Second Question

2.2K 318 12
                                    

Pertanyaan Kedua : Bagaimana hari-harimu setelah bertemu dengannya?

.

          "Aku takut pada awalnya. Namun, setelah sekian lama, aku akhirnya malah merasa terbiasa," jawab nyonya Yoon.

.

          Bohong kalau Jeonghan bilang dia tidak takut. Terhitung sudah genap satu minggu dia diikuti oleh makhluk tak kasat mata tersebut. Dia selalu melihat pria berjubah itu bahkan di dalam mimpinya. Dia merasa seperti sedang diteror. Berulang kali dia mencoba untuk mengabaikan keberadaannya, tapi hal itu tidak memberikan perubahan yang berarti. Aura keberadaannya terlalu kuat, meskipun Jeonghan tidak mau melihat, dia pasti selalu berakhir menoleh ke arah pria itu berada.

          Jeonghan pikir ajalnya mungkin sudah dekat. Dia jelas tahu bahwa pria itu adalah malaikat maut. Tapi, hingga tiga minggu berlalu dan Jeonghan sudah keluar dari rumah sakit, dia tetap mengikuti. Hanya mengawasi dari jarak yang cukup untuk di-notice oleh Jeonghan dan tidak melakukan apapun.

          Akhirnya, setelah mengumpulkan segenap keberanian yang ada di dalam dirinya, Jeonghan memberanikan diri untuk melakukan komunikasi dengan pria itu di balkon kamarnya saat seluruh orang di rumah sudah terlelap.

          "Siapa kau sebenarnya? Kenapa mengikutiku terus? Apa aku akan mati dalam waktu dekat?" adalah sedikit dari sekian banyak pertanyaan yang sudah Jeonghan susun di dalam kepalanya.

          Sosok yang berdiri di sudut balkon lainnya malah menyeringai, "Coups, namaku Coups," hanya itu yang dia ucapkan.

          "Kau hanya menjawab satu dari tiga pertanyaan yang ku ajukan."

          Lagi-lagi Coups menyeringai, kemudian dia menghilang. Sengaja, agar dia tidak perlu menjawab pertanyaan Jeonghan.

         "Ha!" Jeonghan tidak percaya dengan apa yang baru saja dilakukan oleh malaikat maut tersebut, "Dia baru saja menghindariku, 'kan?" dia berujar pada angin. "Seharusnya dia jawab saja pertanyaanku. Kenapa kabur begitu? Kenapa tidak kulakukan hal ini dari kemarin-kemarin, ya?"

.

          Malam itu, dia memang menghilang tapi keesokan paginya, saat Jeonghan bangun yang dia lihat pertama kali adalah sosok yang sama, sedang melayang di atasnya sambil memegang sabit raksasanya.

          "UWAAAHH!" Jeonghan berteriak kaget sambil beringsut menjauh dari Coups dan berakhir dengan terjatuh dari tempat tidurnya.

          Derap langkah kaki orang yang berlari semakin jelas terdengar olehnya, lalu pintu kamarnya menjeblak terbuka. Ayah, ibu serta kedua adiknya berdiri di ambang pintu.

          "Ada apa? Kenapa berteriak?" tanya ayahnya.

          "Ya ampun, Jeonghan!" Ibunya berjalan cepat menghampirinya dan membantunya berdiri. "Kenapa bisa sampai jatuh?"

          "Aku... Aku...," Jeonghan bingung harus menjelaskan bagaimana pada keluarganya. Matanya melirik ke segala arah sambil memikirkan alasan. "Aku tadi hanya bermi–," perkataannya terputus saat dia beradu tatap dengan Coups yang sedang tersenyum mengejek di sudut kamarnya.

          Ekspresi panik Jeonghan seketika berubah menjadi kesal karenanya, "Dasar makhluk sialan!" umpatnya sambil menunjuk-nunjuk ke arah Coups.

          Orang tua serta adiknya saling berpandangan kemudian mereka serempak menggedikkan bahu, tidak ada yang mengerti perkataan Jeonghan tadi.

          "Kau berbicara pada siapa, Jeonghan?" tanya ibunya lagi dan Jeonghan kembali panik.

          "Aku... Itu... Akh! Bagaimana cara menjelaskannya?!" pekik Jeonghan frustrasi dan suara tawa dari Coups malah membuatnya semakin frustrasi.

          "Diam kau! Dasar menyebalkan!"

          Coups diam dan mengangkat kedua tangannya, seolah sedang melakukan gencatan senjata tapi masih menunjukkan ekspresi ingin tertawa di hadapan Jeonghan, dengan matanya, dia memberikan kode agar Jeonghan melihat ke arah keluarganya.

          Mereka semua terdiam.

          "Jeonghan...," panggil ayahnya.

          "Ya?"

          "Segera bersiap-siap. Kita akan ke rumah sakit. Ayah pikir ada masalah lain dengan kepalamu karena benturan dulu itu."

          "Apa? Aku baik-baik saja, sungguh!"

          "Nak, dengarkan ayahmu. Hanya periksa biasa tidak akan menyakitkan. Kalau kau memang baik-baik saja, kita akan langsung pulang," ibunya ikut menambahkan.

          "Kalian tidak berpikir kalau aku gila, 'kan?"

          "Mungkin appa dan eomma tidak, tapi aku iya, noona," ucap Chan, adik bungsunya.

          "Ya!"

          "Hahahahaha..."

          "Diam, Coups!"

          "Appa pikir kau tidak perlu ganti baju. Kita pergi sekarang saja."

          "Appa!"

          "Hahahahaha..."

.

.

.

To be Continue...

Grey's Chit-Chat : Hehehe...

✓ [JeongCheol] Mrs. Grim ReaperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang