Kali ini aku harus menggunakan jurus konfrontasi halus sebagaimana ajaran kebijaksanaan para filsuf yunani kuno yang aku pelajari di mata kuliah sejarah peradaban yunani. Kau harus memenangkan musuhmu dengan kelembutan. Berpikir tentang hal ini, aku urung membuka pintu apartemenku. Aku berbalik badan menuju meja makan untuk mengambil satu nampan kecil kue pie. Kau bisa menebak apa yang akan aku lakukan.
Aku segera beranjak ke arah depan, membuka pintuku, menyusuri koridor dan mengetuk pintunya dengan lembut. Oh, betapa tololnya aku. Tentu saja 'Si Pengganggu' itu tidak akan mendengar ketukan kecil di pintu depan karena suara music rock metal yang mebahana di kamarnya. Mau tak mau aku harus mengetuk lebih keras. Bahkan mungkin ketukan kali ini lebih keras dari ketukan konfrontasi pertama.
Tak berapa lama aku mendengar suara langkah kaki menuju pintu dan aku mencoba memasang senyuman dan berdiri di pinggir pintu.
Daun pintu terbuka dan tampaklah 'Si Pengganggu' dengan kaus putihnya dan berkeringat. Apakah dia habis melakukan aksi dance dengan music sampahnya itu?
"Hai." Sapaku dan memiringkan kepalaku dan menimbang-nimbang apakah aku harus melakukan aksi protes terhadap music sampah itu atau harus memberikan kue pie apel terlebih dahulu. Baiklah, karena aku kembali teringat ajaran kebijaksanaan filsuf, maka aku menyodorkan pie apel kepada 'Si Pengganggu.'
"Hai, ada yang bisa aku bantu?" jawabnya. Jelas matanya menatap kue pie yang ada di tanganku.
Aku menyodorkan nampan kue pie, "Aku masak kue pagi ini, dan kupikir kau juga harus menikmatinya sebagai tetanggaku."
'Si pengganggu' terperangah untuk beberapa detik dan setelah itu dia mengucapkan terimakasih, "Thanks, kau baik sekali."
Oke, sekarang protes harus segera diluncurkan. Tapi aku akan mendramatisirnya sebagaimana ajaran sinetron indonesia. Aku pura-pura membalikan badan untuk kembali ke apartemenku, dan aku juga melihat dia hendak menutup pintunya. Tapi aku kembali berbalik, "Oh ya!"
"Ya?"
"Aku agak terganggu dengan music metalmu. Bisakah kau mengecilkan volumenya. Aku tidak bisa berkonsentasi mengerjakan tugas kuliahku." Kebohongan ini aku lakukan untuk menyempurnakan penekanan bahwa music metal itu sangat mengganggu acara nonton film serialku.
"Oh maafkan aku. Baiklah! Omong-omong protes yang sangat elegan, ha? Kau harus membayar protesmu dengan senampan kue pie." Sindirnya sembari mengedipkan mata.
"Apakah kau suka jika aku menggedor pintumu dan membentakmu seperti ketika aku terganggu karena suara bercintamu?" aku balik menyindirnya.
"Oke, Oke." Dia tertawa renyah. "Dan terimakasih kue pienya. Kuharap kau tidak menambahkan guna-guna di dalam kue ini sehingga kau menjeratku untuk masuk ke dalam apartemenmu."
"Bukankah kriteria itu lebih cocok untukmu, Mr. James?"
Aku tidak mau meladeninya dan tidak peduli. Aku membalikan badan untuk menutup pintu apartemen untuk menonton serial North and South. Sepertinya aku tidak sabar untuk menekuri ketampanan Richard Armitage dalam serial itu.
Oke, nyalakan televisi dan mulailah menonton serial yang terlewat beberapa menit. Aku mulai mengunyah pie kueku yang begitu nikmat dan mulai hanyut dalam cerita.
Dua puluh menit kemudian aku mendengar suara ketukan di pintu depan. Arghh! Siapa pula yang menggangguku untuk yang kedua kalinya. Aku mendengus dan menghentakan kakiku ke lantai. Berlari ke arah pintu depan dan mengintip dari lubang kunci. Dan lihatlah, 'Si Pengganggu' tengah berdiri tepat di depan pintu apartemennya dan sepertinya dia berharap pintu dibuka.
Aku mendecakan lidah dan membuka pintu dengan dongkol. "Ya, ada apa?"
'Si pengganggu'. Kau tahu,ku tidak sudi mengatakan namanya langsung, karena secara harfiah dia memang selalu menggangguku. Satu sifat yang tidak layak dimiliki oleh tetangga yang baik. Mari kita lihat apa yang akan dia katakan.
"Aku ingin mengajakku sarapan di apartemenku, kebetulan aku juga memasak bola daging yang lumayan banyak."
Aku termenung sesaat. Bulu kudukku merinding jika mengingat bagaimana tida perempuan sudah masuk ke dalam 'sarang' si playboy. Jangan-jangan ini sebuah jebakan.
"Sepertinya aku lebih nyaman sarapan di rumahku saja." ini artinya aku berkata kepada si pengganggu, 'Berikan bola daging itu kepadaku sekarang dan jangan berharap kita akan sarapan bareng di apartemenmu.'
"Kalo begitu aku akan bawa sarapanku dan kita sarapan di apartemenmu."
Dasar serigala. Sepertinya dia memiliki banyak akal.
"Jujur saja, apartemenku terlarang bagi kaum lelaki. Yeah, secara harfiah aku alergi lelaki."
"Kau lesbian."
Aku memutar bola mataku, "Apakah aku terlihat seperti lesbian, Tuan? Yang benar saja, bahkan barusan aku menonton serial film untuk melihat si actor tampan yang bermain di serial itu."
"Oh, jadi kamu tidak mengerjakan tugasmu. Aku sudah mematikan music itu demi tugas kuliahmu, Nadia."
Ya Tuhan tolong kirim lelaki ini ke neraka.
Aku menghela napasku dalam-dalam dan berusaha untuk menetralkan rasa jengkel yang seakan menenggelamkanku. "Oke, jadi begini tuan, saya tidak berselera untuk sarapan bersama. Aku membutuhkan kesendirian dan keheningan. Barangkali kau bisa menawariku di waktu yang lain."
James mengangguk, "Kalo begitu kau bisa memakannya di kamarku. Biar aku ambil dulu." Dia pergi sebelum aku berkata apa-apa.
Tak berapa lama dia sudah kembali dengan sepiring bola daging yang mengundang selera. Aku tersenyum lebar. Jadi inilah simbiosis mutualisme dalam bertetangga. Saling menguntungkan satu sama lain. Aku mengiriminya senampan kue pie apel dan dia membalasku dengan satu piring besar bola daging.
"Terimakasih," seruku senang dan segera menutup pintu sebelum si Playboy itu berubah pikiran dan menerobos masuk. Jika itu terjadi, maka bisa panjang urusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOR'S SECRET [Rahasia Tetangga]
RomanceMalam pertama Nadia di New York adalah awal mula kengerian dalam kehidupan pertetanggannya dengan seorang pria New Yorker bernama James. Malam pertama itu dia tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara aneh dari ruang sebelah. Selain itu, suara i...