BAB 17

881 28 5
                                    

Kau katakan jika dia hanyalah gambaran yang tak sengaja terlukis dalam kisah ini
Kau katakan jika dia bukanlah apa daripada diriku
Kau katakan jika semuanya akan baik-baik saja
Kau katakan seolah semua itu bukan dusta padahal kau tak perduli dan menilik dari balik hatiku
Kau berkata semua itu bukan dusta
Yang nyatanya semua hal tentangmu selalu menjadi penyebab luka
Ya Zain Mas'ud, jika engkau tak berniat menetap di hidupku. Bisakah tinggalkan saja diriku saat ini.
Aku, Nasya Malika megatakan menyesal tau segala tentangmu.
-Nasya Malika-


*** 

Gelap, itulah yang mampu dilihat sang gadis saat ini. Tak ada objek menarik lainnya selain kegelapan. Hanya suara yang mampu ia kenali. Dalam shalatnya, Nasya tidak menangis. ia berusaha tegar dengan kondisi yang ada, tegar saat mendengar kenyataan bahwa kedua orang tuanya telah berlalu pergi meninggalkannya untuk selamanya.

Ia bangkit dari duduknya selepas shalat, berjalan pelan menuju pintu. Meraba seluruh permukaan pintu untuk mencari kuncinya. Tangannya menemukan yang ia cari, perlahan ia putar kuncinya hingga pintunya tak mampu dibuka. Ia berbalik membelakangi pintu dan mulai menangis sejadi-jadinya.

Shalila panik,

''Zain! Nasya kunci pintunya!!'' teriak Shaila pada Zain yang baru saja membuka mushafnya. Zain bangkit, mendekat ke arah yang Shaila maksud. Zain berusaha membuka pintunya namun tak bisa. Sementara Nasya sudah menangis sembari melempar semua yang ada di sekitarnya.

''Zain! Cepat buka!!'' marah Shaila, Shaila menangis di balik pintu melihat shabatnya benar-benar menjadi sosok yang lain. Kerapuhan dalam jiwanya telah tampak saat ini, kesedihan yang lama disembunyikan kini terlihat begitu jelas, dan kerusakan pada jiwanya belum sempat menemukan pengobatnya.

''Shaila! Saya tidak bisa membukanya!'' Zain mengeluh, keringat sudah membanjiri tubuhnya. Selain tenaganya yang terkuras, panik juga menghampiri dirinya. Gadis yang pura-pura kuat itu tengah memberontak terhadap takdir, suara tangisan dan teriakan menyalahkan Allah mengiris hatinya.

''Dobrak bodoh!!'' pinta Shaila yang sudah menangis tersedu. Ia sudah tak kuasa melihat Nasya yang seperti itu, menangis tanpa ada yang memeluknya, tangannya sudah terluka mengeluarkan darah akibat melempar dan tergores pecahan vas bunga yang ia lempar sendiri.

Brak!!!

Suara dobrakan pintu mengehentikan aktifitas sang gadis yang hampir mencabut selang infusnya, dia berdiri lemah dengan tangis yang tidak kunjung reda.

Zain melihat itu semua merasa miris mengatur nafasnya yang tidak normal, dan Shaila sudah menutup mulutnya menahan isakan yang bisa saja memenuhi seluruh ruangan ini.

''Nasya...'' panggil Shaila sembari terisak.

Nasya tidak merespon, ia langsung menarik selang infusnya hingga darah keluar dengan cepat dari tangannya. Shaila hendak mendekat, lagi-lagi gadis itu menghentikannya.

''Tidak apa-apa, ini tidak sakit Shaila,'' ucap Nasya di sela tangisnya.

''Hiks, Nasya..''

''Tidak apa-apa, jangan khawatir.'' Jelas Nasya sekali lagi sembari mundur, kakinya menginjak pecahan vas bunga membuatnya merintih bersama tangisnya.

''Nasya, gue mohon jangan seperti ini. Kita bisa laluin bareng-bareng,'' bujuk Shaila berusaha mendekat.

Zain mengacak rambutnya frustasi, tak tau apa yang harus dilakukan saat ini. Tembok bukan mahram memberinya peringatan keras agar tidak melakukan hal yang membawanya dan gadis itu pada neraka.

Heaven In Youre EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang