Part 14

7.7K 348 22
                                    

#CINTA_DI_LANGIT_ALEPPO
#PART_14
#KETULUSAN_CINTA

https://web.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/2230833343645211/

Suasana hangat Ia rasakan, Mulutnya tak berhenti tersenyum, matanya berbinar karena senang. Ia baru merasakan  menjadi seorang istri seutuhnya setelah sekian lama menikah. Setelah merawat Marta, wanita bertubuh semampai ini merapikan rumah kemudian melanjutkan memasak. Membuat minuman yang terbuat dari jahe bakar, menunggu lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya. Ia sadar bahwa rasa cintanya sudah begitu besar, berbeda dengan perasaannya dengan Amir Hartono.

Berdiri di depan teras seraya mengusap-usap pundaknya yang kini terasa dingin. Udara malam melipir lembut ke pipi hingga membuat kulit dan bibirnya mengering, langit berwarna kebiruan, cahaya bintang berkilauan menyebar seperti cipratan cat putih yang menyebar pada sebuah kanvas berwarna biru gelap. Seraya membaca mushaf dan menunggu.

Marta terbangun, suara wanita yang baru saja ia tahu sudah sah menjadi menantunya begitu merdu terdengar hingga membangkitkan gairah untuk melihat, suaranya bahkan lebih indah dari alunan nyanyian seorang diva terkenal. Wanita paruh baya itu berjalan membuka tudung saji, melihat susunan makanan yang telah dibuat oleh tangan lembut menantunya, dapur rumah terlihat bersih dan rapi.

“Alhamdulillah …,” ucapnya bersyukur. Ia menuang secangkir jahe hangat yang wanita itu letakkan di dalam teko kecil berwarna coklat gelap. Menyeruput dan merasakan hangatnya jahe hingga ke paru.

Tak lelah wanita berhijab itu membaca, putranya belum kunjung kembali. Belum pernah Marta merasa ingin terlibat dalam hubungan putranya. Ia angkat gagang telepon dengan angka  berputar.

“Kamu di mana?”

“Kantor Mah!”

“Berapa lama lagi kamu kembali? Istrimu sejak tadi resah menunggumu di teras, kasihan dia. Menunggu untuk makan malam bersamamu!”

Hening tak terdengar suara dari kejauhan. Lelaki di ujung telepon seperti orang bisu yang tak mampu menjawab pertanyaan Ibunya.

Pukul 11 malam, mobil Mitsubishi pajero tahun 1997 berwarna merah akhirnya kembali. Lelaki yang terbiasa pulang malam itu pun terkejut melihat wajah ayu yang tengah terlelap di kursi teras, sepasang tangan memeluk mushaf berwarna hitam. Berat Eru menelan salivanya melangkah pelan menuju ke arahnya, melihat dengan jelas setiap guratan di wajah. Matanya, hidungnya selalu ia rindukan. Menunggu hingga malam hal yang tak pernah dilakukan istri sebelumnya. Sayyidah. Wanita berparas melayu, cantik adalah bidadari surga yang pantas mendapatkan kekasih yang baik. Kedua ujung mata lelaki itu pun basah, menarik napas panjang ada sebuah rasa yang tak mampu ia ungkapkan.

“Maafkan aku …,” gumamnya tak terasa tetesan air terjatuh dari kedua matanya.

Ia ambil mushaf di tangan meletakkan di saku jaketnya, lalu membopong tubuh istrinya. Memperhatikan wajah wanita di pangkuan lamat-lamat, memuji dalam hati akan kebesaran Allah. Melihat kecantikannya hampir sama  saat pertama kali ia melihat puncak gunung Bromo, bergetar, mengejutkan nadi,tak ingin melepas pandangan meskipun sesaat. Tubuhnya terasa ringan, begitu banyak masalah yang wanita ini hadapi. Terlelap di pangkuan suaminya hingga tak sadar wanita itu sudah terlelap di atas ranjang.

Eru duduk di sebelah ranjang. Memerhatikan wajahnya lamat-lamat, di atas ranjang berukuran 120 cm itu ia ikut merebahkan diri. Melingkarkan lengan di perut istrinya, dan wajah menempel dengan telinga Sayyidah. menahan napas agar wanita di sampingnya tetap terlelap dan terganggu karena keberadaannya.

***
Tubuh terpatri, matanya mengembang merasakan embusan napas yang begitu terasa di telinga kanannya. Tangan suaminya melingkar di perutnya, di ranjang yang semestinya hanya untuk satu orang itu mereka terlelap. Sayyidah tersenyum tipis, kedua pipi merona. Ia pun tak ingin malam ini berakhir begitu saja. Perutnya terasa lapar, semalaman ia menunggu suaminya untuk bisa makan malam bersama. Tak bergerak karena khawatir, lelaki itu tersadar dari lelah. Membiarkan ia terlelap di pelukan hingga suara Adzan bergema.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang