Kanafe🔪11

15 1 0
                                    

Mereka mengerjapkan mata mereka berkali-kali. Entah takjub atau apa saat melihat beberapa tronton yang terparkir manis di halaman sekolah mereka. Jangan bilang, mereka akan menaiki ini? Cukup mengejutkan.

"Percaya sama gue, ini bakal seru pake banget!" Seru Tamara dengan antusiasnya. Berbeda dengan Tamara, Mikaila justru memasang wajah tak mengenakkannya.

"Seru ndasmu! Ngebayanginnya aja udah mual duluan gue." Kata Mikaila yang langsung direspon dengan cibiran oleh Tamara.

"Hilih! Ngartis amat lo, Mik, biasa naek losbak aja!" Mikaila menjambak rambut Tamara. Tamara yang tak terima langsung menjambak balik rambut Mikaila.

"Ck, bar-bar amat sih lo!"

Tamara tak terima, "Lah lo mulai duluan, bego!"

Cukup sudah. Fela sudah jengah dengan kelakuan para sahabatnya itu. Lebih baik dia berjalan ke arah halaman sekolah untuk mendengarkan pembagian tronton yang akan dibacakan langsung oleh Kak Sankara. Kakak kelas yang berdasarkan rumor yang beredar--tengah dekat dengan sahabatnya sendiri, Mikaila.

Hanya sekadar rumor, karena menurut cerita Mikaila yang ia dengar sendiri, Sankara hanyalah tetangga rumah Mikaila. Sudah lama mereka bertetangga, hanya saja baru mengenal beberapa bulan ini. Dan kata Mikaila, Sankara adalah orang yang menyebalkan.

"Semuanya udah kumpul?" Tanya Sankara dengan menggunakan toa.

"Sudah!" Seru mereka tak kalah kencangnya.

"Oke, gue bacain daftar nama-nama per trontonnya ya."

"Tronton 1 : Jeny, Fela, Mikaila, Zelza, Mona, Tamara, Karel, Kanigara, Jansen, Romy, Ervan, Kafi. Kakak kelasnya : Gue, Arnold, Maura, sama Feny."

"Ah malas gue ikut tour kalo kek gini caranyamah." Sontak, Fela dan Tamara menoleh ke arah Mikaila yang wajahnya sudah semasam itu.

"Napa lo?" Tanya Tamara.

"Ah, pasti gara-gara setronton sama Kak Sana." Tebak Fela. Mendengar hal itu, Mikaila semakin menunjukan raut tak sukanya.

Tamara lantas tertawa, "Udah sih, nikmatin aja. Jodoh kali sama lo!"

"Tau, tetangga masa gitu?" Ledek Fela.

"Sebal aku sama kelyan!" Mikaila segera beranjak dan menaiki tronton. Mengambil tempat paling pojok agar dijauhkan dari Sankara.

"Gemes sendiri gue liat si Mik sama Kak Sana." Oh iya, sekedar informasi, Sana adalah nama panggilan untuk Sankara.

"Gue juga haha. Kalo gue jadi si Mik udah gue terima itu Kak Sana." Fela tertawa geli mendengar ucapan Tamara.

"Tapi Kak Sana nya yang nggak mau sama lo!"

"Sial juga lo, Fel!"

Setelah itu, keduanya sama-sama menaiki tronton yang berada tidak jauh dari mereka berdiri. Sialnya, mereka lah yang terakhir menaiki tronton, dan hanya tersisa dekat pintu masuk. Alamat masuk angin kalau kata Tamara. Dan tentu saja, Tamara akan memaksa siapapun untuk bertukar posisi untung saja Jansen mau bertukar dengannya.

Sedangkan Fela, satu ruang tersisa. Tepat di samping pintu masuk, berhadapan dengan Jansen, dan yang terpenting lagi, laki-laki dingin itu tepat di sampingnya. Ini sih namanya kesempatan emas bagi Fela.

Tapi kali ini ia tidak akan seagresif biasanya, agar laki-laki itu tidak berpindah. Lagipula sepertinya ia tidak sadar, karena wajahnya tertutup oleh kupluk jaketnya dan telinganya tertutup oleh earphone. Fela mengamati figur itu dari samping. Dibalik garis wajahnya yang angkuh, tersimpan kenyamanan tersendiri bagi Fela. Entah kenapa, setiap melihat wajah itu ia merasa aman.

Kanafe [BOOK 3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang