Contrary Rear - 20

9.2K 435 37
                                    

Hai guys. Sorry lama.

Udah ada ulangan soalnya.

Banyak kan?

Vomment nya ya guys!

* * *

Hal pertama yang kulakukan saat sampai dirumah adalah berjalan ke kekamar dengan membawa secangkir cokelat panas yang baru saja kubuat. Lalu duduk di dekat jendela kamar dan merenung.

Merenungkan apa yang dikatakan Aidan.

"Tolong kasih gue kesempatan sekali lagi, please."

Kesempatan? Entahlah, aku tidak tau apa aku sanggup memberikannya. Jujur, dalam hati aku ingin sekali memberikannya. Tapi kalau itu membuatku mengambil resiko untuk patah hati dan jatuh sekali lagi, aku mungkin tidak berani mengambilnya.

Kenapa? Karena kalau aku patah hati untuk sekali lagi, aku yakin aku akan sangat hancur.

Otakku jelas menyuruhku untuk tidak bermain - main atau kembali mengambil resiko. Karena ia tau jelas kalau aku tidak akan kuat kalau mengalami hal ini sekali lagi. Tapi hatiku masih saja ingin mencoba lagi walau ia tau aku mungin saja sakit hati lagi.

Aku sendiri jelas tidak berani mengambil resiko. Karena aku tau dengan jelas kemungkinan ku untuk jatuh lebih besar daripada kemungkinan ku untuk bahagia. Apalagi hatiku masih rapuh karena "peristiwa"  yang baru saja kulewati. Tapi aku tidak ingin munafik. Jujur, dalam hati, aku ingin sekali menggantungkan harapan itu pada kemungkinan yang sedikit itu. Rasanya hatiku ingin selalu mencoba selama ia masih bisa mencoba.

Tapi aku tidak sanggup kalau harus sakit hati lagi. Karena aku tau hatiku tidak sekuat itu.

"Liat ke mata gue dan lo akan tau kalau gue jujur, Alice."

Justru karena aku tau matanya hanya akan memancarkan kejujuran, aku tidak berani menatapnya. Aku takut pertahanan tinggi yang sudah kubuat dengan susah payah luluh begitu saja hanya karena melihat matanya.

Mata abunya, yang persis seperti milikku.

Astaga, apakah aku pernah bilang kalau aku sangat menyukai matanya? Mata abu tua yang tajam, yang selalu berbinar cerah saat bersamaku. Kadang dia menatap ku teduh dan kadang, matanya memancarkan kelembutan yang sangat kusukai. Atau kadang, matanya yang menyipit karena curiga akan ulahku.

Saat dia memanggil namaku. Terasa lebih spesial. Nada nya yang melembut. Atau kadang nadanya yang naik berapa oktaf karena memarahi tingkah atau ulah bodohku.

Saat ia tersenyum lebar. Itu membuat ketampanan naik 100 kali lipat. Membuat nya lebih manis. Dan rahangnya yang kokoh membuatnya terlihat maskulin tapi terlihat lembut dengan senyuman yang terpampang jelas diwajahnya.

Apalagi saat ia memelukku. Tangannya yang kokoh memelukku dan aku merasakan kehangatan dan kenyamanan yang sangat dalam. Dan ia mengatakan semua nya akan baik - baik saja. Saat itu aku benar - benar tau, kalau apapun akan baik - baik saja. Selama ada dia.

Oh my god. I miss him so much.

Dan aku juga tidak ingin Aidan bersama orang lain nantinya. Walaupun Aidan berkata padaku kalau ia akan menungguku, tetap saja itu tidak mungkin kan? Memangnya mau berapa lama ia menungguku? Selamanya? Mustahil. Hidupnya pasti berjalan, dan perlahan akan ada yang mengisi hatinya -entah itu Alana sekalipun.

Dan bayangan itu membuat hatiku semakin perih dan sakit karena aku jelas tidak terima gagasan itu. Aku tau aku egois, aku tidak ingin sakit hati tapi aku tidak ingin melepasnya. Egois memang, tapi aku hanya ingin dia yang disisiku. Bukan yang lain.

Contrary RearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang