Part 10

6.7K 327 18
                                    

#CINTA_DI_LANGIT_ALEPPO
#PART_10
#BUKIT_ARJUNA

Malam itu, angin seperti enggan bertiup. Kesejukan dan keindahan gunung Arjuna yang terlihat dari sebuah jendela kecil di kamar mereka senyap  dan hilang oleh ketegangan yang dirasakan Sayyidah. Eru bangkit dari ranjang tempat ia bersama dengan Sayyidah. Wanita itu masih terisak menangis. Ia ambil sapu tangan di saku jaket lalu mengusap air mata yang menghujani wajah Sayyidah. Dada Eru berdegup kencang melihat maha karya sang pencipta. Sayyidah bagai bidadari surag yang jatuh dari langit, matanya bulat kedua pipi merona saat tersentuh udara dingin, bibirnya mungil kemerahan.

“Dengarkan aku Sayyidah … sulit bagi aku membantumu, jika ada yang masih kamu sembunyikan. Aku tak akan menyentuhmu, aku berjanji mahkotamu akan tetap terjaga hingga dirimu berjumpa dengan suamimu.”

Kedua rahang Sayyidah terangkat, mata Eru berkaca-kaca menatapnya. Ini pun tak adil bagi Eru, beribu pertanyaan hadir di nalar.

“Kenapa? Kenapa kamu rela berkorban untukku? Kenapa?”
Kedua mata bergerak melebur bersama sepasang mata bulat di hadapan.

“Karena cinta tidak membutuhkan alasan!”

Sayyidah melengos, Eru bangkit ia rebahkan tubuhnya di atas sofa yang jaraknya tak jauh dari ranjang. Kedua kaki jenjang diluruskan di atas ujung Sofa, kedua lengan ia lipat. Sayyidah diam di atas ranjang berukuran super besar dengan satu buah selimut super tebal dan empat buah bantal di atasnya. Eru terlihat kelelahan, sofa berbentuk kotak terlihat nyaman baginya. Sayyidah tepis rasa iba pada lelaki yang sudah berstatus sah suami. Terjaga pada posisinya masing-masing hingga suara adzan maghrib terdengar senyap dari arah gunung Arjuna yang menjulang tinggi hingga terlihat di atas awan.

Sayyidah bangkit ia tutup jendela, menarik udara masuk ke dalam tubuhnya lalu mengempaskan. Eru terlihat kelelahan, sudah menjadi kewajibannya untuk membangunkan dan mengajaknya sholat bersama.

Jemari lentik Sayyidah menyentuh kaki yang terlentang lurus. Wajah Eru terlihat tenang saat ia lelap, tak ada suara mendengkur, tak ada air liur yang membasahi pipi. Bersih dan sempurna.

“Ehhh ….” Mata sipit itu perlahan terbuka, lelaki itu mengusap kedua mata lalu bangkit melihat Sayyidah yang sudah berada di hadapan dengan pakaian yang masih tertutup rapi.

“Aku tahu kamu lelah, maaf … tapi sudah adzan maghrib.”
Eru bangkit ia tersenyum melihat Sayyidah. “Sungguh beruntung lelaki yang memilikimu Sayyidah!” ucapnya seraya menggulung pakaiannya hingga ke siku lalu mengambil wudu.

Dua sajadah dibentangkan ke arah barat, Sayyidah sudah siap di atasnya duduk bertasbih seperti sudah melaksanakan sunnah.  Eru datang, air wudu membuat wajahnya terlihat cerah, rambutnya basah begitu pun kedua ujung pakaiannya. Celana yang ia kenakan pun terlihat mengatung jauh dari atas lantai.

Tak banyak bicara dia bersiap di depan dan membuka dengan takbir. Dengan lantang ia membaca surat Al-fatiha dengan tartil yang sangat rapi dan benar Eru lanjutkan dengan membaca 10 ayat terakhir dari surat Al-baqarah. Semakin meyakinkan hati Sayyidah bahwa lelaki di hadapan bukanlah lelaki sembarang yang hanya menyia-nyiakan waktu di bumi.

Eru lelaki paham agama yang bekerja di sebuah instansi Negara tidak seperti yang Sayyidah bayangkan sebelumnya.
Menutup dengan salam, lelaki di hadapan berdoa setelah berdzikir. Sempurna, hingga ia menutup dengan mengusap seluruh bagian wajah.

“Sejak kapan kamu belajar islam?” tanya Sayyidah heran melihat lelaki keturunan tionghoa di hadapan.

Eru berbalik, ia menatap Sayyidah dengan dua matanya yang tajam seraya tersenyum membayangkan betapa indahnya jika benar Sayyidah istrinya. Bukan karena sebuah ikatan bukan karena sebuah perjanjian. Eru lelah dengan banyaknya wanita yang mengejar-ngejar dirinya namun sulit menjaga harga diri mereka. Agnes mantan istrinya berselingkuh dengan sahabatnya saat ia bertugas, lelaki yang setia mendoakan istrinya justru malah dikecewakan.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang