2. Keadaan Romeo
"Apakah aku akan membaik jika aku menghilang? Aku takut akan tatapan orang padaku."
To My Youth
Beberapa kali Romeo menatap deretan huruf di depannya lalu mendesah panjang seraya melihat ke atas langit-langit kelas. Sama sekali tidak bisa diandalkan, pikirnya muram. Dia menoleh pada Haris, cowok itu sedang asik main game seperti biasa sedangkan seisi kelas ribut karena guru yang mengajar berhalangan hadir. Berbeda dengan kelas sebelah yang begitu hening, kelasnya para anak pintar, juga kepas Ragil yang sering dibanggakan oleh orangtuanya.
"Ris, bacain yang ini dong ..." Romeo berkata pada Haris seraya menunjuk halaman buku paket yang sedang dia baca.
Haris menutup ponsel lalu mengambil buku di hadapan Romeo. "Tumben lo mau belajar. Ujian masih lama perasaan."
Romeo mendesah panjang. "Nanti malam bakalan ada guru les baru, gue nggak mungkin ngeliatin kebegoan gue di depan dia."
Mata Haris membelalak. "Orangtua lo nyewa guru les lagi buat lo? Beruntung banget jadi lo." Dia terkekeh senang. "Yang sekarang ke berapa kali? Lima? Enam? Ahh, harusnya lo nggak ngeliatin kebegoan lo banget. Seenggaknya, mantan guru les lo nggak akan banyak."
Romeo berdecak kesal. "Mereka pengen gue berprestasi kayak Ragil. Ahh, baca aja gue nggak bisa. Gimana gue bisa ngejar Ragil?"
Kening Haris berkerut dalam. "Bukannya nggak bisa. Cuman lo susah mengenali huruf. Sini, gue bacain. Tapi entar kalau ada waktu luang log in, ya."
Romeo hanya memutar bola mata, dengan tenang dia mendengarkan Haris membaca materi di buku paket. Kali ini Haris tidak main-main seperti biasa, dengan serius dia membaca setiap huruf pelan-pelan agar Romeo mengerti.
"Mau gue rekam? Bu Lilis bilang materi ini bakal dijadiin bahan ujian nanti."
"Kalau nggak ngerepotin lo." Romeo menyengir lebar, sorot matanya terlihat senang.
Haris ikut tersenyum. "Selain ini dan gabung ke klan, sama sekali nggak ngerepotin."
Romeo hanya terkekeh pelan, sekilas dia melihat ke arah board. Langsung berdecak kesal karena di matanya, huruf di board tersebut terlihat acak-acakkan. Dia paling benci membaca.
"Oh iya, lo pihak rumah sakit udah ngehubungi lo belum?" Haris yang saat itu sedang bersiap merekam di ponsel menoleh pada Romeo. "Waktu itu pas lo pingsan, dokter nyaranin buat di tes MRI sama CT scan. Mereka bilang hasilnya dikasih ke lo kalau hasilnya udah keluar."
Kepala Romeo menggeleng. "Nggak ada, gue nggak dapet email atau telepon dari rumah sakit." Kening cowok itu berkerut, dia sama sekali tidak ingat apa yang dikatakan dokter waktu itu, ketika dia sadar, dia langsung pergi dari rumah sakit. Dia juga menganggap Haris lebay karena membawanya ke rumah sakit padahal dia hanya sakit perut biasa.
"Kayaknya lumayan parah sampai harus dites segala."
Haris mengedikan bahu. "Kayaknya emang lumayan."
Sembari menunggu Haris merekam materi, Romeo pergi keluar kelas setelah diperlakukan dengan hormat oleh para cowok yang sedang bercanda di depan pintu. Bagaimana pun juga mereka sangat senang Romeo berada di kelas mereka, bukan karena Romeo pintar seperti Ragil, tapi karena Romeo jago berkelahi sehingga kelas mereka terlindungi. Tidak ada siapa pun yang berani mengusik Romeo, cowok itu menyeramkan kalau lagi marah.
"Oi, mau ke mana? Bu Lilis ngasih tugas, nih." Fitri menengadah menatap Romoe.
Sebelah alis Romeo naik. "Gue mau ke kantin bentaran.""Beli rokok, ya?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'M BROKEN
Teen Fiction"Dia sangat berbeda dengan Ragil. Padahal mereka saudara kembar." "Romeo sama sekali nggak bisa diandalkan. Beda banget sama adik kembarnya." "Ragil itu anak baik-baik, tapi Romeo sebaliknya." Romeo nggak peduli sama orang yang menghinanya asal hidu...