James Mengisahkan Kehidupannya

265 20 3
                                    


James menghampiriku dan meraih tanganku sehingga aku bisa berdiri dengan sempurna. Kakiku masih gemetar karena terkejut dan rasa malu yang bercampur jadi satu. Aku masih bisa merasakan bagaimana kecoa itu merayap di punggung kakiku. Sementara si kecoa sialan sudah kabur sejak beberapa detik yang lalu, padahal aku berniat membinasakannya dengan sapu. Gara-gara kecoak itu aku jadi malu setengah mati.

"Kau menguping pertengkaranku ya." tanya James dengan cengiran khasnya. Tatapan matanya seakan menusukku dan berkata, 'kenapa-kau-selalu-menggelikan.'

"Pertengkaran? Maksudmu apa?" aku pura-pura memasang tampang paling bodoh sedunia dan memijit-mijit keningku yang masih sakit karena terbentur lantai.

"Tadi kau menguping pertengkaranku dengan Catherine dari balik pintu." James mencoba memperjelas asumsinya. Berharap aku segera mengaku bahwa aku barusaja telah menonton pertunjukan mereka dari balik lubang kunci pintu apartemenku.

"Tidak." Masih memasang tampang paling bodoh aku berusaha mengelak dan meyakinkannya seyakin-yakinnya. Bukan Nadia namanya jika aku mudah untuk menyerah. "Memangnya kau tadi bertengkar ya."

"Apa yang kau lakukan di balik pintu?" tanya James masih dengan senyumannya yang sarkastis.

"Aku terpeleset ketika sedang mengepel lantai." Nah! Aku menemukan alasan yang paling masuk akal kan?

"Tapi aku tidak melihat ada peralatan pembersih lantai di tanganmu."

Pipiku merona merah dan aku tahu aku tidak bisa berbohong dan mengelak. Sudah jelas kan Si James mengetahui bahwa aku menguping percakapannya –ralat, maksudku pertengkarannya- dengan wanita berambut pirang tadi.

"Tak masalah, memang terkadang kita ingin mengetahui urusan hidup orang lain. Dan itu wajar saja." sepertinya James berusaha mencairkan rasa bersalah dan rasa malu yang mulai menggunung dan menenggelamkanku.

"Apakah kau sedang sibuk?"

"Tidak." Jawabku pendek.

"Kalau begitu sudikah kau jika aku bercerita kepadamu."

"Cerita? Cerita tentang apa?" aku masih bingung.

"Cerita tentang kehidupanku dengan wanita tadi."

"Dengan senang hati." Aku segera menyambarnya dengan jawaban antusias. Nah, aku juga bisa melihat antusiasme yang terbit di wajah-wajah kalian wahai pembaca ceritaku yang budiman. Baiklah, sekarang aku meminta kalian duduk manis di tempat kalian dan mari bergabung denganku untuk menyimak kisah si James.

"Apakah Catherine itu mantan istrimu?" ini pertanyaan pertamaku. Pertanyaan standar yang pastinya sudah terbiasa dilontarkan oleh para pencari berita gossip infotaiment di media tanah air kita indonesia tercinta. Omong-omong sedikit informasi, aku belum pernah menemukan tayangan infotaimen di USA yang levelnya segila tayangan infotaiment di negeri kita. jadi, hidup Indonesia!

Oke, mari kita kembali ke pertanyaanku dan lihat bagaimana jawaban James.

"Ya, dia mantan istriku." Jawabnya dengan tatapan menerawang. "Aku jatuh cinta kepada Catherine ketika kami berada di kelas dua SMA. Setelah pelulusan aku bertunangan dengannya dan dia mengandung tak lama setelah itu. Setelah Stephen berusia dua tahun, kami memutuskan untuk menikah.."

Oke, kita pause dulu kata-kata si James. Nah sidang pembaca ceritaku, perlu kalian tahu bahwa di Amerika sini, kumpul kebo semacam ini sudah seperti gaya hidup. Dua pasang manusia bisa hidup serumah dan punya anak tanpa ikatan pernikahan. Urusan nikah nomor sekian, bahkan ada yang sudah punya tiga anak baru menikah. Gila kan! Oleh karena itulah terkadang aku merasa ngeri sendiri ketika memikirkannya.

"Setelah Stephen berusia tiga tahun, Catherine berubah. Dia jadi sering marah-marah, meninggalkan rumah dan tidak lagi bertanggung jawab. Tidak hanya memarahiku, dia juga sering memarahi Steven dan memukulnya. Suatu malam secara tidak sengaja aku melihat dia di sebuah bar bersama pria lain. Mereka keluar dan aku membuntutinya. Dan mungkin kau bisa menebak apa yang mereka lakukan di rumah si lelaki bajingan itu."

Oke, asumsiku benar. Si bajingan yang dimaksud adalah lelaki selingkuhan Catherine.

"Aku menghajar lelaki itu dan besoknya Catherine minta cerai. Dia mengatakan sudah tidak mencintaiku lagi. Dua bulan setelah itu kami resmi bercerai dan hak asuh diambil alih oleh Catherine. kebijakan pengadilan menyebutkan seorang anak dibawah usia 10 tahun harus ikut ibunya. Yang berhak terhadap pengasuhan anak dalam setiap kasus perceraian adalah ibunya, bukan ayahnya. Padahal aku tahu, aku lebih menyayangi Stephen dibanding ibunya sendiri."

James menunduk dan aku bisa melihat ada dua butir air mata yang jatuh melewati pipi kanannya. Andai saja aku bisa mengusap air mata itu. Aku menghela napas dan ikut prihatin dengan kehidupan James yang ternyata sangat menyedihkan.

"Aku tidak menyesal karena perceraianku dengan Catherine. Aku menyesal karena aku tidak bisa memperjuangkan Stephen untuk hidup bersamaku. Anakku berhak berada dalam pengawasanku. Aku tahu dia terlantar di tangan seorang Catherine yang pemabuk dan ringan tangan. Aku tahu, suatu saat nanti aku bisa merebutnya."

Aku kembali menghela napas dan refleks tanganku terlurus dan mengusap punggungnya. Menyalurkan rasa simpati yang tiba-tiba menggelegak di hatiku. Tetanggaku yang malang.

"Jujur, sebenarnya aku ragu Stephen itu anakku atau bukan? Jika melihat semua ciri fisiknya, aku yakin bahwa itu bukan anakku. Mungkin saja Catherine berhubungan dengan lelaki lain. Mataku dan mata Catherine biru dan rambut kami pirang terang. Tapi mata anak itu berwarna hijau, rambutya berwana cokelat. Tapi, terlepas dari semua itu, aku sangat menyayangi Stephen. Aku tidak akan pernah menganggapnya bukan anakku. Dia tetap anakku."

Aku melihat sepasang mata biru James mulai berkaca-kaca. Sepertinya dia tidak bisa menahan gejolak hatinya. Oh Tuhan, tetanggaku yang jahil, urakan, playboy dan sekaligus dosenku ini ternyata memiliki jiwa yang rapuh dan permasalahan hidup yang cukup pelik.

"Enam bulan belakangan ini dia sering meminta uang kepadaku dengan alasan untuk membiayai Stephen. Catherine dipecat dari tempat kerjanya di sebuah jaringan toko kelontong karena kedapatan menggelapkan laba perusahaan. Dia memintaku uang dengan alasan sudah menjadi pengangguran dan tidak bisa membiayai hidup Stephen. Tapi dia bohong_"

"Oke, untuk yang satu ini aku sudah mengetahuinya."

James mendongakan kepalanya dan mengusap air mata yang hampir keluar, "Ya, tentu saja. karena kau penguping paling handal sedunia." Timpal James dan kami tertawa bersama.

Sementara semburat jingga menghiasi langit kota. Hari sudah senja. Diam-diam aku sudah melupakan semua kejengkelanku kepada James. Dia layak untuk dikasihani.

NEIGHBOR'S SECRET [Rahasia Tetangga]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang