Aku memegangi perutku yang sudah penuh. aku sudah menandaskan makanan yang telah diberikan James kepadaku berupa campuran daging dan karamel. Ini pertama kalinya aku memakan caramel yang bercampur dengan daging dan kacang almond.
Mataku sudah mulai mengantuk sehingga aku memutuskan untuk pergi ke tempat tidur. Tapi aku harus membuang karton pembungkus makanan ke tempat sampah terlebih dahulu. Aku segera bangkit dari sofa, membereskan beberapa peralatan makan dan menutup bungkus karton yang sedari tadi terbuka.
Tangan kananku meraih karton itu dan sepersekiat detik kemudian mataku terbelalak. Jantungku berdetak lebih cepat. Mulutku berdecak dan aku tidak tahu apakah aku harus menjerit, menangis atau bagaimana. Aku merasakan seakan-akan seluruh urat saraf di tubuhku menegang dan aku sangat takut.
Kau jangan berpikir aku keracunan. Aku tidak keracunan, tapi jika secara harfiah keracunan diartikan memakan makanan yang tidak boleh kamu makan, maka bisa dikatakan aku lebih baik keracunan daripada memakan makanan tersebut.
Kau ingin tahu, mataku dengan jelas menangkap gambar kepala babi gemuk berwarna pink tersenyum lebar dengan topi koki di atasnya. Di bawah kepala Si babi pink itu tercetak tulisan yang boleh dikatakan tidak terlalu besar
CARAMEL BACON ALMOND BARK
Oh tuhan! Aku telah memakan olahan daging babi! Tidak! Ini tidak boleh terjadi.
Beberapa detik selanjutnya aku menyadari apa yang harus aku lakukan. Tanpa berpikir panjang aku segera berlari ke wastafel dapur dan merundukan kepalaku disana; berusaha memuntahkan semua caramel bacon yang telah masuk ke dalam perutku. Tapi itu tidak berhasil. Aku membayangkan hal-hal yang paling menjijikan dalam hidupku tentang babi. Aku pernah melihat peternakan babi di perkambungan cina dan melihat betapa kotornya peternakan makhluk tersebut. Rasa mual mulai merambat di lambungku, tapi aku masih tidak bisa memuntahkannya.
Mau tidak mau aku memasukan telunjukku ke dalam mulut hingga menyentuh tekak dan pangkal tenggorokan. Berhasil! Perutku bereaksi dan mengerut. Dalam satu tarikan nafas aku memuntahkan semua apa yang aku makan. Aku terbatuk, gumpalan makanan yang sudah halus keluar bersama liur dan asam lambung yang menjijikan.
Perlu sepuluh menit lamanya aku merunduk di wasfatel. Hingga pada akhirnya aku bisa menghela napas panjang. Rasa berdosa masih menyelimuti hatiku.
'Tidak apa-apa. Faktor ketidaksengajaan dan ketidaktahuan menyebabkan seseorang tidak menanggung dosa.' nuraniku mencoba menghibur.
'Tapi tetap saja kamu salah. Harusnya kamu lebih hati-hati dan aware terhadap makanan yang kamu makan, Nadia. Kamu jangan sembarangan menerima makanan dari orang lain. Apalagi yang berbahan olahan daging. Babi di new york itu seperti ayam di Indonesia.' Makhluk bersayap yang selalu menyeru kepada kebaikan dan jalan kebenaran mencoba memperingatkanku.
Aku kembali mual. Bola daging itu? kau ingat kan tempo hari James memberiku sepiring besar bola daging? Apakah itu juga olahan babi?
Aku kembali merasakan mual dan muntah untuk yang terakhir kalinya. Bagus! Setidaknya aku harus mengisi perutku kembali dengan telur mata sapi dan sekotak susu.
Ah, benar apa yang ayahku nasihatkan dulu sebelum aku berangkat ke New York. Ayahku bilang, aku harus hati-hati. Hati-hati ketika memilih dan menyantap makanan dan hati-hati ketika bergaul dengan lawan jenis. Well, intinya soal kebutuhan makanan dan seks, kita harus melihat label bernama 'halal.' Mungkin kau tertawa jika aku berkata label halal pada seks. Ayolah, yang kumaksud adalah label tak kasat mata bernama pernikahan.
Oke, aku tidak akan berpanjang lebar berbicara tentang seks halal. Yang benar saja. aku hanya memikirkan tentang rasa mual yang kembali muncul gara-gara caramel bacon sialan!
Huek!!
***
Pagi harinya aku memutuskan untuk menginterogasi James. Jangan kau katakana aku tetangga yang tidak tahu berterimakasih. Mungkin kau membela James karena dia seorang bule yang tidak tahu menahu tentang makanan halal dan tidak tahu menahu tentang pantangan seorang muslim. Tapi setidaknya, aku akan mengatakan kepadanya supaya mentraktirku dengan makanan yang halal. Hmm, protes tapi masih ingin ditraktir? Itulah aku sobat. Jadi cobalah mengenali lebih dekat.
"Hai." Sapaku ketika aku melihat James keluar dari apartemennya dengan jaket kulit yang membungkus tubuhnya yang atletis dan proporsional. Sementara satu kamera Canon menggantung di lehernya.
"Hai, Nadia. Bagaimana kudapannya. Kau suka kan caramel bacon?"
"Itulah yang ingin aku bicarakan kepadamu sekarang. Masalah caramel bacon."
"Ya. aku bisa menduga kau menyukainya dan akan memintaku untuk mentraktirmu lagi, begitu kan?"
"Bahkan aku muntah gara-gara makanan itu, James."
"Bagaimana bisa?"
"Aku muslim James. Bacon, babi, muslim, halal." Aku mencoba memancing dia untuk berpikir dengan melontarkan kata-kata yang semoga saja dia mengerti.
Beberapa detik lamanya dia tercenung dan sejurus kemudian dia menepuk dahinya yang lebar. "Oh Shit! Aku lupa jika muslim tidak boleh memakan daging olahan babi."
Dia menggelengkan kepalanya dan tampak prihatin. "Maafkan aku Nadia, aku baru menyadarinya sekarang."
Aku mengangkat bahuku dan masa bodoh dengan mimik penuh penyesalannya, "Tidak masalah, aku sudah memuntahkannya dan Tuhan tidak akan menghukumku karena faktor tidak sengaja dan ketidaktahuan."
"Kenapa kau bisa memakannya bukankah di karton tersebut ada gambar kepala babi dan nama makanannya?"
Aku tertawa dan menggelengkan kepala dengan frustasi, "Itulah aku, ketika perut lapar dan makanan sudah ada di tangan, aku tidak peduli lagi dengan bungkus makanan, tapi aku sangat antusias dengan isinya."
"Lain kali kau harus teliti." Ujar James. Kata-katanya seakan menyindir Nadia dengan mengatakan, 'Ini bukan salahku yang mentraktir, tapi ini murni salahmu yang tidak teliti melihat label makanan.'
"Omong-omong, tentang bola daging yang kau berikan padaku tempo hari, apakah_"
"Tenang saja, itu daging sapi. Bukan daging babi."
Aku menghela napas. Sekarang aku bisa lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEIGHBOR'S SECRET [Rahasia Tetangga]
RomanceMalam pertama Nadia di New York adalah awal mula kengerian dalam kehidupan pertetanggannya dengan seorang pria New Yorker bernama James. Malam pertama itu dia tidak bisa tidur karena mendengar suara-suara aneh dari ruang sebelah. Selain itu, suara i...