Part 5

5.7K 321 14
                                    

#CINTA_DI_ATAS_LANGIT_ALEPPO
#PART_5

______

Tiada arti hidupku tanpa seorang Amir Hartono, lelaki yang pernah datang meminangku. Dirinya penolong dari jiwa yang lemah, mengangkatku dari lubang kotor menuju kesempurnaan yang indah, aku dulu bukanlah aku. Aku sesat, bagai angin yang tak tentu arah. Hatiku rapuh begitu juga jiwaku hancur. Amir datang bagai penerang untukku, lalu pergi begitu saja membuat kegelapan di hatiku. Cintaku padanya tak akan berpendar, akan tetap sama hingga aku berjumpa dengannya di akhirat. Pergi tak kembali, dirinya bagai merpati yang kehilangan arah. Hanya tersesat tapi pasti kembali.

Hati Eru panas, menderu bagai ombak yang tak kunjung habis. Cemburu. Lelaki ini termenung di ruangan berbeda, membuka barang-barang pribadi milik Sayyidah Rahma dan satu yang membuatnya jengkel adalah surat untuk seorang Amir Hartono yang jelas saat ini keberadaannya tidak diketahui.

Eru  mengamati Sayyidah di kamar kosong berdebu, kedua tangan masih terikat dan bibir Sayyidah basah karena  berdzikir tiada lelah. Hati Eru berkecamuk belum pernah ia merasakan iri teramat dalam pada seorang lelaki. Wanita dihadapan begitu lugu, juga alim. Sayyidah pantas mendapatkan lelaki yang lebih baik dari seorang Amir.

Eru sandarkan tubuhnya pada kursi, lelah. Eru terlelap. Hari semakin larut, suara pintu berdecit menyadarkan Eru dari lelapnya. Ia bangkit, dan regangkan setiap otot yang kaku. Eru keluar dari kamar, pintu rumah terbuka lebar, kamar Sayyidah kosong, ikatan tali tergeletak di lantai. Wanita itu melarikan diri.

Eru terkesiap buru-buru mengejar wanita yang sepertinya belum lama pergi dari rumah kosong. Ia kendarai mobil dan mengejar Sayyidah. Beruntung arah jalan rumahnya hanya satu arah, Sayyidah pasti melewati jalan ini untuk kabur. Ia edarkan pandangan pada setiap sudut jalan, tak nampak wanita berjubah yang kini menjadi incaran polisi. Sayyidah pasti lemah, sejak siang tak satupun makanan yang masuk ke dalam mulutnya.

Rem mobil berdecit, kencang Eru menginjak rem saat melihat wanita di hadapan berlari terhuyung menyusuri jalan setapak.
Jauh dari pandangan, pemeriksaan kendaraan dilakukan oleh sejumlah patroli guna mencari keberadaan terduga pelaku pengeboman, jarak Sayyidah hanya sekitar 100 meter dari arah patrol.

Eru bimbang, tertangkapnya Sayyidah pun tak menjadi masalah untuknya. Namun hati terus menerus menggebu memikirkan nasib Sayyidah. Dua orang polisi perlahan mendekat ke arah Sayyidah. Keadaan dirinya seperti itu dengan jubah hitam sama yang ia pakai saat peristiwa pengeboman akan memudahkan polisi untuk menangkapnya.

Refleks Eru turun dari mobil, ia melangkah cepat dan buru-buru mengejarnya. Wanita itu lemah tak berdaya, terhuyung, dinding kusam sepanjang jalan membantu Sayyidah untuk berjalan

“Ahhh!” teriak Sayyidah. Eru menarik pergelangan tangannya, ke sebuah lorong.

“Apa yang kamu lakukan Sayyidah!” rutuk Eru.

“Lepaskan saya … saya mohon!” Sayidah menangis, memohon tersungkur.

“Pergilah! Saya tidak akan peduli lagi, dua orang polisi ada di depan. Dengan mudah mereka akan menangkapmu! Pergilah!”

Sayyidah diam, wanita itu pun tak ingin polisi menangkapnya.

“Kenapa Bapak tidak menahan saya? Bukankah Bapak bagian dari mereka?”

Eru diam, mematung tak paham apa yang membuatkan hatinya begitu khawatir memikirkan nasib Sayyidah. Wajah Sayyidah basah, wanita itu ketakutan.

“Putuskan sekarang! Kamu mau ikut aku? Atau ditahan?”

“Bantu saya Pak … Saya takut, saya mohon! Saya hanya ingin bertemu dengan suami saya.”

“Ikut saya!” Eru menarik lengan Sayyidah, menuju mobilnya yang tak jauh terparkir dari tempat mereka bersembunyi.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang