Matanya terbuka perlahan bersamaan dengan rasa pusing yang menjalar di sekitar kepalanya, lehernya bahkan sulit untuk digerakkan. Matanya bergerak menatap sekelilingnya, seorang laki-laki seusianya duduk di kursi yang berada tepat di samping ranjang tempat ia terbaring.
Tangannya menyentuh lengan laki-laki yang tengah tertidur, menepuknya pelan, hingga laki-laki itupun membuka matanya perlahan.
"Gara? Lo udah siuman? Alhamdulillah, akhirnya lo siuman, bentar-bentar, gue panggilin dokter." Laki-laki itu pun bergegas pergi dari ruangan serba putih itu.
Tak lama setelahnya, datanglah laki-laki tadi dengan seorang dokter diikuti beberapa suster.
Pria dengan jas putih kebesarannya itu pun memeriksa keadaan Kanigara.
Setelah selesai dengan pemeriksaan, laki-laki yang tadi pun bertanya, "Gimana, dok, keadaan teman saya?"
"Alhamdulillah, pasien telah melewati masa kritisnya dengan selamat. Sejauh ini keadaannya cukup membaik, hanya tersisa beberapa memar saja. Istirahat beberapa hari lagi dan Inshaa Allah, pasien sudah diperbolehkan pulang." Setelah mendengar hal tersebut, sontak laki-laki itu mengembuskan napas lega.
Sedangkan Kanigara, saat ini laki-laki itu tengah mengingat kejadian penyebab ia terbaring di rumah sakit.
Tiba-tiba saja ia mengingat seseorang, seseorang yang juga jadi korban dalam kejadian itu.
Seseorang yang mengingatkannya pada sosok wanita yang sangat ia cintai.
Seseorang yang membangkitkan ingatan masa lalu yang begitu kelam.
"Lo tau lo udah berapa hari disini?" Tanya laki-laki yang tak lain adalah Chandra, sahabat satu-satunya yang ia punya.
"3 hari. Lumayan kan? Ck ck, untung aja polisi langsung dateng waktu itu." Kanigara tidak mendengarkan ucapan Chandra sedikitpun. Pikirannya fokus pada reka ulang kejadian itu dalam memorinya.
"Ga--"
"Dia dimana?" Tanya Kanigara tiba-tiba, Chandra yang tidak tahu siapa yang dimaksud oleh sahabatnya itupun, mengeryit.
"Dia? Siapa?" Tanya Chandra.
"Fela."
***
Dari balik kaca pintu, ia melihatnya.
Seorang gadis yang tengah terbaring dengan mata terpejam dengan seorang laki-laki di kursi yang berada tepat di samping ranjang. Laki-laki itu terus mengusap kepala gadis itu sembari mengucap kata-kata yang tidak bisa ia dengar.
Ia terus memperhatikannya. Menatap lekat-lekat wajah gadis itu. Hingga tanpa sadar sebuah tangan menepuk pundaknya dari belakang. Ia pun menoleh. Wanita dengan wajah pucat tersenyum padanya.
"Kamu temannya Fela yang juga jadi korban 'kan? Syukurlah kamu udah siuman. Kamu mau jenguk Fela ya?" Tanya wanita itu.
Tanpa sadar ia mengangguk. Hanya mengangguk, tanpa mengucap sepatah katapun. Wanita itu tersenyum lagi, lantas membuka pintu kamar rawat dan mempersilakan laki-laki itu masuk.
"Ayo masuk. Fela pasti senang kalau ada yang jenguk dia." Ucap wanita itu.
Laki-laki itu berjalan mengikuti arah langkah wanita itu.
"Dia siapa, Mi?" Tanya laki-laki yang tadi mengusap kepala gadis itu.
"Teman adik kamu. Kamu pulang gih, Pin. Gantian Mami yang jagain Fela. Nanti malam jemput Papi di bandara." Ucap wanita yang notabene Ibu dari Fela, Adriana.
"Aku nggak mau pulang, nanti ke bandara dari sini aja, terus balik lagi ke sini."
"Calvin, jangan bantah!" Tegasnya. Kalau sudah seperti ini, laki-laki bernama Calvin itupun tidak dapat membantah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kanafe [BOOK 3]
Teen FictionBook 3 of GHS series Bermula dari keinginan Fela untuk mendapatkan Gara kembali, Fela melakukan berbagai cara agar hubungan Gara dengan Athena kandas. Gara yang dingin, Fela yang egois, dan Athena yang penuh kelembutan. Entah siapa yang akan mendapa...