Chapter 9

1.8K 306 84
                                    

Siulan merdu itu teralun bersama jari telunjuk dan jempolnya yang bekerja sama saling memutar obeng agar baut tersebut bisa masuk sempurna ke dalam. Jungkook mengusap peluhnya, akhirnya pekerjaan ini selesai. Mempunyai banyak PC untuk disewakan memang membutuhkan perhatian dan perawatan ekstra. Tadi, ada salah satu CPU nya yang error. Terpaksa ia meminta Jieun –kekasihnya untuk melayani pelanggannya yang ingin fotocopy atau sekedar membeli ATK.

"Oppa, ada Kak Namjoon datang," seru Jieun dari depan. Tak lama aku menghampirinya.

"Bro, ijin ngeprint ya," ujarku santai

"Iya, print sendiri sana," Jungkook mengibaskan tangannya, ia kembali fokus menghidupkan komputer itu lagi dan memperbaikinya sedikit.

Printer Jungkook sudah mulai mencetak, aku mengalihkan pandangan kearah Jungkook yang sedang menunggu loading sistem PC nya. aku menyeletuk kemudian, "Bro, ketika aku terlalu kentara menunjukkan perasaanku padanya. Apa itu salah?"

Jungkook menoleh. Ia menyandarkan punggungnya pada kursi, dan kembali menatap monitornya lagi. "Itu harus dilakukan bila dia sangat tidak peka, tapi yang ku tahu beberapa orang merasa risih bila diberi perhatian lebih. Ku sarankan kau perlahan-lahan saja mendekatinya"

Aku mengangguk-angguk, mencerna ucapan Jungkook dengan baik.

"Ngomong-ngomong, apa yang baru saja kau lakukan padanya?"

Kami saling bertatapan, ku pandangi ia dengan serius. "Dia mengatakan, tidak semua yang cakep itu matre. Kau tahu, aku benar-benar memikirkan itu semalaman. T-tapiii... semua yang ku lakukan semata-mata hanya untuk membantunya. Aku berpura-pura menjadi sopir Uber untuknya, dan kemarin aku membayarkan biaya print nya. Kau tahu, dia itu anak beasiswa! Mana tega aku menarik keuntungan darinya, apalagi ia.."

"Cukup," sahut Jungkook. Dalam benakku mulai was-was, apakah yang ku lakukan sudah terlalu fatal?

"Dia hanya belum tahu kau yang sebenarnya"

"Ya?" aku membelalak

Jungkook tertawa. "Pertahankan itu. Jangan berhenti menjadi sosok yang sederhana. Dia belum tahu kalau kau bagaikan burung cenderawasih dibalik jeruji kandang berlumut"

Aku mengernyitkan dahi, sejak kapan Jungkook jadi suka pakai perumpamaan begini? Tapi, ok, aku paham maksudnya. Tapi haruskah pakai kandang berlumut juga, aish... jelek sekali. Dasar sahabat tak tahu diri.

"Tapi kenapa pula aku tidak harus mengakuinya, bahwa aku bukan seperti itu. Bukankah dia merasa risih?"

"Sekarang begini," Jungkook menjeda, ia memosisikan duduknya lebih nyaman. "Kau waktu itu pernah bercerita padaku tentang gosipan anak perempuan itu kan?" aku mengangguk, dia melanjutkan. "Apa kau pikir Yoongi tidak pernah mendengarnya? Dia pasti sudah muak dibicarakan seperti itu, hanya saja dia memilih mempertahankan cintanya daripada mendengar omong kosong itu. Lalu apakah kau tidak pernah terpikir, jika kau jadi dirinya, pasti sesekali kau merasa tidak pantas bersanding dengan lelaki sekaya Taehyung. Kalau dia tahu kau juga sejenis dengannya, bukankah hal yang sama akan terulang lagi? Lagipula banyak yang tidak tahu kalau kau anak Tn. Kim yang terhormat"

Aku berdecak kagum. Wah, ucapan Jungkook 100% masuk akal.

"Ah tapii..." Jungkook berpikir sejenak, aku kembali memandangnya serius. "Aku sudah bilang kan untuk tidak terlalu berharap padanya, mereka berkencan sejak lama, ku pikir akan sulit bagi Yoongi untuk berpaling dari Taehyung"

Aku memasang senyum lebar, dengan bangga ku katakan pada Jungkook, "Kook, aku tahu satu kebusukan Taehyung. Dia mengkhianati Yoongi, tidak ada alasan lain yang dapat menghalangiku untuk mendekatinya. Akan ku pastikan bila saat itu tiba, aku akan selalu berada di sisi Yoongi"

[END] Hard Worker -Namgi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang