa harus menyelesaikan apa yang seharusnya ia lakukan sejak dulu.

Aku harus menemuinya, sekarang atau tidak sama sekali.

Fatimah memantapkan hati, tapi saat kakinya hendak melangkah, seseorang memanggilnya. Ia menoleh dan mendapati Risa berlari ke arahnya.

"Kamu dateng?" ujar Risa antusias begitu sampai di hadapan Fatimah.

"Iya."

"Aku kira kamu gak bakal dateng, soalnya kamu kan gak suka keramaian gini."

Fatimah hanya tersenyum. Ya, ia tidak berniat datang, pada awalnya. Tapi ia ingin bertemu dengan orang itu, untuk menyelesaikan urusannya.

"Ayo ikut aku!" Risa tiba-tiba menarik tangan Fatimah.

Fatimah kebingungan, ia melirik ke arah orang itu sejenak dengan tubuh yang terus mengikuti langkah sahabatnya. Sepertinya pertemuan mereka harus tertunda. Fatimah tidak bisa menolak ajakan Risa, karena jika menolak ia harus menjelaskan alasannya. Dan ia tidak menginginkan hal itu.

Tanpa Fatimah tahu, pria itu melihat ke arahnya yang berjalan menjauh. Senyumnya pun sirna.

"Mau ke mana sih, Ris? Lepasin ah, gak usah tarik-tarik! Risa ...."

"Biar kamu gak kabur!" ujar Risa tanpa memberi tahu Fatimah ke mana mereka menuju.

Seelah melewati beberapa orang, akhirnya Fatimah tahu ke mana Risa membawanya. Ia melihat pria berkacamata yang memegang toga, tubuh jangkungnya yang berbalut baju wisuda tampak gagah.

"Duh, Ris ... ngapain kamu ajak aku ke Kak Fahmi? Ada keluarganya tahu, malu ih!"

Mereka berhenti, Risa berdecak. "Kan ada aku! Tadi Fahmi nanyain. Udah tenang aja, mereka baik kok," ujar Risa seolah mengenal baik mereka. Dan apa itu tadi, Fahmi? Fatimah tak lagi bersuara sebab mereka sudah sampai di hadapan keluarga Fahmi.

Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang