4
Ujian Hidup
"Kalau setiap cerita hidup kita indah, hati ini tidak akan pernah mengenal dekat dengan yang namanya sabar dan ikhlas."
***
Bandung, Desember 2013"Assalamu'alaikum...," ucap Fatimah dan Risa berbarengan.
Fahmi dan Fathir srempak menoleh, lalu menjawab salam.
"Maaf ganggu, Kak. Ada perlu sebentar," ucap Fatimah pada Fahmi, terang-terangan ia menghindari menatap Fathir.
"Oh, nggak papa. Kenapa Fat?" Fahmi bertanya ramah.
"Ini, tadi Silmi nge-wa aku, nanyain Kak Fahmi hari ini bisa ngisi mentoring bagian ikhwan nggak, katanya Shidiq nggak bisa ngehubungi Kakak."
"Oh iya, astagfirulloh ... hampir lupa. Hape aku lowbat. Bilangin aja insya Allah hari ini bisa."
Fatimah kemudian mengangguk.
"Kamu mau berangkat sekarang?" tanya Fahmi, lalu melihat arlojinya. "Bentar lagi adzan, aku mau sholat jumat dulu di sini. Kamu gimana?"
"Aku juga sholat duhur di sini dulu, baru berangkat," jawab Fatimah. Fahmi pun mengangguk. "Kalau gitu aku duluan Kak, assalamu'alaikum..."
Fatimah pamit undur diri dengan sopan. Baginya, Fahmi sosok yang patut ia hormati juga ia segani. Ia melirik ke arah Fathir, mengangguk sekadarnya. Kemudian pergi dengan perasaan berkecamuk dan lega karena Fathir tak berulah seperti biasanya.
"Kenapa kamu?" tanya Risa.
"Huh?"
"Menghela napas kayak gitu, kayak abis ngapain aja."
Fatimah tersenyum kikuk. "Nggak papa,"
"Nervous ya ngobrol sama Kak Fahmi ...," goda Risa.
"Apaan sih, enggak kali ... biasa aja." Fatimah mengelak, karena yang membuatnya nervous memang bukan Fahmi, melainkan pria di sampingnya. Entah untuk alasan apa, ia merasa bersalah pada pria itu. Mungkin karena kejadian sebelumnya. Fatimah kembali menghela napas, seharusnya tadi ia tidak se-over itu.
"Kamu langsung pulang, Ris?"
"Iya," Risa mengangguk.
"Ya udah kalo gitu. Aku ke mesjid duluan. Hati-hati ya."
Risa tersenyum sambil mengacungkan jempol kemudian beruluk salam dan pergi.
***
Usai sholat dhuhur, Fatimah mendapati Fahmi masih bersama dengan Fathir di halaman masjid kampus, nampak masih mengobrol entah tentang apa. Fatimah tidak ingin tahu, jadi ia bermaksud melewati mereka tanpa menyapa. Namun panggilan Fahmi menghentikan langkahnya.
"Kamu ke Aliyah naik apa?"
"Naik angkot aja, Kak. Seperti biasa," jawab Fatimah sekadarnya.
"Kenapa nggak bareng aja? Lu bonceng, Mi," celetuk Fathir yang juga masih berada di sana. Membuat Fatimah dan Fahmi menoleh padanya.
"Ah ... iya iya, bukan mahrom," tukasnya sebelum dua orang di depannya angkat bicara.
Fatimah mencoba abai. "Ya sudah Kak, aku duluan," pamitnya pada Fahmi.
![](https://img.wattpad.com/cover/120294384-288-k729606.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)
Ficción GeneralRasa, memang begitu hebatnya. Cinta, memang begitu dahsyatnya. Bisa menjadikan sumber harapan, atau sumber keputusasaan. Ketika hadir, cinta di atas cinta. Sekeping rasa yang tak seharusnya ada. Sekeping rasa yang ia biarkan tumbuh namun malah meni...