18
Harapan yang PupusTerima kasih telah hadir dalam hidupku. Mungkin inilah takdirku, meretas kerinduanku terhadapmu yang tidak mungkin terjadi.
***
Jakarta, September 2018
Satu bulan mempersiapkan pernikahan memang cukup menyita waktu dan energi, tapi sepertinya semuanya berjalan lancar. Satu minggu sebelum pernikahan, undangan sudah siap disebarkan. Fahmi pun mengundang beberapa orang teman kantornya, hanya ada satu orang yang belum ia temui sejak dua hari lalu. Fathir.
Sejak menjadi DOP program Landscape Indonesiaㅡyang diproduseri oleh Joㅡdi Anambas, ia menuai pujian karena membuahkan hasil yang luar biasa; rating yang bagus dan pujian dari penonton tentang pengambilan gambar, jadilah ia dipindah ke program tersebut, yang berarti Fathir akan sering berada di luar studio karena Landscape Indonesia adalah program yang memperlihatkan alam Indonesia. Jelas, Fathir bahagia bukan kepalang, ia jadi bisa ikut menjelajah ke sana ke mari. Jiwa pencinta alamnya tak pernah luntur sedikit pun sejak dulu.
Fahmi memutuskan menelpon sobatnya itu. Setelah deringan ketiga, baru diangkat oleh Fathir.
"Lagi di mana?" tanya Fahmi setelah mereka saling berucap salam.
"Lagi di perjalanan ke studio. Kenapa? Tumben nelpon, kangen gue ya lo?" tanyanya diiringi gelak tawa.
Fahmi hanya mendengus dan tersenyum kecil. "Masih lama? Ada yang mau aku sampein, nanti langsung ke taman, oke?"
"Wah ada apaan nih? Jadi penasaran...."
"Mentang-mentang udah pindah program, jadi jarang ke studio," ledek Fahmi yang hanya dibalas tawa dari Fathir.
"Lima belas menit lagi gue nyampe," ujar Fathir.
Fahmi mengiyakan lalu menutup telepon setelah mendengar Fathir menjawab salamnya.
Mendengar reaksi Fathir, sepertinya orang itu belum mendengar kabar pernikahannya. Baguslah, pikirnya. Ia akan merasa tidak enak jika Fathir harus mendengar dari orang lain. Fahmi menghela napas lalu tertawa kecil, merasa heran sendiri kenapa ia begitu peduli pada perasaan pria itu.
Fahmi menunggu Fathir di taman yang ada di studioㅡyang lebih sering disebut tempat nongkrong bagi anak-anak N TV, tempatnya memang asri dan nyaman buat nongkrong. Di sana terdapat beberapa bangku dari kayu dan pohon-pohon besar yang rindang. Setelah sekitar lima menit menunggu, ia melihat Fathir berjalan menghampirinya. Mereka bertegur sapa sejenak seperti biasa jika bertemu.
"Jadi, ada apaan? Kayaknya penting banget sampe mau ngomong langsung segala," ujar Fathir.
Fahmi tersenyum, "Jangan kaget, ya."
Fathir menaikkan sebelah alis, penasaran. Lalu ia melihat Fahmi menyodorkan sebuah kartu undangan.
"Lo mau nikah, Mi?" seru Fathir heboh dengan mata melotot.
"Iya," jawab Fahmi mengulum senyum.
"Gila! Kok lo gak bilang-bilang gue? Tahu-tahu nyebar undangan. Curang ah, lo!" protes Fathir lalu menerima undangan dan semakin terkejut melihat nama yang tertera di kartu undangan. Fahmi Ahza Pradipta dan Fatimah Jauza Syafa. Ia hanya mengenal satu nama perempuan itu. Nama yang selalu tersimpan rapi di dalam hatinya.
"Fatimah yang gue kenal? Anak PAI di UNINUS?" tanya Fathir memastikan.
Fahmi mengangguk. Matanya tak lepas dari wajah Fathir. Mengamati ekspresi pria itu dari matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekeping Rasa di Balik Luka (ON HOLD)
General FictionRasa, memang begitu hebatnya. Cinta, memang begitu dahsyatnya. Bisa menjadikan sumber harapan, atau sumber keputusasaan. Ketika hadir, cinta di atas cinta. Sekeping rasa yang tak seharusnya ada. Sekeping rasa yang ia biarkan tumbuh namun malah meni...