part 9

6.3K 350 20
                                    

#Cinta_Di_Langit_Aleppo
#Part_9
#Rahasia_Sayyidah

Part 8
https://web.facebook.com/groups/KomunitasBisaMenulis/permalink/2215283645200181/

_____

Lama Sayyidah duduk di sudut kamarnya. Sinar matahari yang semakin meninggi tak mampu menerobos celah-celah dinding rumah yang terbuat dari batu pualam. Untuk kesekian kalinya Sayyidah mencerca mengutuk tindakan Eru karena telah memaksanya untuk menikah. Di langit ketuju namanya tak lagi disebut sebagai istri dari seorang Amir Hartono, lelaki yang ia kenal sebagai lelaki yang taat beragama, lelaki yang baginya akan disandang sebagai seorang mujahid yang membela agama Allah. Sayyidah menyesali, hati pun  ingin menyandang nama sebagai istri seorang Amir.

Sayyidah terisak pelan, ia usap semua penyesalan yang telah terjadi, toh pernikahannya dengan Eru tak akan bertahan lama begitu Amir ditemukan, Eru berjanji akan melepaskan statusnya. Sayyidah bangkit, ia tak ingin rahmat Allah menjauh darinya. Ia embuskan napas mengalirkan angin dingin ke setiap aliran darah yang memanas. Wanita bernama Marta tengah sibuk dengan menyiapkan sarapan di dapur. Sedangkan Eru masih terlelap, tubuhnya belum berisitirahat sejak dua hari ia bekerja. Harum seduhan air jahe tercium menjadi aroma yang dapat menerapi setiap pikiran yang gundah.

“Nak … kamu sudah sehat?” tanya Marta khawatir.

Wanita paruh baya itu mendesah khawatir. Tangannya lembut mengelus tangan Sayyidah. Senyum Sayyidah mengembang ia merengkuh tubuh Marta yang tingginya hampir sama dengannya lalu memeluk erat.

“Terima kasih banyak untuk semuanya …,” lirih Sayyidah berucap.

“Mariam … anggap saya Ibumu sendiri, Nak. Jika ada yang ingin kamu bicarakan katakan saja. Apa Eru melakukan sesuatu hal yang buruk padamu?” sepasang netra menatap mata Sayyidah cemas. Marta terlalu baik untuk mengetahui sebuah kebenaran, Marta pun terlalu baik untuk mengetahui siapa Sayyidah sebenarnya. Biarlah Mariam yang ia kenal.

“Tidak bu … aku hanya rindu dengan keluargaku. Keluarga yang tak pernah ada,” jawab Sayyidah datar mengingat Amir di bayangan.

“Ibu paham akan perasaanmu Nak, sendiri sejak lahir pasti berat kamu jalani.”

Suara knop pintu terbuka lelaki bernama Eru baru saja keluar dari kamarnya. Ia meregangkan lehernya yang pegal seraya menatap Sayyidah. Sepasang netra saling bertemu, mata Eru terlihat sipit, kumis dan janggut tipis terlihat, rambut tak beraturan kemeja dan celana yang ia pakai sama dengan yang ia gunakan semalam. Eru melengos ia masuk ke kamar mandi dengan handuk putih yang ia singkap di pundak.

“Sarapan Nak …,” ucap Marta pada Eru. Lelaki itu baru saja keluar dari kamar setelah membersihkan diri. Aroma maskulin kembali memenuhi isi ruang, rambut Eru terlihat rapi ia tarik lurus kebelakang, langkahnya tegap lalu duduk berhadapan dengan Sayyidah. 

Sepasang netra terus menatap Sayyidah yang terlihat tak acuh dengannya, Sayyidah terus menghindar, gugup hingga kedua tangan Sayyidah terlihat bergetar.

“Nasi gorengnya buatan Mariam loh Nak …,” teriak Marta yang masih sibuk di dapur.

“Oh ya! Pasti enak, bisa tolong ambilkan aku, Mariam?”

Sayyidah mencanduk, sepasang netranya kini menatap Eru tajam. Lelaki itu tersenyum lebar tak mempedulikan rasa di dalam yang semakin jengkel dengan sikapnya. Perlahan jemari lentik Sayyidah mengambil nasi, lalu ia letakkan di piring Eru. Tangan Eru mendadak menyambar jemarinya. Wajah Sayyidah merah karena kesal, wanita itu berusaha menarik lengannya.

“Aku ingin teh ….”

“Ibumu sudah buatkan jahe hangat!” rutuk Sayyidah.

“Aku ingin buatanmu!” Eru menyeringai melihat sikap Sayyidah. Wanita di hadapan berdiri ia menarik paksa tangannya dan pergi menuju dapur.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang