Semua tokoh milik Masashi kishimoto
.
.
.
.Rumah minimalis dua lantai, dengan desain sederhana terlihat begitu indah. Halaman yang dipenuhi oleh bunga dan pepohonan membuat mata tak lelah memandang. Dalam rumah itulah keluarga kecil Nemikaze tinggal selama ini.
Di ruang keluarga rumah itu, semua anggota keluarga tengah berkumpul untuk menghabiskan waktu. Kehadiran anak bungsu yang selama ini tinggal di asrama membuat suasana di rumah itu berubah.
Kesedihan yang selama ini meliputi keluarga Namikaze seolah coba ditutupi. Tapi, bukan Naruto jika tak dapat melihat kejanggalan dari sikap semua kakaknya. Lelucon aneh yang mereka lontarkan cukup untuk membuat Naruto sadar bahwa bukan hanya dirinya yang masih belum rela. Kepergian sahabat pertama menciptakan kekosongan di hati mereka.
Pelan tapi pasti, Minato kembali merasa bersalah. Istrinya, Kushina, tidak hanya menjadi kaa-san bagi anak-anaknya, tapi Kushina juga menjadi sahabat bagi mereka. Sahabat yang tidak akan bisa digantikan oleh Minato. Minato memang bisa menjadi ayah sekaligus ibu, tapi tidak dengan menjadi sahabat.
"Gomen ne."
Sunyi. Tak ada lagi suara setelah kepala rumah tangga Namikaze itu mengeluarkan suara. Kurama, Kyuubi, Shion, dan juga Naruto terdiam sempurna. Tak ada yang mengira kata maaf itu akan keluar dari mulut sang tou-san.
"Ano, tou-san kau baik-baik saja kan?"
Pertanyaan yang di lontarkan oleh Kurama seolah mewakili isi pikiran adik-adiknya.
"Gomen ne, tou-san tidak bisa menjadi sosok kaa-san untuk kalian. Selama ini tou-san kira kalian hanya membutuhkan sosok kaa-san, tapi hari ini tou-san sadar. Kalian membutuhkan sahabat kalian. Gomen ne, tou-san masih belum bisa menjadi sahabat bagi kalian."
Tanpa aba-aba, air mata yang selama ini dibendung tumpah membasahi pipi keempat remaja yang tengah menunduk. Kenangan yang pernah mereka jalani bersama kaa-san terlintas begitu saja. Gambaran hari-hari menyenangkan yang pernah dilalui muncul begitu saja dalam benak mereka.
Dengan serentak mereka berempat langsung memeluk Minato. Tangisan memenuhi ruangan itu. Setelah beberapa saat barulah acara tangisan terhenti. Kurama, Kyuubi, Shion, dan juga Naruto bersimpuh mengelilingi Minato yang duduk diatas kursi.
"Tou-san, mungkin ini sedikit terlambat, tapi maukah tou-san menjadi sahabat Naru?"
"Kyuubi juga."
"Sahabat Shion juga."
"Jangan lupakan aku."
Dalam satu pelukan hangat Minato menarik keempat anaknya. Senyum merekah di wajah mereka semua. Dengan ini mereka berharap kaa-san akan tersenyum melihat kebahagiaan mereka.
'Kushina, lihatlah! Mulai sekarang kau tenang saja, anak-anak kita telah tumbuh dengan baik.'
.
"Kapan kau kembali otouto?"
'Besok.'
"Oke, besok ku jemput di bandara."
'Hn.'
"Ayolah otouto, bisakah kau hilangkan bahasa alienmu."
'Hn.'
"Hah, terserah kau sajalah."
'Pip'
"Aish, anak itu."
Hanya menggeleng, itulah yang dapat dilakukan oleh seorang pemuda dengan tanda lahir seperti keriput di wajahnya. Sikap adiknya yang memang dingin terkadang membuat pemuda itu kehilangan wibawanya.
Uchiha Itachi, pemuda tampan berusia 20 tahun, putra sulung dari Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto.
Diam-diam Itachi merasa senang karena sebentar lagi adiknya akan kembali. Berbagai rencana telah tersusun rapi dalam otaknya. Itachi benar-benar akan menghabiskan waktu bersama sang adik tersayang.
"Selamat datang otouto." Gumam Itachi dengan seringai menyebalkannya.
Ditempat lain pada saat yang sama, seorang pemuda tampan bersurai raven yang tengah mengepak pakaiannya kedalam koper langsung menghentikan kegiatannya. Entah dari mana angin berhembus yang pasti hal itu membuat tengkuknya meremang.
Mencoba untuk mengabaikannya, pemuda tampan itu kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya. Lantunan musik berbunyi dari ponsel pemuda itu mengisi ruangan dengan nuansa hitam yang ditempatinya.
.
"Kyuu."
"Ya Tuhan, Ku-nii kau mengejutkanku."
"Gomen. Apa yang kau lakukan malam-malam di sini?"
Di bawah langit malam yang penuh akan bintang, Kurama dan Kyuubi duduk di taman belakang rumah mereka. Taman yang dulu dirawat oleh kaa-san. Taman yang menjadi tempat mereka bersenang-senang.
"Hm, aku hanya memikirkan Naru."
"Naru?" Sedikit menaikkan salah satu alisnya, Kurama menatap wajah saudari kembarnya yang masih setia menatap bintang di atas.
"Iya, Naru."
"Memang Naru kenapa? Apa dia sakit?"
"Bukan seperti itu Ku-nii. Sejak kaa-san meninggal tiga tahun lalu, Naru tinggal di asrama. Tahun depan ia akan bersekolah di sekolah umum, apa itu tak apa?"
Suara dan tatapan sendu Kyuubi membuat Kurama terdiam. Dia tau, tidak hanya Kyuubi yang memikirkan hal itu, dia pun sama. Mencoba tersenyum Kurama menjawab,
"Ah, jadi itu. Kau tau Kyuubi, banyak hal yang tidak kita ketahui tentang Naru. Tapi aku percaya, Naru akan baik-baik saja. Apa kau lupa, Naru juga seorang Namikaze-Uzumaki. Dia pasti akan baik-baik saja."
"Yakin sekali."
"Tentu saja, dia adikku. Adikku tersayang." Dengan kepercayaan diri tinggi, Kurama membusungkan dadanya mencoba untuk menenangkan saudari kembarnya.
"Jangan lupa nii-san, masih ada Shion."
"Tidak mungkin aku lupa pada adikku."
Tawa halus meluncur dari Kyuubi. Sedikit banyak tawa itu menular pada Kurama. Mereka berdua memanglah sering bertengkar, tapi mereka tetaplah kakak yang sangat menyayangi adik-adiknya.
"Sudah sana masuk."
"Iya-iya. Kau semakin cerewet saja." Setelah mengejek Kurama, Kyuubi langsung beranjak masuk kembali ke dalam rumah.
"Kau tak perlu khawatir Kyuu, aku tak akan membiarkan orang yang menyakiti kalian hidup dengan tenang. Itu janjiku." Janji Kurama pada angin malam yang berhembus menerbangkan surai merahnya.
Tbc..
..
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Niņaivaka
Teen FictionSasufemNaru Ucapan mungkin akan terlupakan seiring dengan berjalannya waktu. Sesuatu yang keluar dari mulut seseorang, terkadang bukanlah sesuatu yang penting untuk di ingat bagi orang lain. Tapi lain halnya dengan setiap langkah yang telah di lalu...