[16]

186 10 0
                                    

Ah benar-benar hari Minggu yang membosankan!
Bangun tidur, cek handphone, Senja belum membalas pesan terakhir ku, ya biasa, belum bangun.

Menyapu rumah, ngepel, disuruh ke warung, duduk, tiduran, nonton tv, duduk lagi, tiduran lagi. Bosan sekali!!!

"Mah Della ke emak,"
"Ngeladog aja kerjaan lu!"

Ngeladog itu artinya main teman-teman, aku juga kurang tau itu sebenarnya bahasa mana, Sunda?Jawa?kampung?ah gatau deh, intinya, aku sering denger dan pake kata itu, hehehe..

"Bosen, udah bebenah juga lagian."
"Terah lu!"
"Boleh engga?"
"Iya."

Iya aku belum mandi, gapapalah, Deket ko, keluar dari gang juga itu rumah nenekku, gak ada mau ketemu Senja juga, untuk apa mandi?sayang air. Hehehe

🍁

Aku menelfon Mira, menyuruhnya kerumah nenek, ya memang, aku dan Mira dekat sekali, sedari kecil sudah bersama.

Bahkan, kalau ingat masa kecil, kalau sedang mengenang masa kecil, aku dan Mira sering kali tertawa sampai terbahak-bahak, sampai-sampai perut sakit karena terlalu lama tertawa.

Seperti kejadian dulu, ayah ku memang gemar sekali memancing ikan, waktu itu aku dan Mira masih SD, tapi lupa kelas berapa, aku ikut memancing ke Empang yang dekat Setu, iya, Setu yang sekarang menjadi saksi bisu kisahku dengan Senja.

Memang dekat dengan jalan besar, tapi bukan jalan raya Bogor, keluar dari jalan ini baru ke jalan raya Bogor, nah, waktu itu aku dan Mira naik ke pohon rambutan yang memang mudah sekali untuk dipanjat, lagipula, Mira memang sedikit tomboy, pohon ceri, pohon mangga juga pernah ia panjat, bahkan pernah jatuh dari pohon ceri yang tinggi dan jatuhnya tepat ke atas kuburan! tidak lama dari kejadian itu Mira sakit, katanya kesambet!

"Mir! Ambilin rambutan yuk?" Ajakku waktu itu,
"Ayok!" Serunya bersemangat

Mira yang naik, aku yang standby dibawah nunggu Mira melempar semua rambutan yang sudah dipetik, dan..... Banyak sekali!

"Mira banyak banget,"
"Gapapa, enak."

Kita memakan rambutan itu, kulitnya masih keras, ya gimana ga keras? rambutan masih hijau sudah dipetik! Iya, rambutan mentah! Saat membuka dari kulitnya memang aku gigit karena susah, dan karena masih mentah jadilah sangat terasa pahit asem-asem gajelas gitu dari getah kulitnya, ide aneh dari kepala seorang Dellamellia cilik pun keluar kala itu, "Mira, gimana kalo kita jual rambutannya?"

Mira mengangguk setuju, kita berjalan kearah jalan dekat Setu tanpa sepengetahuan ayahku yang sedang asyik memancing, kita berdiri di pinggir jalan, dengan panas mentari yang begitu menyengat, sambil berteriak,

"Rambutan rambutan!!!"
"Rambutan rambutan!!!"
Nada nya persis di film Upin Ipin! Kalian mau tau hasilnya?sampai sore tidak ada yang mau membeli dagangan kita, iya, rambutan mentah itu tidak ada yang mau membeli, sampai sinar matahari sudah tidak lagi terik, tidak ada satupun makhluk bumi yang mau membeli rambutan yang kita jual itu.

"Della, pulang aja yuk ah, gada yang beli, kita makan aja rambutannya."
Aku mengangguk lemah, dan berjalan kembali ke Empang dimana ayahku mancing.

Ya, kalau bahas kejadian itu, aku dan Mira tidak kuasa menahan tawa. Bodoh sekali, rambutan mentah dijual, mana ada yang mau membeli?

Kalau aku harus turut menceritakan masa kecilku bersama Mira di sini, ah, mungkin cerita ini bisa ganti judulnya menjadi, masa kecil yang sangat bahagia! Bukan lagi cerita yang menceritakan tentang Senja si manusia yang paling kucinta.

SENJAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang