"Dari apa yang telah anda ceritakan sebelumnya, sepertinya anda menjadi cukup dekat dengan tuan Coups," ujarku.
Seulas senyuman muncul menghiasi paras cantik nyonya Yoon dan beliau pun mengangguk.
"Kami memang cukup dekat, sampai terkadang aku lupa kalau dia bukanlah manusia..."
.
Pertanyaan keempat : Apakah selain di rumah, anda pernah kelepasan berbicara dengan tuan Coups di tempat umum?"
.
"Sering," jawab nyonya Yoon, "Terutama di kampus. Teman-temanku sempat mengira jika ada sesuatu yang longgar di kepalaku karena sering melihat aku berbicara sendiri. Padahal saat itu aku sedang berbicara dengan Coups."
.
"Aku berangkat dulu!" Jeonghan berseru sambil berjalan cepat ke arah pintu. Dia menyambar kunci mobil dan snapback yang terletak di atas lemari setinggi dada yang berada di dekat pintu kemudian menuju ke garasi.
Jeonghan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju ke kampusnya. Hampir tidak ada yang berbeda hari ini, kecuali dengan keberadaan Coups di jok sebelah yang membuat Jeonghan tidak sendirian lagi di perjalanannya.
"Kau tidak punya pekerjaan, ya?"
Lama-lama Jeonghan heran juga. Coups berada di sekitarnya hampir 24 jam sehari dan 7 hari dalam seminggu. Nyaris setiap saat. Mungkinkah waktu yang dia perlukan untuk menjemput jiwa-jiwa manusia yang telah meninggal dan mengantarkan mereka ke alam selanjutnya hanya beberapa menit saja?
"Benar," tukas Coups. "Waktu di sini dengan waktu di sana berbeda, Jeonghan. Lagipula, tugasku sebenarnya tidak rumit-rumit amat," ungkapnya.
"Gunanya sabit raksasamu itu untuk apa?"
"Itu Death Scythe namanya. Mostly, hanya sebagai pajangan saja. Kami tidak benar-benar menggunakannya. Benda itu hanya dipakai di situasi tertentu yang sangat mendesak."
"Contohnya?"
"Jika ada jiwa yang mencoba untuk kabur atau memberontak. Biasanya, jiwa-jiwa seperti itu berasal dari orang-orang yang belum siap mati dan ingin kembali lagi ke dunia manusia dengan merasuki manusia lain atau jiwa-jiwa yang mencoba untuk merasuki manusia, tapi gagal, berakhir dengan terjebak di dunia manusia dan menjadi ruh jahat yang suka mengganggu manusia. Jika kami bertemu dengan jiwa seperti itu, maka kami harus mengembalikan mereka ke tempat yang seharusnya, dengan cara menebas keeksistensian mereka di dunia manusia."
Jeonghan menganggukkan kepalanya, "Menarik juga..."
"Omong-omong tentang ruh jahat, kenapa aku tidak bisa melihat hantu? Padahal aku bisa melihatmu. Kau masuk kategori makhluk astral,'kan?"
"Bukannya kau takut dengan hantu?"
"Iya, sih..."
Jeonghan memarkirkan mobilnya sesampainya ia di area kampusnya. Dia turun diikuti oleh Coups.
"Jadi, kau ingin melihat hantu?" tanya Coups yang langsung dibalas dengan gelengan oleh Jeonghan, "Tidak, terima kasih. Satu-satunya alasan kenapa aku tahan melihatmu adalah karena wujudmu yang seperti sekarang ini," ujar Jeonghan sambil melirik sekilas Coups yang berpenampilan ala anak kuliahan sepertinya.
"Kau punya nama Korea, tidak?" tanya Jeonghan.
"Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?"
"Tidak ada. Penasaran saja."
"Hm... Kau bisa memanggilku Seungcheol."
"Seungcheol?" Coups mengangguk.
"Seungcheol? Siapa Seungcheol?"
Seorang gadis muncul dan langsung merangkul Jeonghan dari belakang secara tiba-tiba. Hampir saja mereka berdua terjatuh kalau saja tubuh Jeonghan tidak ditahan oleh Seungcheol aka Coups.
"Minhyuk! Aku hampir jatuh karenamu!" protes Jeonghan. Tapi, Minhyuk tidak peduli. Dia malah sibuk memeriksa penampilan Jeonghan, terutama telinga Jeonghan dan arah tangannya.
"Kenapa, sih?" tanya Jeonghan yang bingung.
Minhyuk berujar dengan ekspresi bingung, "Aku sudah memperhatikanmu sejak kau masuk ke dalam gedung tadi. Kupikir kau sedang berbicara dengan seseorang melalui telepon, menggunakan handsfree begitu. Tapi, kau bahkan tidak memegang ponselmu. Kau berbicara dengan siapa?"
Seungcheol sudah mau tertawa karena pertanyaan Minhyuk tersebut, tapi dia menahannya saat tatapan tajam dihadiahkan Jeonghan untuknya.
"Aku bicara sendiri...?"
Minhyuk memegang kedua bahu Jeonghan dan menatap wajah Jeonghan dengan seksama, "Tidak pucat." Dia kemudian menyentuhkan telapak tangannya ke dahi Jeonghan. "Tidak panas juga. Apa kau merasa pusing? Kepalamu sakit atau sejenisnya?" tanyanya lagi.
"Tidak. Aku merasa baik-baik saja."
"Tapi kau berbicara sendiri. Kau tidak pernah berbicara sendiri sebelumnya! Sepertinya kecelakaanmu tempo hari masih meninggalkan efek samping."
"Tidak, sungguh. Aku baik-baik saja, Minhyuk..."
Tawa Seungcheol akhirnya pecah juga saat Jeonghan ditarik Minhyuk untuk dibawa ke ruang kesehatan. Awalnya Jeonghan mencoba untuk mengabaikannya, tapi makin lama, suara tawa Seungcheol semakin terdengar seperti sedang menghinanya. Jadi, Jeonghan menolehkan kepalanya ke belakang. "Diam, jangan menertawaiku. Dasar menyebalkan!"
Kepalanya ditarik menghadap depan oleh Minhyuk dengan paksa, "Jeonghan, berhenti berbicara sendiri dan membuatku sedih. Haruskah kita ke rumah sakit? Aku rela membolos hari ini. Kita lakukan segala macam prosedur untuk menemukan apa yang salah dengan kepalamu, ya?" dan sebelum Jeonghan sempat menjawab, Minhyuk sudah kembali menyeretnya dan Seungcheol hanya melambaikan tangan padanya.
.
.
.
To be Continue...
Grey's Chit-Chat: ¡Hola! Buenas noches~ Hahahaha 😂

KAMU SEDANG MEMBACA
✓ [JeongCheol] Mrs. Grim Reaper
FantasyA short fiction stories about an interview with the Lady of the Death Angel... Do you want to know more about her? ⚠Warning⚠ This is a SEVENTEEN gender switch fanfiction