BAB 12 (CALON)

521 26 4
                                    

Biarkan saja, mungkin inilah takdirnya
-Nasya Malika-

Memperbaiki diri adalah mencintai yang paling sederhana
-Zain M. AL Khaulani-

***
"Kyaaaa!!!!!" Gadis cantik 18 tahun itu menutup wajahnya dan berteriak kencang.

"Yaaa!! Aaa kenapa ada Zain di sini huaaa Shailaa!" teriak Nasya tak perduli,
wajahnya yang tertutup bantal memperkecil nyaring suaranya.

"Ngga, ngga boleh! Ya masa, aaa ngga mungkin!"

"Ini pasti mimpi, tapi masa iya?", Nasya bicara layaknya bersama orang lain, bertanya yang tak dapat jawaban. Semacam orang gila lebih tepatnya.

Jujur, keduanya sama-sama terkejut. Bagaimana bisa mereka sengaja disatukan dalam kondisi hati yang sama tidak normalnya. Zain yang kini tengah berdiri menikmati dekapan malam di rotftoop asrama hanya tersenyum seperti biasa, wajahnya yang secerah kilatan emas tak sanggup untuk memberikan kabar sendu lewat ekspresi wajahnya. Matanya yang setajam busur panah ketika memandang tak elok pula apabila di hias dengan sedih yang tak berarti itu, maka tersenyum adalah salah satu cara terbaik untuk menghilangkan kegelisahan yang berusaha menjalar dalam jiwanya.

Bagi Zain, semua ini bukan ketidaksengajaan. Semua ini adalah rancangan yang Maha Segalanya, tentang takdirnya, tentang jalan hidupnya sudah tersusun sedemikian rapih layaknya sutradara film di dunia, sampai rasanya tak pantas bila  kejadian dalam hidupnya yang tak sesuai dianggap sebagai kesalahan. Syukuri saja, nikmati saja, Allah itu tak pernah berhenti untuk mencintai hambanya.

Qodarullah, seperti kejadian beberapa jam yang lalu juga tak lain adalah catatan takdirnya.

Zain mendudukan dirinya pada kursi kayu kusam yang termakan usia, ditatapnya satu persatu bintang.

"Bintang saja berebut tempat demi posisi terdekat dengan rembulan, apakah saya harus seperti itu wahai Allah?" ucap Zain pada dirinya sendiri,

Jika kondisi seperti ini pemuda duapuluh tahunan itu telihat lebih dewasa, duduk meyender pada kursi sembari menyilangkan tangannya di depan dada, menunggu jawaban dari malam tentang takdirnya.

Sembari menikmati angin malam yang semakin dingin memeluknya tanpa cinta. Zain menutup matanya, hatinya tergerak melantunkan Surah Al Mulk untuk menjaga hafalannya dan agar dirinya selalu berserah diri pada yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

"Eh Zain, ente disini juga?" tukas Husain yang tak sengaja tengah mengecek rotftoop asrama

Zain membuka matanya,

"Iya ini, lagi pengen aja. Lah ente ngapain juga Sen disini?"

"Jalan-jalan aja, bosen ane liat langit asrama,"

"Ck, gimana ngga bosen, 3 tahun yang dilihat itu melulu," kekeh Zain,

Husain mendudukan dirinya di sebelah Zain,
"Ye, tar lagi juga ane bakal liat zaujati ane."

Zain berdecak sebal,
"Iya iya ane ngerti yang mau nikah,"

Husain terkekeh puas, meledek singlelillah yang tak kunjung menikah memberi rasa bahagia tersendiri rupanya.

"Ane mau cerita nih Zain,"
Husain serius,

"Tafadhol,"

Heaven In Youre EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang