PART 1

11.9K 395 17
                                    


_______

“Lepas cadar kamu! Ini peraturan baru Universitas,  kami tidak bisa menerima mahasiswa bercadar!”

“Maaf Pak, tapi kenapa?”

“Kami ingin berupaya mencegah radikalisme.”

“Cadar tidak radikal, Pak. Bapak tidak bisa menuduh seseorang radikal hanya karena pakaian yang ia kenakan.”

“Ini sudah menjadi keputusan final, maaf Sayyidah kami tidak bisa mempertahankan kamu, jika kamu tetap mengotot. Saat ini hanya kamu satu-satunya mahasiswa yang mengenakan cadar. Saya tidak ingin, yang lain menjadi korban dari gerakan radikal!”

“Tapi … tidak semua kelompok ….”

“Cukup Sayyidah, lepas atau keluar!”

“Maaf Pak, saya tidak bisa!”

“Kalau begitu maaf, kamu tidak bisa melanjutkan studi di kampus kami!”

“Hanya karena ini?! tanpa mempertimbangkan prestasi saya di kampus?”

“Kamu! kami anggap telah melanggar aturan kampus!”

“Saya mohon, tolong pertimbangkan!” Kakinya lemas, Sayyidah tersungkur. Keputusan kampus sangat mengguncang hati juga pikiran. Perjuangan dia untuk menjadi seorang ahli bedah sepertinya akan pupus.

“Tidak bisa, lepas atau keluar!”

“Kalau begitu maaf …,” jawab Sayyidah terisak.

“Saya memilih untuk keluar!” lanjutnya.

Sayyidah Rahma menangis, ia geram. Alasan kampus sungguh tak masuk akal. Bagaimana bisa ia dikeluarkan hanya karena cadar yang ia kenakan. Baginya cadar bukan hanya sebuah pakaian melainkan lebih dari itu. Sayyidah menangis, ia memohon agar pihak kampus mau mempertimbangkan keputusan. Dari jauh lelaki berkacamata, bertubuh tegap layaknya tentara menguping pembicaraan Sayyidah dengan dewan kampus. Di tangan kanan memegang ponsel.

“Wanita lugu itu tak ingin melepas cadarnya.”

“Kampus harus tegas, paksa dia!”

“Dia tetap kekeh!”

“Plan B!”

“Baik.”

Tak lama lelaki itu masuk, suasana ruangan semakin tegang karena perseteruan Sayyidah dengan Dewan Kampus.

“Saya rasa, masalah ini bisa kita pertimbangkan kembali, Pak Atmojo,” ucap lelaki yang dikenal sebagai salah satu dosen baru di kampus kepada pimpinan dewan kampus.

“Sayyidah, adalah mahasiswi saya yang tekun. Jangan karena masalah ini, ia dikeluarkan!” lanjutnya tegas.

“Anda siapa? anda hanya dosen tak tetap. Sebaiknya anda diam!”

“Saya hanya berusaha membela mahasiswi saya,” jawabnya lantang.

Sayyidah menatap pada Eru, dosen baru yang baru saja mengajar di kampusnya. Lelaki itu mati-matian membela hak Sayyidah, Sayyidah terenyuh. Sayyidah  terus menangis, mulutnya begitu berat tak mampu Ia membantu Eru berargument.

“Baiklah! Akan kami pertimbangkan!”

“Alhamdulillah ….” Lega Sayyidah seraya menekan dadanya.

“Bangunlah,” ucap Eru, lelaki dihadapan Sayyidah begitu manis, wajah berbentuk persegi, model rambutnya cepak dan belah pinggir semakin menegaskan bentuk rahang dan garis dahi Eru. Eru terlihat semakin maskulin dengan tubuh tegap yang ditutupi dengan kaos berwarna navy juga jas polos berwarna coklat.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang