Part 9

17.4K 2.8K 576
                                    

UDARA sejuk ternyata tidak bisa memperbaiki rasa sakit yang ada di dalam rongga dada. Aku berjalan lunglai keluar dari universitas, kelasku sudah selesaiㅡseharian ini Taeyong terus menemaniku. Mungkin karena lelaki itu tahu bahwa aku membutuhkan seseorang untuk di jadikan sandaran.

Walaupun aku tidak berniat untuk terus larut dalam kesedihan, namun rasanya aku tidak bisa menyangkal perasaan ituㅡperasaan sakit hati yang sangat mendalam.

"Ten!"

Tubuhku otomatis berhenti dan menoleh ke belakang. Pupil mataku melebar saat menemukan Johnny yang kini berlari kecil ke arahku; di tangannya terdapat sebuah kainㅡah!Sapu tangan milikku yang waktu itu sempat di rampas olehnya.

Memang di rampas karena Johnny mengambil sapu tangan itu secara tiba-tiba.

"Ya?" aku mencoba untuk menjaga nada suaraku agar terdengar senormal mungkin. Walaupun kantung mataku membiru serta kelopak mataku membesar akibat menangis semalaman. Namun aku berharap Johnny tidak memperhatikan hal tersebut.

Ia mengulurkan tangan dan memberikan sapu tangan milikku. "Ini, terimakasih." ujarnya sembari tersenyum kecil; aku sempat terperangah. Tapi seketika sadar bahwa aku tidak seharusnya memiliki perasaan terhadap Johnny.

Ah bukan, sejak awal hingga sekarangpun bahkan rasa itu tidak pernah hilang. Hanya saja aku tidak ingin terlibat di dalam sebuah perasaan tolol yang hanya akan berakhir seperti kemarin. Aku tidak ingin Johnny membuat lubang di dalam dadaku semakin lebarㅡoh, memang awal nya lubang ini dibuat oleh Johnny lalu di besarkan oleh Yuta. Hebat sekali kedua lelaki itu.

"Oh oke, sama sama." aku mengambil sapu tangan itu dan segera bergegas dari sana untuk pergi ke toko. Mungkin ini rutinitas yang akan aku lakukan hingga lulus kuliahㅡbelajar serta bekerja, tidak perlu datang ke club untuk menarik perhatian Johnny karena aku sadar sampai kapan pun Johnny tidak akan pernah melihat ke arahku.

"Tunggu Ten!" ia mencekal pergelangan tanganku; hal itu berhasil membuatku menatap heran ke arahnya.

"Ada apa?" kenapa juga dia repot-repot menghentikan ku seperti ini.

Johnny menggaruk tengkuk. "Kau tidak terlihat baik-baik saja, sudah makan siang?" tanya nya.

Sekarang giliran aku yang menggaruk kepalaㅡjadi Johnny memperhatikan keadaanku, tapi memangnya aku peduli? Jika kini ia mendekatiku pun itu sudah sangat telat. Aku sudah sangat terluka, dan ke datangan Johnny di masa ini akan semakin membuatku terluka.

"Bukan urusanmu," ujarku cepat lalu menepis tangan Johnny dan berjalan cepat untuk meninggalkan nya.

Ini sudah tepat kan? Sejak awal Johnny selalu bersikap dingin, jadi rasanya aneh ketika ia memperhatikanku seperti tadi.

"Ingin makan siang bersamaku?"

Tubuhku tersentak, aku menoleh dan menemukan Johnny yang sudah berjalan di sampingku. Dia dan kaki panjang nya tentu saja, aku tidak akan pernah bisa mengimbangi seorang Johnny Seo yang memiliki tinggi diatas 180 sentimeter.

"Tidak," jawabku cepat.

Namun sepertinya ia tidak ingin menyerah. "Aku tidak menerima penolakan, kita makan siang bersama." putusnya sembari menarik tanganku ke arah parkiran mobil.

Karena kesal, akhirnya aku menginjak kaki Johnnyㅡhal tersebut berhasil membuatnya melepaskan pegangan tangannya dari tangankuㅡselain itu ia juga meringis kesakitan.

"The fuck Ten! What's going on with you?!" bentaknya.

Mendengar hal itu aku tertawa sinis. "Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, what's wrong with you Johnny Seo? Why you being like this?"

Nothing On You《Johnten》✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang