Bagian 4 : Patah Hati

115 8 0
                                    

Bagian 4 : Patah Hati

Sekitar pukul 12 siang, sahabat karibku mengirimkan sebuah pesan singkat yang membuatku bingung.

Tulisnya begini, "Beri aku nasihat."

Sungguh jelas pesan singkat itu, membuatku bingung, ku jawab begini, "Ada apa? Kenapa tiba-tiba meminta nasihat?"

Selang beberapa waktu, ia menjawab, "Aku putus dengannya. Dia sudah dengan yang lain."

Sejenak aku terdiam, tangan terasa kaku dan aku juga bingung ingin membalas apa. Karena aku tahu ujung dari semuanya akan seperti ini. Sungguh aku tidak pernah melarang sahabatku itu menjalin kasih. Namun jika akhirnya seperti ini, lebih baik dari dulu aku melarangnya.

Tanganku mulai mengetik balasan untuknya. Tapi ku urungkan sejenak saat pesan baru darinya kembali masuk.

Tulisnya begini, "Hadirkah nanti malam?"

Selang beberapa detik pesan baru masuk, "Aku ingin jauh sejauh-jauhnya dari dia."

Lagi, pesan kembali masuk, "Tapi aku sudah berjanji padamu akan hadir malam ini."

Setelah dia berhenti mengirim pesan, ku balas pesan itu, "Melupakan seseorang itu sulit, bukan? Kalau memang tidak bisa hadir, aku tidak masalah."

Dia membalas, "Tapi aku sudah berjanji padamu."

Aku tersenyum melihat balasan darinya, kemudian ku jawab pesannya, "Tidak masalah. Perbaikilah hatimu dulu, kalau hatimu sudah membaik kita bisa hadir bersama-sama lagi."

"Saranku, putus memang putus. Namun kewajiban tetap kewajiban, jangan hanya karena kamu putus dengannya. Kamu melupakan kewajibanmu."

"Jadi perempuan itu harus kuat."

Setelah membaca pesanku, ia membalas, "Yasudah, aku kerja dulu. Tidak penting membahas dirinya lagi."

Ku balas pesan singkat untuk menyemangatinya, "Aku hadir malam ini. Doamu tertitipkan, semoga selalu bahagia."

Sekitar jam 13.00 WIB lebih lima menit ia membalas pesanku. Tulisnya begini, "Aku juga hadir."

Dan malam ini kita bertemu. Ia terasa meratapi semuanya, ia bersedih hati. Entahlah, mungkin hanya Allah yang tahu sedalam apa luka yang telah lelaki itu buat.

Aku tahu, sakit itu pasti.

Acara demi acara di mulai. Namun tiba-tiba ia bercerita, begini katanya, "Aku tidak mengerti dengannya. Kurang apa aku untuknya? Dia dengan tega menduakanku dengan yang lain."

Ia menjeda menatap lurus kedepan, kemuadian ia lanjut berkata, "Jika dia bosan, bisa dia bicarakan padaku. Namun dia lebih memilih menjalin hubungan baru disaat dia masih menjadi kasihku... Ternyata sesakit ini, menjadi yang pertama dan diduakan dengan yang lain."

Sesekali ia terkekeh dan berkata lagi, "Terserah dia! Mungkin memang dia tidak butuh perempuan sepertiku, mungkin perempuan seperti itu yang dia butuhkan."

Aku tersenyum kilas dan hanya mampu berkata, "Sudah, lupakanlah dia. Senyum ayo!"

Ia tersenyum kilas. Dan akhirnya kami tertawa bersama.

Tertanda, S I N T A🌙
09 Oktober 2019

Cerita WanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang