Part 11

7.3K 369 48
                                    


#CINTA_DI_LANGIT_ALEPPO
#PART_11
#ABDUL_KHALIK

https://web.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/2221447817917097/

______
Kembali ke kota Blitar, hari ini.

Mobil Eru menepi tak jauh dari pekarangan rumahnya. “Bram!” gumamnya.

“Kenapa?” tanya Sayyidah cemas menatap wajah Eru. Eru diam sepasang netranya terus bergerak.

“Sayyidah … mobil di depan adalah mobil pimpinanku, mungkin ada satu atau dua orang. Mereka biasa datang untuk bermain, bisakah kamu menjaga sikapmu?”

Sayyidah mengangguk paham.

Suara mobil terdengar di pekarangan. Bram dan beberapa rekan terlihat sedang berkunjung di rumah Eru. Eru menarik napas seraya menatap Sayyidah. Wanita itu mengangguk, mengikuti semua aba-aba yang Eru berikan. Ia turun dan menghilangkan setiap peluh agar terlihat sempurna.

Bram terlihat sedang asik berbincang dengan Marta di kursi teras dengan dua orang ajudannya yang sedang menyantap makan siang di dalam. Lelaki bertubuh tegap berkulit gelap itu bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah mobil.

“Komandan!” Senyum Eru merekah seraya mendekat dan menyalami sahabatnya yang juga kakak kelas angkatannya.

Sementara Eru berbincang di depan Sayyidah terdiam di dalam menyiapkan mental dan menata sikap agar Bram tak curiga dengannya.

“Dia ..?” Mata Bram mendelik ke arah kaca mobil melihat seorang wanita yang malu-malu untuk keluar.

Sayyidah menciut ketakutan, kakinya membeku untuk melangkah keluar. Peluh mendadak membanjiri tubuhnya. Eru membuka pintu mobil untuknya, kedua tangan Eru memegang tangan Sayyidah yang terkepal di depan, sepasang netra Eru begitu teduh menatap Sayyidah memberikan sinyal dirinya akan aman bersamanya. “Kamu akan aman bersamaku!” Lelaki itu berkedip pelan seraya tersenyum, lalu mengambil jaket parker yang ia kenakan semalam dan lupa ia pakaikan kembali setelah Sayyidah mencoba gaun baru, wanita itu turun dan refleks Eru memakaikan jaket lalu merangkulnya. Erat tangan Eru menggenggam pundak Sayyidah, rasa aman mendadak hadir di hati.

“Kenalkan Mariam … ini Bram, pimpinan di tempat saya bekerja!”

Sayyidah menyatukan kedua tangan lalu menunduk. Bram menelisik dari atas hingga bawah, bibir  Sayyidah bergetar sementara Eru erat merangkul pundaknya. Bukan Eru namanya jika tidak bisa menaklukkan wanita, mudahnya wanita secantik dan selembut di hadapan  bisa takluk dan mau direngkuh pundaknya. Ya. Pernikahan Eru dan Sayyidah tak satupun yang mengetahui, kebiasaan Eru menyentuh perempuan sudah menjadi rahasia umum. 

“Kamu demam?”

“Oooh …”

“Ya … dia sedikit demam, masuklah Mariam aku akan menyusul,” jawab Eru memotong jawaban Sayyidah yang terlihat gugup.

“Kenapa buru-buru sekali! Bergabunglah dulu bersama kami,” ujar Bram menghentikan langkah Sayyidah.

Eru menyeringai, mengernyitkan dahi melihat sikap Bram yang mulai mencurigakan.

“Tehnya sudah siap …,” teriak Marta seraya meletakkan beberapa cangkir teh dan kue toples yang ia sejajarkan di atas meja makan beralaskan kain berwarna merah gelap dengan vas berisi bunga mawar hidup di atasnya.

Sayyidah diam terus mencekram jemari Eru dan semakin erat Sayyidah menggengam, lidahnya kelu untuk berucap. Napas Sayyidah mulai terasa tak beraturan.

“Aku sudah seperti kakak bagi Eru, Mariam … rasanya tak adil jika kali ini Eru tak mengenalkanmu padaku,” tutur Bram seraya meniup uap panas yang mengepul di atas cangkir.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang