Part 2

7.1K 311 10
                                    

Satu bulan sebelum

Eru terengah, 10 kali teleponnya berdering. Ia bangun dalam keadaan tidak puas, ia regangkan setiap otot di tubuh, kepala ia putar seraya meregangkan jemari dan membunyikannya. Ruangan kamar flat yang ia tempati berukuran 3 x 3 meter terdapat satu kamar mandi di dalam dan dua ranjang tingkat yang terjajar rapi, satu buah jendela menghadap ke selatan.

Eru adalah Brigadir termuda diantara teman-teman sekamarnya, mereka semua sudah menikah. Eru pernah sekali menikah dan hanya dalam waktu satu tahun ia bercerai, Agnes mantan istrinya tak sanggup dengan pekerjaan Eru yang menuntut dirinya untuk setia kepada Negara 24 jam 7 hari, penghasilan yang Eru terima pun tak seberapa hanya sebatas UMR.

Jiwa ksatria yang tumbuh alami dalam diri Eru membuat Eru loyal kepada Negara, Agnes menuntut cerai darinya dan Eru pun menyetujui dengan mudah. Tak mudah bagi Eru mencari wanita yang bisa menerima diri apa adanya, ia hanya seorang petugas Negara yang harus siap kapanpun, dimanapun Negara membutuhkan.

Seharusnya hari ini menjadi hari libur untuk Eru. Namun 10 kali panggilan dari Komisaris Polisi Bram Edi Wijaya cukup menganggunya. Eru bangkit dan bergegas, ia bersihkan diri lalu berpakaian, rambut cepak dan kaos putih ketat juga celana PDL Blackhawk berwarna hijau lumut selalu menjadi pilihan Eru saat ia bertugas. Eru adalah polisi tak berseragam, seragam hanya ia kenakan saat acara atau upacara kehormatan.

Eru berjalan menuju kantor atau beberapa menyebutnya markas.

"Komandan nyari tuh!" sapa teman sejawat. Eru seraya membenahi rambutnya, ia masuk ke dalam ruangan Bram dengan penuh percaya diri. Tubuhnya tegap dan kekar, Eru memberikan hormat pada pimpinan yang sebenarnya usianya pun hampir sama dengannya.

"Duduk!" ucap Bram yang terlihat kesal, karena Eru tak menjawab panggilannya.

"Siap!" jawab Eru.

"Ini!" ucap Bram seraya memberikan sebuah berkas.

"Pelajari!" lanjutnya.

Eru membuka file di dalamnya, kali ini pasti Bram memintanya lagi untuk menjadi intel.

"Apa yang harus saya lakukan?"

"Kamu harus mencari tahu keberadaan Abdul Khalik, kita tidak tahu siapa nama aslinya. Hanya nama itu yang kita dapatkan dari informan, lelaki itu telah merekrut banyak orang untuk bergabung dalam kelompok ISIS. Kami mencurigai Abdul Khalik adalah nama samaran yang ia pakai dan saat ini kami mencurigai satu nama."

"Siapa?"

"Abdi Wiguna, 59 tahun, Sidomulyo, Blitar. Tapi kita belum ada bukti yang mengarah ke sana. Kamu saya tugaskan untuk mencari tahu, siapa Abdi Wiguna ini sebenarnya. Saat ini ia sudah mengumpulkan setidaknya hampir 100 orang dan diantaranya akan berangkat menuju Suriah akhir tahun ini."

"Caranya?"

"Dia memiliki seorang putri, pernah bertugas menjadi dokter umum di Wonocolo Blora dan saat ini sedang menempuh pendidikan lanjutan spesialis bedah di Universitas Airlangga Surabaya semester awal. Kami juga mencurigai bahwa putrinya mendapatkan biaya pendidikan dari luar. Namanya Sayyidah Rahma, kamu bisa masuk lewat dia."

Eru paham, alasan Bram menugaskan dia sekarang. Kedokteran, diantara rekan-rekannya hanya dialah yang pernah lulus dari program pendidikan kedokteran.

"Maksudnya?"

"Sayyidah belum menikah, kamu adalah salah satu anak buah saya yang banyak digemari perempuan. Pikat dia dan buat dia menyukaimu hingga bisa bertemu dengan Ayahnya," ujar Bram seraya memberikan foto Sayyidah.

"Saya tidak mau!" jawab Eru tegas seraya mengembalikan foto Sayyidah.

"Kenapa? bukannya itu keahlianmu!"

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang