Prolog

80 9 1
                                    



"Kita putus."

Sean membuka kedua kelopak mata. Berasa mimpi buruk dirinya mengatakan hal laknat itu. Meskipun dia selalu galak bahkan marah-marah pada Elsa atau sekedar cuek pada pacar tidak terbesit dalam pikirannya untuk memutuskan hubungan dengan gadis itu.

Tidak akan pernah dia memutuskan Elsa dengan begitu gampangnya. Terlalu rugi untuk melakukannya.

Kepalanya terasa pening. Ada apa dengan dirinya? Cowok itu menatap sekeliling. Bau obat- obatan mulai terasa dari lubang hidungnya. Cowok itu mengangkat tangan dahinya menyentit kala terdapat selang infus pada pergelangan tangannya. Hal yang mengejutkan pula ketika dia meraba keningnya yang terasa pusing terdapat perban yang membelit disana.

Sean tidak ingat apa yang terjadi pada dirinya.

Suara gesekan pintu membuatnya menoleh. Terdapat Elsa yang menunduk memegang lutut. Sepertinya gadis itu habis berlari kesetanan.

Mendongak gadis itu tersenyum lega. Menghampiri Sean dengan langkah pelan.

"Sean baik-baik aja?"

"Gue kenapa?" Dan Sean malah balik nanya.

"Sean gak ingat?" Sean mengeleng. Elsa semakin Khawatir karena cowok itu tak mengingat kejadian yang menimpanya." Aduh...gimana nih Sean amnesia."

Elsa hampir menangis. Bulir air matanya mulai terjatuh.

Cowok itu berdecak kesal. Elsa selalu cengeng inilah yang tidak di sukai dari seorang Sean.

"Udah.. gak usah nagis. Beri tau gue kenapa? Kalo lo cerita gue pasti ingat."

"Kata Justin, Sean tertabrak tiang."

Hah.

Cowok itu hampir saja ingin tertawa jika tidak ada rasa sakit yang menyerang kepala. Ketabrak tiang? Sungguh kecelakaan yang konyol. Hal itu sama sekali bukan gayanya.

"Pasti ini gara-gara Elsa yang di putusin Sean. Sean jadi kayak gini nyesel trus mau bunuh diri."

Hah.

Sekarang perkataan tadi yang cukup menggemparkan kepalanya. Terasa lebih pening.

Harga dirinya terasa tercabik-cabik. Karena putus Sean nabrak tiang? Gak cool banget.

"Kita putus."Cowok itu mendongkak menatap Elsa yang menganggukkan kepala." Kenapa gue lakuin itu."

"Duh Sean gak inget lagi. Elsa berasa sangat bersalah disini."

"Katakan! Kenapa gue putusin lo!" Kepalanya terasa berdenyut. Cowok itu berusaha mengontrol emosinya.

Elsa menitihkan air mata."Sean gak terima kalau diduain. Trus minta putus. Padahal Elsa belum selesai ngomong Sean langsung pergi." Perlahan tangannya ingin menggapai bahu cowok itu untuk menenangkan tetapi langsung di tepis oleh Sean.

"Gue inget." Cowok itu menatap Elsa tajam. Bagaimana pun dia mulai ingat perlahan memori tak menyenangkan datang menghampiri. Elsa telah melakukan kesalahan fatal, yang menurut Sean ucapan itu pantas untuk di ucapkan.

Bagaimana tidak marah jika sepuluh menit yang lalu tepat di parkiran sekolah Elsa bertanya apakah Sean ingin di jadikan yang kedua. Cowok yang sudah naik pitam itu menuduh Elsa selingkuh dan berakhir dengan keputusan Sean memecat Elsa jadi pacar. Bodoh memang seharusnya cowok itu bertanya lebih lanjut. Elsa kan cuma bertanya? Karena cewek itu terlalu bodoh dalam menjalani suatu hubungan.

"kenapa lo disini! Kita udah putus,  lo masih cinta sama gue?"

"Gak deh Elsa capek." Cewek itu menatap Sean polos kemudian di akhiri senyuman yang mengembang. Sementara cowok itu mengumpat."Elsa kesini karna disuruh Justin. Katanya Sean ngigo nyebut nama Elsa terus. Jadi Elsa khawatir."

"Kita udah putus, ngapain gue mikirin lo, mimpi lo kali." Elak Sean.

Justin sialan. Cowok itu telah membeberkan aibnya. Kenapa juga saat dia pingsan malah nyebut nama Elsa di depanya? Mau ngejek? Awas saja kalau berani. nanti jika di sekolah Sean akan balas dendam pada cowok itu.

"Udah ya... jangan dipikirin." Sean menoleh menatap Elsa yang mulai membuka retsleting tas sekolah. Membawakan sesuatu untuknya." Tada..Elsa nih bawa buah kesukaan Sean. Istirahat dulu aja Sean, buahnya biar Elsa kupasin."

"Pokoknya gue gak pernah ngigo nyebut nama lo. Jangan geer! Justin pandai bohong."

"Iya Sean." Elsa tersenyum manis. Sememtara Sean memalingkan muka, kupingnya mulai memerah."ke-kenapa cuma Apel yang lo bawa."

Cewek itu cemberut. Elsa menggeser kursi dan mulai menempatkannya pada sisi kasur Sean berada." Capek Sean bawaan Elsa berat tumpang tindih sama buku pelajaran. Elsa kesini terburu-buru, Piring sama pisau aja pinjam sama pihak rumah sakit itu aja susah cari suster yang ngurusin."

"Hm." Sean berdehem. Cowok itu mulai memperhatikan Elsa yang mengupas kulit Apel dengan telaten.

Hening.

" Lo masih cinta sama gue."

"Hm." Lengan cewek itu berhenti. Kepalanya mendongak menatap Sean tidak mengerti. Detik berikutnya netrannya berbinar penuh harap."Sean mulai suka sama Elsa."

"Suapin." Elsa menurut. Cewek itu menusuk potongan apel dengan pisau kemudian mengarahkan ke arah cowok itu." Mestinya lo harus bersyukur, ada yang mau sama lo, bebek jelek."

Elsa mengangguk memang benar yang dikatakan Sean dia merasa jelek bahkan gadis itu tak bisa diandalkan. Cewek itu tidak marah justru tersenyum." Sean nyebelin, tapi aku suka."

Masih ada harapan. Ada untungnya pacaran sama cewek polos kayak Elsa.

"Ehem...Jadi kita balikan." Cowok itu melirik ogah pada Elsa.

"Gak."

"Kenapa?"

"Elsa capek Sean." Cewek itu menggeleng gemas.

"Apa yang lo ragukan dari gue?" Cowok itu gemas. Ingin sekali mencubit pipi Elsa sampai memerah." Gue kaya."

"Hm."Elsa mengangguk semangat.

"Ganteng."

"Hm."

"Mobil banyak."

"Iya. Elsa tau."

"Bisa beliin lo boneka."

"Hm."

"Bisa ajak lo keliling sekolah." Sean tidak tau kenapa dirinya mengucapkan ini. Tapi melihat Elsa mengangguk semangat cowok itu tidak lagi mempersalahkan ucapan.

"Ajak lo kencan."

"Iya."

"Beliin lo es krim rasa coklat."

"Hm."

"Nyanyiin lagu tidur buat lo."

"Iya."

"Antar dan jemput lo ke sekolah."

"Iya."

Menyebalkan. Cowok itu benar-benar ingin mencubit pipi Elsa sampai merah dan membuatnya menangis.

"Terus kenapa?" Sean menarik nafas.

"Udah punya pacar lagi."


Bangsat.










My mantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang