BAB 7 (RUPA DI BALIK TAWA)

591 27 0
                                    

Sebenarnya inilah sederet kisahku
Hidupku yang kini tengah tenggelam tak nampak akibat luka lara
@aisyadzahra

***

Matahari terasa sedikit menyengat. Sekitar jam sepuluh pagi saat ini, Nasya masih berdiam diri duduk melamun di balkon kamarnya yang langsung mengarah pada kebun karet luas. Daun-daun dan ranting terus menari diiringi angin sepoi yang membuat suasana semakin syahdu, jalanan nampak kering karena hujan sedang tak rindu pada bumi.

Nasya terus melamun, memikirkan beberapa masalah yang membuka kembali luka lama, memikirkan beberapa solusi yang menurutnya belum sampai pada penghujung pelepas penderitaan, memikirkan betapa menyedihkannya dirinya agar bisa menjadi seperti ini.

Abi, mungkin bagi yang mendengarnya panggilan itu adalah panggilan khas keluarga agamis, pengetahuan agama yang luas, iman yang kokoh dan menggenggam syariat yang kuat pula.

Umi, lagi dan lagi, sudah pasti yang mendengarnya akan menilai jika keluarganya benar-benar penuh cinta pada Allah, tapi pada kenyataannya semua itu hanya mimpi yang terasa sulit bagi gadis berumur 19 tahun.

Ah, benar. Perasaan melihat kondisi seperti ini begitu melukis luka yang benar dalam diri sang gadis hingga tak terasa setetes demi setetes air mata luruh dalam bisunya, tak ada isak, tak ada tangan yang menutup kedua bibir karena hanya ada lamunan dan genggaman pada secangkir coklat hangat.

Jika dalam keadaan seperti ini, Nasya merasa tidak ada yang mengerti dirinya karena mereka tak pernah mau mengerti siapa dirinya, apa yang sembunyi dari balik senyumnya yang tak pudar, dan apa yang sembunyi dari balik wajah yang menenangkan. Nasya merasa jika Allah benar-benar menguji imannya.

Sejenak Nasya lepas genggamannya pada cangkir guna menghapus air matanya yang tak tahu diri menodai wajahnya tanpa ia pinta. Saking merasa sendiri di antara keramaan membuat sang gadis tak sadar jika tetangga di sampingnya sudah menatap dirinya sedari tadi sembari menggeleng kepala tak heran dengan sikap wanita yang sudah ia kenal lebih dari enam tahun itu.

"Ssst, cengeng" ucap pemuda dari balkon tepat di samping rumah Sang Gadis.

Ya, rumah mereka memang berdampingan dengan balkon kamar yang juga dekat sehingga memudahkan keduanya berkomunikasi tanpa harus turun lantai satu atau bertemu di suatu tempat.

Nasya menoleh sekilas dan memutar bola matanya malas sembari berpura-pura tidak melihat Rizky ketika telinganya mendengar suara yang sangat tidak asing selama hidupnya.

"Ck, cengeng banget sih," timpal Rizky sekali lagi sembari tertawa sumbang sengaja mengejek Nasya.

"Bodo amat, terserah aku," jawab Nasya singkat.

"Lagian kamu juga ngapain selalu mergoki aku nangis. Dari dulu juga!" Lanjut Nasya menahan kesal karena lagi-lagi Rizky melihatnya menangis.

"Kan aku dah pernah bilang Sya, kita tuh punya ikatan batin" kekeh Rizky sembari mendudukan dirinya.

Jarak balkon keduanya hanya 3 meter, membuat mereka sudah terbiasa dalam keadaan seperti ini.

"Terserah kamu aja,"balas Nasya.

"Jadi, queen kebo mau cerita ngga?" tawar Rizky yang diselipi ejekan berusaha membuat suasana hati wanita yang diam-diam selama bertahun-tahun ia adukan pada rabbnya.

Heaven In Youre EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang