Part 3

6.1K 288 13
                                    


Hari ke 10.

Sorot nanar kebencian terlihat di mata Sayyidah. Wanita itu seperti tahu Eru memandangnya sejak tadi. Sejak ia duduk di bangku kantin Rumah Sakit, mata Eru menatapnya penuh dengan rasa curiga dan rasa ingin tahu. Lelaki itu duduk tak jauh dari tempat Sayyidah, kantin rumah sakit cukup luas, terlihat dari jumlah meja yang berjejer di tengah, dan dari kesekian meja, hanya bangku kedua yang selalu Eru pilih dari tempat sayyidah duduk.

Tiga hari ini Sayyidah merasa diikuti oleh lelaki bertubuh jangkung itu. Sejak Eru membantunya terlepas dari rencana Rektorat untuk mengeluarkannya dari kampus. Eru terus menerus mendekatinya, baik di Rumah sakit, maupun di kampus. Sayyidah terus amati lelaki itu selalu hadir dan menatap mata Sayyidah dengan sejuta tanda tanya. Tidak nyaman. Wanita berjubah itu lantas mendekati Eru yang tengah sibuk menyantap makan siangnya.

“Bapak ada perlu dengan saya?” ketus Sayyidah.

Eru menghentikan makannya dan tersenyum. Wajah Eru putih bersih, sedikit diperhatikan seperti keturunan jepang, freckles bintik hitam di wajah terlihat samar.

“Apa haram memandangi wajahmu yang tertutup itu?”

“Haram? Memandangi seorang wanita itu tidak baik yang bukan mahrom itu tidak baik.”

“Lalu bagaimana caranya agar bisa menjadi baik?”

Sayyidah gusar dan curiga, ia berbalik meninggalkan Eru di belakang. Eru seperti sedang memata-matainya.

“Tunggu Sayyidah!” seru Eru menghentikan langkah Sayyidah.

“Katakan apa yang harus saya lakukan, agar mata ini bisa terus memandangimu!” ucap Eru demi sebuah misi atau demi kata hati yang mulai jatuh hati akan sosok Sayyidah.

“Tolong jaga sikap Bapak!” Ketus Sayyidah berucap.

“Saya serius Sayyidah, maafkan saya. Apa kita bisa bicara?”

“Katakan Pak, jujur saya merasa terganggu dengan sikap Bapak. Saya perhatikan Bapak terus menerus menatap saya, apa yang Bapak ingin ketahui dari saya?!”

“Yang saya ingin tahu?”

“Yang saya ingin tahu, dimana Ayahmu!”

“Ayah?” tanya Sayyidah heran, tubuhnya bergetar saat Eru menanyakan Ayah.

“Ya Ayahmu, karena saya ingin memintamu dari tangannya.”

Hati Sayyidah berdegup, wanita itu menarik napas dan melengos menatap mata wajah Eru yang terus tersenyum ke arahnya. Sayyidah pergi meninggalkan Eru. Wanita berjubah itu tak menghiraukan pertanyaan Eru, baginya Eru hanya angin lalu yang tak mungkin bisa singgah di hati. 

“Huh!” desah Eru. Menggoda perempuan adalah keahliannya, jika itu wanita lain mungkin sudah jatuh kepelukaan lelaki bertubuh jangkung berisi dan putih, sorot mata eru tajam meski sedikit sipit, bibirnya berwarna kemerahan. Eru terkenal paling tampan diantara teman-teman seangkatan. Sayyidah berbeda dengan wanita lain, wanita itu spesial.

***
Lelaki bernama Eru terdiam di kamar. Ia duduk  di temani secangkir kopi robusta yang baru saja ia buat, asap kopi mengepul menebarkan aroma kopi ke ruangan berukuran tiga kali tiga meter. Dalam sebuah kamar yang ia sewa hanya terdapat sebuah ranjang single dan satu buah meja bundar juga kursi dan satu buah lemari. Jendela kamar berhadapan persis dengan rumah Sayyidah wanita berjubah yang sedang ia cari tahu jati dirinya. Eru mengambil secangkir kopi seraya memandang ke arah jendela yang berhadapan persis dengan rumah Sayyidah. Dering pesan terdengar nyaring.

“Info terbaru akan ada beberapa orang yang akan berangkat menuju Suriah bulan depan. Target bagaimana?” tulis Bram dalam pesan singkat. Eru tak ingin basa-basi ia langsung menghubungi Bram.

Cinta Di Langit AleppoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang