3

293 28 0
                                    

Semua tokoh milik Masashi kishimoto

.
.
.
.

Di depan pintu keluar bandara Narita, seorang pamuda tampan dengan tanda lahir di wajahnya tengah berdiri sambil memainkan ponsel pintar di tangannya. Keadaan di sekelilingnya sama sekali tidak di pedulikan.Wajah tampannya menjadi magnet yang selalu menarik perhatian para hawa, tatapan memuja dari mereka tak membuatnya lantas berbalik.

Menunggu memang bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Sudah hampir 30 menit Itachi menunggu, tapi tanda-tanda kemunculan yang di tunggu belum juga ada. Menahan rasa kesal, Itachi kembali mencoba menghubunginya.

Tepat setelah teleponnya tersambung, Itachi langsung mengatakan tujuannya.

"Otouto, kau dimana?"

"Taxi."

"Apa?"

"Hn."

"Tunggu dulu otouto, maksudmu kau sudah pulang? Kau naik taxi?"

"Hn."

"Yak, kenapa tak kau katakan. Aku menunggu dari tadi dan ka..."

'Pip.'

"Yak. Adik kurang ajar." Suara Itachi yang cukup keras membuat orang-orang yang ada di sekelilingnya, menatapnya aneh.

Kembali memasang wajah datar khas Uchiha, Itachi melangkah meninggalkan bandara. Beberapa ibu yang melihat hal itu langsung menyembunyikan anak mereka seolah Itachi adalah seorang pedofil.

Tanpa henti Itachi terus memaki kelakuan adiknya dalam hati. Rencana demi rencana telah tersusun rapi dalam benaknya. Keinginan untuk membalas kelakuan adiknya menerbitkan senyum menyebalkan di wajah tampan itu.

'Drtt'

Getaran ponsel yang ada di kantong celananya, menyadarkan Itachi dari khayalan yang menerpanya sekalipun sedang menyetir.

"Moshi-moshi."

"Itachi, kau ada waktu?"

"Hm? Apa yang kau inginkan Ku?"

"Aku butuh bantuan, kau bisa?"

"Oke."

"Aku tunggu di pusat belanja. Cepatlah!"

"Hm."

'Pip'

Sekalipun tak mengerti dengan bantuan apa yang di butuhkan, Itachi tak mungkin menolak permintaan dari sahabat kecilnya. Kembali memacu mobilnya, Itachi langsung menuju ke tempat yang katakan oleh Kurama.

.

Melihat jam tangan yang terpakai di pergelangan tangan kirinya, Kurama kembali menatap kesekeliling. Berdiri seorang diri di depan salah satu pusat perbelanjaan membuat Kurama merasa canggung. Walau bukan kali pertama, namun menjadi orang asing bukanlah sesuatu yang bagus.

Saat matanya melihat mobil sport yang sudah tak asing baginya, Kurama langsung menghampiri mobil itu. Dengan cepat di tariknya pemuda tampan yang baru saja menutup pintu mobilnya.

"Oy, Ku. Apa yang kau lakukan?"

"Ck, diam lah Chi!"

"Baiklah, tapi jangan menarikku. Aku bisa jalan sendiri."

Kembali melangkah, Itachi dan Kurama langsung masuk ke dalam pusat perbelanjaan. Dengan cepat Kurama melangkah menuju kearah tujuan utamanya.

"Sebenarnya apa yang kau cari? Tumben kau mau datang ke tempat semacam ini, biasanya juga kau pergi ke pasar."

"Ck, kau mau mengejekku. Kalau bukan karena Shion, mana mau aku ke tempat ini."

"Shion? Memang apa yang di inginkannya?"

Itachi tau, sekesal apapun Kurama pada tempat yang terlampau ramai, Kurama tak akan pernah mengecewakan adik-adiknya. Kuramapun tak akan pernah bisa marah pada adik-adiknya. Benar-benar kakak yang baik.

"Ayo pergi."

Tepukan di pundaknya sukses menyadarkan Itachi dari lamunan singkatnya.

"Eh? Kau sudah membelinya? Kapan?"

"Saat kau sibuk dengan lamunanmu."

"Lalu untuk apa aku disini?"

Tanpa menjawab pertanyaan Itachi, Kurama langsung pergi begitu saja.

"Hah. Untung calon kakak ipar." Itachi terus mengingatkan dirinya untuk tidak menghajar wajah menyebalkan kakak dari cewek pujaannya. Tanpa menunggu sahabatnya menyusul, Kurama pergi begitu saja dengan taxi.

Hal itu membuat Itachi kesal, karena ia harus datang tanpa tujuan dan hanya di jadikan pajangan. Oh ayolah, dia Itachi, Uchiha Itachi, banyak cewek mengantri untuk berdiri di sisinya. Dan sekarang, sahabatnya, Namikaze Kurama membuatnya menjadi pajangan. Menyebalkan.

.


Jari-jari lentik menari dengan lincahnya diatas tuts-tuts piano. Nada-nada indah dan menyayat hati terlantun dari setiap gerak jarinya. Matanya terpejam seolah ikut masuk dalam setiap nada yang di hasilkannya.

"Sampai kapan kau akan menunggu sayang?" Suara lembut yang mengalir selaras dengan nada yang di buatnya.

"Tidak lama lagi. Permainan ini akan segera ku mulai. Kita lihat saja." Suara berat itu berasal dari samping wanita yang masih setia memainkan nada menyayat hati dari pianonya.

Nada-nada itu seolah menggambarkan kesedihan yang akan di alami oleh orang yang akan mengikuti permainan mereka. Gemuruh angin di luar juga seolah ikut menandakan hal yang sama.

Tbc...
.
.
.
.
.

NiņaivakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang